Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Di mana Allah ketika saya menikmati? (5)
Dikutip sebagian dari buku Mari Menikmati!
4. Menikmati tapi tanpa hasrat untuk mengejar kenikmatan
Kita mungkin seringkali kaget dan kagum melihat orang-orang yang kelihatan begitu pasrah dan menerima segala sesuatu yang terjadi di dalam dunia ini. Bahkan mereka menjadi orang-orang yang tidak memiliki hasrat untuk mengejar kepuasan, kebahagiaan dan kenikmatan. Apapun yang terjadi mereka bisa menerimanya karena mereka tidak merasa bisa melakukan sesuatu untuk merubahnya. Banyak orang ketika melihat orang-orang seperti ini merasa iri dan menginginkan untuk menjadi seperti mereka sehingga hidup bisa lebih tenang dan menerima realita.
Orang-orang ini tidak mengejar kenikmatan sementara dan juga tidak membuang kenikmatan sementara. Tidak menjadi orang-orang yang terlalu bebas mengejar kenikmatan sementara yang memuaskan nafsu, tetapi juga tidak menjadi orang-orang yang fanatik sampai harus membuang kenikmatan sementara. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang realistis, tapi cenderung pasif. Kalau kenikmatan itu datang ya diterima, tapi tidak perlu berusaha keras untuk mendapatkan kenikmatan itu. Semuanya sudah ada yang mengatur.
Mereka melihat Allah sebagai sumber yang mengatur dan memberikan semua kenikmatan itu. Dalam keadilan Allah mengatur semuanya, dan Ia mendistribusikannya dengan baik. Ada yang harus mendapatkan banyak dan ada yang hanya sedikit, semuanya sudah diatur dengan baik dan adil. Manusia hanya perlu menerimanya dan bersyukur kepada Allah yang sudah memberinya. Sedikit atau banyak semuanya disyukuri.
Kelihatannya cara pandang ini adalah cara pandang yang moderat yang bisa menjadi jalan keluar dari kesulitan manusia berhubungan dengan kenikmatan. Tapi tunggu dulu. Betulkah cara pandang ini tidak memiliki kelemahan dan kekurangan?
Meskipun cara pandang ini bisa membantu orang-orang untuk kelihatan realistis menerima hidup dan bersyukur atas semuanya, tetapi ada kekurangan yang besar di dalam cara pandang ini. Kekurangannya, ketika Allah menciptakan bumi dan segala isinya serta manusia, Ia mengatakan sungguh amat baik dan Allah berhenti mencipta. Ada kepuasan dan kenikmatan besar. Dan Allah memberikan kepuasan dan kenikmatan yang berlimpah kepada manusia untuk memuliakanNya. Meskipun semuanya sudah dicemari oleh dosa, kenikmatan yang sementara itu seharusnya bisa dinikmati dalam kelimpahannya. Maka perlu usaha, dengan kerja keras untuk menikmati semua kelimpahan itu.
Ketika seseorang tidak mengusahakan dan menikmati segala kelimpahan anugerah Allah dengan segala daya upaya, maka sebenarnya orang itu sedang ‘membiarkan’ segala anugerah yang berlimpah itu yang berasal dari Allah. Artinya, sebenarnya orang itu sedang ‘menghina’ Allah yang sudah memberikan anugerah yang berlimpah itu seolah-olah Allah tidak mengerti bagaimana mendistribusikannya dengan benar dan memberikan apa adanya. Padahal Ia memberikannya dengan berlimpah.
Orang-orang dengan cara pandang ini sangat percaya dan bersyukur kepada Allah, bahkan berbagian dalam pelayanan. Tapi, mungkin mereka beribadah dan melayani dengan seadanya, tidak ada hasrat yang besar seperti orang-orang yang memakai Allah untuk kepentingan kenikmatan mereka ataupun orang-orang yang fanatik yang ingin mendapatkan kenikmatan kekal dan penghiburan serta jaminan hidup dalam kesementaraan ini. Sebagian dari mereka beribadah bergantung dari berapa besar anugerah yang mereka dapatkan, begitu juga mereka berespon kepada Allah.
Mereka tidak berusaha melihat berapa besar kapasitas yang sudah Allah berikan kepada mereka untuk berusaha dan menikmati semua yang sudah Allah sediakan kepada mereka. Padahal bagi orang-orang tertentu yang diberikan kapasitas yang besar oleh Allah, mereka seharusnya melakukan usaha yang lebih besar lagi untuk sampai kepada batas maksimal. Dan usaha yang maksimal ini akan berdampak kepada kenikmatan sementara yang lebih bagi yang akan didapatkan dibandingkan sebelumnya. Semua ini juga Allah yang sudah mengaturnya.
Manusia memang perlu puas dan bersyukur serta menikmati semua pemberian Allah. Sedikit atau banyak lihatlah sebagai kelimpahan. Tetapi, jangan pernah puas dengan respon kita kepada Allah, hidup atau mati sekalipun, biasanya terlalu sedikit dibandingkan dengan anugerahNya yang berlimpah kepada kita.
Respon manusia biasanya tergantung kepada berapa banyak ia melihat kelimpahan anugerah dalam hidupnya. Maka biarlah mata rohani kita bisa melihat dan mengejar kelimpahan yang sudah Allah sediakan yang merupakan anugerahNya bagi kita untuk memuliakanNya dan menikmatiNya.
Dikutip sebagian dari buku Mari Menikmati!
http://roielministry.blogspot.com/ (blog mirror)
- Baron Arthur's blog
- 5610 reads
^A^