Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

No repair but replacement

Purnomo's picture

Replacement lebih sering dipilih apabila seseorang mempunyai uang berlebih. Tidak ada waktu dan tenaga yang dibutuhkan. AC rusak langsung telepon toko minta dikirim yang baru. Laptop rusak langsung beli baru. Jangankan barang, istri saja bila dianggap sudah menurun fungsinya bisa saja di-replacement.

o –
 
          Adaptor itu mengeluarkan suara mencicit dan tidak ada arus listrik masuk ke laptop. Biasanya bila kabelnya yang bengkok-bengkok akibat digulung setelah selesai menggunakannya itu diluruskan, suara itu menghilang dan indikator arus masuk menyala. Tetapi kali ini segala usaha tidak berhasil. Setelah 2 hari jengkel dengan suara itu, saya memasukkannya ke dalam tas membawanya ke sebuah gerai komputer.
 
         Saya menanyakan apakah gerai itu menjual adaptor dengan spesifikasi yang sama. Ternyata ada dan harganya 95 ribu rupiah. Sayang bentuk soket output yang harus ditusukkan ke laptop tidak sama. Bentuknya yang runcing menunjukkan soket itu berisi kabel arus positip dan kabel arus negatip. Sementara punya saya berbentuk tabung yang berarti ada tambahan kabel ground. Tanpa kabel ini laptop akan hangus.
 
          Dengan sepeda motor saya berkeliling kota mengunjungi beberapa gerai lainnya. Tidak ada adaptor yang sama. Akhirnya saya masuk ke toko komputer yang mengiklankan diri punya barang lengkap. Toko ini tidak menjual adaptor. Pramuniaga memberi alamat agen yang menjual merek adaptor itu. Sebelumnya saya sudah tahu alamat ini karena di situlah laptop itu dibeli. Tetapi saya menempatkannya sebagai alamat terakhir setelah saya tidak mendapatkan adaptor merek lain dengan spesifikasi yang sama.
 
          Terpaksa sekarang saya masuk ke kantor besar itu. Saya menunjukkan adaptor itu dan menanyakan apakah bisa diperbaiki.
          “Kami tidak menerima reparasi adaptor, Pak,” karyawannya menjelaskan. “Bapak lihat adaptor ini tidak ada sekrupnya. Jadi tidak bisa dibuka.”
          “Teknisi bisa membuka pembungkusnya dengan solder.”
          “Itu tidak diperbolehkan karena akan membuatnya cacat.”
          “Lalu solusinya?”
          “Beli saja yang baru. Harganya 900 ribu rupiah.”
          “Sembilan ratus ribu?” saya bertanya sambil meringis.
          “Iya Pak.”
          “Permisi. Saya bilang dulu kepada pemiliknya.”
 
          Di luar saya menelepon si puteri bungsu.
          “Aku sudah keliling kota cari merek lain tetapi tidak ada yang sama sepeknya. Yang asli 900 ribu rupiah. Bagaimana?”
         “Beli saja kalau memang tidak ada pilhan lain daripada menganggurkan laptop mahal.”
 
          Laptop itu dia beli 18 bulan yang lalu karena program akuntansi untuk skripsinya membutuhkan aplikasi-aplikasi terkini. Sembilan ratus ribu rupiah adalah 75% dari gajinya sebulan. Tetapi itu tidak mahal baginya karena dia belum mencicil kredit rumah atau kredit kendaraan, membayar listrik PLN dan air PDAM. Dia juga belum membutuhkan uang untuk belanja harian karena masih tinggal serumah dengan saya. Sejak bekerja setiap bulan dia menitipkan 1 juta rupiah kepada saya. Ketika anak-anak saya masih SD, saya selalu mengingatkan mereka untuk menabung sebagian uang sakunya. Untuk membujuk mereka menitipkan uang kepada saya, saya memberi bunga 6 kali bunga tabungan yang diberikan oleh bank nasional terbesar. Dari tabungan inilah mereka membeli hape, kamera dan laptop.
 
          Tetapi bagi saya uang sejumlah itu bukanlah sedikit. Oleh karena itu saya akan membelinya minggu depan. Siapa tahu beberapa hari ini saya mendapat solusi lain. Saya pulang ke rumah. Di jalan saya masih sempat mampir di sebuah gerai komputer tempat saya biasa mereparasi CPU. Ternyata toko ini tidak menjual adaptor. Satu kilometer dari rumah saya melintasi beberapa kios. Salah satu kios itu adalah tempat saya biasa mereparasikan kipas angin, radio, rice cooker dan setrika listrik. Saya mampir ke sana.
 
          “Mas, bisa reparasi adaptor?” tanya saya.
          “Adaptor apa?”
         Saya mengeluarkan adaptor dari dalam tas dan bercerita tentang suara mencicit. Juga bercerita tentang mahalnya harga adaptor aslinya. Ia tertawa.
          “Saya punya printer dan adaptornya rusak. Harga adaptor aslinya 700 ribu rupiah, hampir sama dengan harga beli printer baru. Celakanya, komponen adaptor yang rusak tidak dijual di toko. Ini mungkin strategi produsen, untung sedikit waktu jual printer untung banyak waku jual adaptornya. Saya berencana mengganti adaptor itu dengan travo kecil,” ceritanya.
          “Kamu bongkar saja adaptor ini. Mungkin hanya kapasitornya yang rusak dan sepeknya tidak neko-neko.”
         “Adaptor ini tidak pakai sekrup. Jadi untuk menutupnya saya harus pakai lem. Mungkin tidak tampak rapi lagi.”
          “Ndak papa. Nanti saya perkuat dengan plastik mika.”
          “Besok sore bisa diambil. Mudah-mudahan bisa diperbaiki.”
         “Jika biaya di bawah 100 ribu, tidak perlu menelpon saya. Langsung saja dikerjakan.”
 
          Besok siang saya mampir ke kiosnya. Ia menyerahkan adaptor itu.
          “Bagaimana?” tanya saya.
          “Beres. Yang rusak kapasitornya dan dioda.”
          “Berapa biayanya semua.”
          “Tujuh puluh ribu.”
          “Terima kasih,” kata saya sambil menyerahkan uang.
 
          Jika hasil reparasi ini hanya bertahan 2 bulan saja, walau saya sudah berhemat karena biaya penyusutan adaptor asli 50 ribu per bulan, saya harus membeli yang baru. Memang kecenderungan saya untuk berhemat mendorong saya selalu mendahulukan repair. Terlebih lagi bila komponen yang rusak bukan yang utama.
 
          Suatu ketika istri memberitahu banyak butiran kayu halus di bawah meja makan. Saya membuka lembar tripleknya. Ternyata sisi bawahnya sudah banyak bagian yang tipis karena dimakan rayap. Keputusan istri sudah bulat: beli baru! Dasarnya, usia meja itu sudah hampir 10 tahun sehingga titik impasnya sudah lama lewat. Saya bilang “nanti dulu” setelah melihat kerangka kayunya masih bagus. Saya pergi ke toko material membeli selembar seng tipis. Seng itu saya pergunakan untuk mengganti triplek. Meja itu bisa dipergunakan lagi bahkan sekarang istri tidak takut menumpah air di atasnya karena mudah dibersihkan. Seandainya saya bisa mendapatkan lembar aluminium tipis, pasti meja itu tampak lebih cantik. Sekarang saya mempersilakannya membeli yang baru. Bila dia melakukannya, maka kami akan mempunyai 2 meja makan. Yang lama bisa saya pindah ke halaman belakang untuk meletakkan laptop dan gelas kopi di waktu malam bila internetan. Ini jauh lebih asyik daripada duduk di kursi sambil memangku laptop sementara gelas kopi diletakkan di lantai. Tetapi sampai sekarang meja baru belum juga dibelinya.
 
          Replacement lebih sering dipilih apabila seseorang mempunyai uang berlebih. Tidak ada waktu dan tenaga yang dibutuhkan. AC rusak langsung telepon toko minta dikirim yang baru. Laptop rusak langsung beli baru. Yang lama? Bisa dijual ya syukur, tidak bisa dijual bisa diberikan kepada tukang sampah. Jangankan barang, istri saja bila dianggap sudah menurun fungsinya bisa saja di-replacement.
 
          Begitu juga bila kita melihat gereja kita sudah “rusak”. Mengapa susah-susah me”repair”nya? Butuh waktu, tenaga dan emosi. Di luar masih banyak gereja lain. Dan orang lebih senang melakukan “replacement” dengan berpindah ke gereja lain. Bagaimana dengan komunitas yang ditinggalkan? Jika kita membawa mobil yang harganya di atas 400 juta rupiah, belum sampai satu bulan kita akan mendapatkan komunitas (teman-teman) baru di gereja baru ini. Bagaimana bila gereja lain juga sudah “rusak”? Kalau kita kaya mengapa pusing? Dirikan gereja baru di mana kita sebagai pemiliknya bisa membuat dan menjalankan tata tertib yang baik.
 
          Bagaimana bila pendeta kita “rusak”? Jangan bergegas melakukan replacement karena ini menyangkut “yang diurapi”. Mari kita telisik dulu “komponen” yang membuatnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Siapa tahu “komponen” yang rusak itu adalah honor yang selama 10 tahun belum pernah ditingkatkan. Siapa tahu “komponen” yang macet itu adalah beban pekerjaan yang melebihi kapasitasnya. Repair it! Tetapi bagaimana bila “komponen”nya yang aus itu adalah yang utama, misalnya etos pelayanannya? Ini sulit sekali karena perlu kombinasi repair and replacement. Jadi? “Beli meja makan yang baru dan yang lama kita pindahkan ke halaman belakang,” kata saya kepada istri.
 
(the end – 05.07.2010)

 

joli's picture

hub suami istri

Bagaimana bila istri rusak? Bagaimana bila pendeta rusak?

Sejak dahulu kala, ketika mengeluh tentang pendeta yang selalu mengaku sebagai "yang diurapi" kepada my bojo, selalu di jawab. "Pendeta dan gereja itu seperti hubungan suami istri"
Karena kata-kata itu terngiang dan melekat di otak ini, maka sama seprti prinsip saya berkeluarga, bercerai bukanlah salah satu alternatif jalan keluar masalah rumah tangga, maka replacement, pindah gereja juga bukan jalan keluar bila ada permasalahan dengan pendeta.

Aapakah itu benar? Nggak tahu, yang pasti, bisa berefek samping tidak menyenangkan

Purnomo's picture

@Joli, hubungan suami istri?

"Pendeta dan gereja itu seperti hubungan suami istri"

        Saya setuju atas dasar pernyataan di atas merupakan "turunan" dari "Kita dan gereja itu seperti hubungan suami istri", Tetapi apakah 2 pernyataan ini bisa memberi varian "Jemaat dan Pendeta itu seperti hubungan suami istri"?

        Pilihan yang lebih banyak diambil oleh jemaat adalah sementara pindah ke gereja lain tanpa mencabut keanggotaannya di gereja lama. Mungkin menunggu pendetanya pensiun atau ditransfer ke tempat lain. Mungkin juga menunggu dirinya bisa mengadaptasi keadaan yang dulu tidak nyaman baginya.

       Dalam membantu mereka yang berusaha mengadaptasi keadaan yang tidak nyaman ini, saya sering menyarankan begini. "Anggap saja pendetamu itu mahasiswa teologi yang sedang praktek di gerejamu untuk waktu yang tidak terbatas."

      Salam.

joli's picture

yang rusak merusak :(

Purnomo, iya, saya salah selama ini, menganggap pendeta dan gereja seperti suami istri. Harga yang dibayar sangat mahal. Membiarkan suami mengoblok-kan istri, mungkin masih dapat diterima, namun begitu membiarkan suami merusak anak-anak, hmmmm..

Begitu pula membiarkan pendeta suka duit, mungkin masih banyak yang melakukannya, dengan alasan biar dia yang bertanggungjawab kepada tuhannya. Namun begitu pendeta merusak gerejanya, hmmmmm...

Sama seperti adaptor dan laptop.

Bagaimana bila adaptor rusak? jangan gunakan sementara.

Bila nekad maka akan terjadi :

  1. Baterai bisa mati
  2. Salah satu komponen pada mainboard atau adaptor terbakar menyebabkan laptop mati total. (Jika laptop anda masih garansi, maka garansinya tidak berlaku dan kemungkinan anda harus mengganti mainboard dengan harga 70% dari harga barunya)

Apakah masih bisa diperbaiki jika yang rusak adaptor?

Bisa, tapi sangat tidak kami rekomendasikan. Adaptor hasil reparasi sangat beresiko. Jika suatu saat adaptor ini short atau bermasalah, maka mainboard anda taruhannya. Lebih baik meminjam dulu atau membeli adaptor KW1 yang beredar di pasaran jika budget anda terbatas untuk membeli adaptor baru.

Apakah masih bisa diperbaiki jika yang rusak mainboardnya?

Biasanya sebelum memvonis mainboard, maka akan dites DC boardnya (papan sirkuit tempat lubang charge) apakah mengalami short disana. Jika bukan disana masalahnya, maka analisa akan beralih ke mainboard. Jika kasusnya mainboardnya sampai terbakar, maka persentase keberhasilan bergantung kepada tingkat kerusakan, adanya sparepart dan kehandalan teknisi yang mengerjakan. 

(note diatas dicopas dr mister laptop)

Purnomo, apabila resiko repair adaptor besar, apalagi bila resiko merusak mainbord besar bagaimana?

Bila pendeta ketika mau di repair, justru suka berkonslet ria, biar rusak bersama dengan gerejanya, apa yang mesti dilakukan??

Rusak kok cari bolo/kawan.. hmmm..

 

PlainBread's picture

Nice ending

Isinya ditutup dengan alinea terakhir yang sangat baik :)

Purnomo's picture

@PB, itu ending yang nylekit.

begitulah kata orang Jawa.

        Semula saya hanya bermaksud membagikan pengalaman sehari-hari untuk mengingatkan pembaca mewaspadai barang-barang yang "kata produsennya" tidak bisa diperbaiki. Just like that.

       Ketika akan mengakhirinya, mendadak saja saya ingat akan seseorang yang sedang kebingungan mengadapi perilaku pendetanya sehingga baginya tinggal 2 opsi: repair or replace. Yaaa, belok deh tanpa lampu sein.

      Thx untuk apresiasinya.

 

 

hai hai's picture

@purnomo, Bawa Ke SABDA Space

Bagaimana bila pendeta kita “rusak”?

Bawa saja pendeta yang rusak ke Komunitas Blogger Kristen Sabda Space, dia pasti akan BENER lagi.

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

Purnomo's picture

Setuju, pendeta yang rusak dibawa masuk ke SS

Mereka pasti jadi BENER lagi. Hanya saja penatuanya yang pusing karena harus membayar biaya rumah sakit untuk merawat pantatnya yang rusak kena tendangan para bloggernya.

         Kalau sedang musim bola siapapun lebih senang mempergunakan kakinya.

         Salam dan selamat bergadang.

 

sandman's picture

@Purnomo pendeta...

Jadi ingat kotbah kemarin di gereja,

Pendeta itu bukan imam jaman dahulu, kalau imam itu adalah perantara, maka pendeta hanya pendamping saja, toh semua umat pilihan adalah imamat yang rajani. Akhirnya perbedaan jelas sekali, namanya pendamping bisa saja berubah ...

__________________

Purnomo's picture

@Sandman: imamat yang rajani berlogo

          Walau sama-sama imamat yang rajani, pendeta adalah imamat yang diurapi sedangkan kaum awam adalah imamat tanpa urapan. Seperti helm tanpa logo SNI begitulah. Biar mutu lebih bagus tapi kena tilang kalau lewat  jalan besar.

            Pendamping bisa berubah? Saya setuju ada yang berubah dari baik jadi jelek dan saya juga melihat ada yang berubah kembali jadi baik.

           Salam.

 

sandman's picture

@Purnomo diurapi..

Soal diurapi atau menurut anda itu logo SNI dalam Helm, bukan berarti orang yang berhelm yang ada SNInya itu selalu tidak melanggar, sapa tahu aja mereka lupa bawa sim, stnk ataupun kelengkapan lainnya.  Begitu pula dengan embel-embel pendeta diurapi. Pernah sekali waktu ketika mempertanyakan kotbah seorang pendeta, saya malah kena damprat, "Hush jangan mempertanyakan yang diurapi entar kena samber gledek!!" saya jawab sambil berlalu, "daud saja diurapi masih bisa tuh dia selingkuh sekaligus merencanakan pembunuhan!"

__________________

Rusdy's picture

Adaptor Bengkok

Hmmmm... tadinya saya kira hanya kabelnya saja yang korslet akibat sering kusut, makanya adaptornya jadi mencicit kayak anak tikus lagi digencet. Kalau boleh saya tebak, elektroniknya sedang berosilasi (yang terdengar seperti suara mencicit), untuk mendeteksi korslet. Kalau korsletnya sudah tak ada, kembali normal, kalau belum, terus mencuit-cuit. Sepertinya keseringan korslet membuat dioda dan kapasitornya jebol. Jangan lupa ganti kabelnya tuh mbah Pur, nanti jebol lagi.

Lho, bukannya ngomongin pendeta, kok malah ngebahas adaptor yak?

Masalahnya, adaptor kalo diganti, hati nurani tak perlu diguncang. Kalau pendeta, atau jemaat, atau lain-lainnya, kan bagian dari tubuh Kristus. Mao nggak mao harus di-'reparasi'.

Kalau gereja dianalogikan tubuh Kristus, masa satu bagian tubuh kita yang sedang sakit asal dipotong dan ganti baru? Ndak bisa kan? Apa enaknya yang sakit ini diplaster pake seng terus diletakkan di belakang gedung saja mbah Pur?

 

Purnomo's picture

Bang Rusdy, memangnya pendeta itu meja makan?

          Apa enaknya yang sakit ini diplaster pake seng terus diletakkan di belakang gedung saja?

             Pendeta tentu tidak boleh disamakan dengan meja makan walau fungsinya agak mirip. Yaitu, tempat di mana kita bisa mendapatkan makanan yang jauh lebih sehat dan bergizi daripada jajan di luar. Analogi yang saya pakai lebih cenderung kepada bagaimana melakukan repositioning-nya. Beliau bisa diberi tugas khusus sebagai dosen seminari atau sekolah teologi, sebagai kepala sekolah Kristen, sebagai pengelola yayasan Kristen. Kalau rusaknya terlalu parah lebih cocok ditugaskan sebagai pendeta rumah sakit. Sekalian berobat ‘gitu maksud saya.

            Salam.

 

mujizat's picture

Kalau ngak bisa di repair ya replacement or leave it,...

Shalom,

Seperti biasa, blog pak Poer memang sangat bermutu,...

Pendeta adalah seseorang yang "duduk di kursi Musa" sebagai yang diurapi.

Pendeta adalah yang dipercaya sebagai Covering buat komunitas jemaat yang menyerahkan diri pada penggembalaan di gereja tersebut. Kalau sebagai covering, dianya sendiri bocor, kasihan jemaatnya.

Muji ingat kisah Akhan yang nyolong barang berharga, pada waktu itu Israel habis bertempur robohkan tembok Yerikho. Gara-gara kesalahan Akhan, yang menjabat sebagai covering atas keluarganya, sebab dia selaku kepala rumah-tangga, maka istrinya, semua anak-anaknya dan seluruh miliknya termasuk budak-budak "yang tidak berdosa" ikutan dirajam.

Kalau pendeta, selaku covering bocor terus, ngadat terus, dan misalnya ngak mau nerima saran dari Majelis /Jemaat, yha memang musti di replace saja.

Tetapi kalau dia mengangkat diri menjadi "yang mahakuasa" di gereja itu, better kita yang hengkang.

Tapi omong-omong, Yesus pernah nyinggung soal kantung yang baru untuk menampung anggur yang baru (pendetanya kita lupakan dulu,... ).

Ini yang Muji duga akan dibahas pak Poer, tapi kerana ngak, yha Muji nambahin dikit. Ada orang yang "takdirnya" mempunyai temperamen yang jelek dan berdosa, pokoknya talent nya minim banget.

Nah supaya dia bisa menjadi "orang baik" , maka bukan dengan cara latihan, tetapi dengan meminta kepada Tuhan roh yang baru dan hati yang baru. Masih relevan dengan judul blog ini. Jadi keselamatan jiwa itu soal replacement dan bukan repair.

Salam,

Mujizat

__________________

 Tani Desa

Purnomo's picture

Muji, siapa yang harus meminta?

          Nah supaya dia bisa menjadi "orang baik" , maka bukan dengan cara latihan, tetapi dengan meminta kepada Tuhan roh yang baru dan hati yang baru.

               Siapa yang harus meminta kepada Tuhan? Tentu jemaatnya, bukan? Sayang ini bukan pekerjaan mudah. Baru mengingat diri beliau saja jemaat sudah senyum-senyum. Masa berdoa sambil cengengesan? Lagipula kata orang doa pendeta lebih manjur daripada doa kaum awam.

              Salam.

smile's picture

Pak Pur : hanya tips ringan,.semoga bermanfaat

Pak Purnomo,...bener,..REPAIR IT.....

walaupun jaman sekarang maunya serba praktis,.......tapi jangan cepet di replacement.....kayak charger laptopnya...(berbentuk adaptor, yah)..

Ngomong ngomong, pak,..maaf bukan sok tau,..emang tau seh,..mau kasih tips aja,...

sebenarnya laptop itu ga harus chargernya sama persis,..liat aja pak berapa arus yang dihasilkan,..biasanya ada di charger laptop itu, dan berapa ampere?

Semua yang tidak bisa dibuka itu memang dibuat tidak untuk diservice,...tapi abaikan itu, yang kita perlukan bukan bentuknya yang cantik, tapi fungsinya,...komputer dirumah pun bila ga ada housing nya ga masalah,..kalau memang yang make kita,yang penting adalah monitornya,....dan,..keyboard serta mouse,...just it...

Bila rusak jangan sampe sayang untuk membongkarnya, karena komponen dalam adaptor itu biaanya simple dan sangat mudah didapatkan dimana mana. Harga dioda, apalagi reistor hanya puluhan rupiah, paling mahal juga ratusan perak,..untuk ic ic,..semuanya sekarang china punya,..dan sangat murah,..komponen yang diperlukan selain dari kumparan dalam adaptor, harganya kalau melihat apa yang pak Purnomo sebutkan ga lebih dari 5000 perak saja.

itulah jasa service,..kita memang tidak bisa ngomong apa apa karena itu adalah keahlian mereka. Sparepart jaman sekarang tidak sekuat sparepart jaman dulu,..jadi,...jika untuk laptop yang digunakan terus menerus,..max 6 bulan pasti jebol atau merambat ke yang lain,...( bukan menakuti pak,..pengalaman....)

mending cari chage laptop baru, dan kepalanya diganti dengan yang lama.....itu lebih oke, tapi perhatikan yang mendekati untuk output dan amperenya,...

semoga bermanfaat,...(kok jadi bahas adaptor yah,..hehehehe)

 

 

__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"

Rusdy's picture

Pendeta VS Adaptor

Masalah "Sparepart jaman sekarang tidak sekuat sparepart jaman dulu" ini sih tergantung.

Di konteks adapter, di jaman jadul, adapter yang berisi sebuah trafo besar, dioda-jembatan, kapasitor dan sebuah IC regulator masih normal. Sekarang, switched-mode-power-supply lebih banyak ditemukan, karena jauh lebih ringan dan murah (trafo terlalu banyak mengandung besi dan tembaga, jauh lebih mahal dan berat dibanding komponen elektronik lainnya).

Di jaman jadul, adaptor hanya berkapasitas sekitar 10-20W, seperti adaptor Nintendo jadul saya dulu (NES). Adaptornya berat (karena pakai trafo), yang mana selalu saya letakkan di depan kipas angin, karena terlalu panas akibat bermain berjam-jam. Panasnya adaptor diakibatkan efisiensinya yang rendah, akibatnya, 20W tenaga masuk, paling hanya 15W keluar, dengan 5W dibuang sebagai panas.

Sekarang, laptop saya memiliki adaptor yang ukurannya sama dengan adaptor NES jadul saya yang dulu. Adaptor ini mengkonsumsi 90W, dengan tanpa panas sedikit pun, alias efisiensi mendekati 100%.

Bedanya, dengan menggunakan switched-mode-power-supply (diperparah dengan kapasitas lebih besar), komponen-komponen ini menderita stress jauh lebih banyak dibanding komponen dulu:

Komponen jaman jadul, misalnya dioda dan kapasitor di adaptor NES saya, hanya perlu menghantar 1-2 Ampere arus, dengan voltase maksimum 20V. Dioda dan kapasitor jaman sekarang, harus menderita 10-20Ampere-pulse, dan pulse-voltage yang sangat besar (200-300V). Jadi, menurut saya, komponen jaman jadul dan sekarang belum tentu bisa dibandingkan.

Konsumer melihat umur barang elektronika lebih pendek, ini juga dipengaruhi berbagai faktor:
- Jaman jadul, konsumer punya sebuah radio ato tepe bisa bertahun-tahun, sekarang teknologi CD aja udah mao lengser ke prabon lagi gara-gara Blu-ray
- Akibatnya, para produsen sengaja mendesign product life yang lebih pendek, karena ini lebih murah (dan kita melihatnya seakan-akan produk sekarang tidak tahan lama)

Nah luh, hubungannya dengan topik pendeta apa?

Menurut saya (maksa nyambung), sepertinya ekspektasi jemaat jaman jadul lebih sederhana dibanding jaman sekarang. Khotbah tentang Yesus tersalib, setia dengan pasangan, mengasihi sesama, rasanya cukup-cukup saja.

Sekarang, jemaat udah kelewat pinter, bisa baca dari sabda.org versi Ibraninya lagi! Pendeta sekarang harus menguasai teologi jauh lebih dalam, harus bisa menganalisa berbagai penalaran Alkitab,  dari si hai-hai tentang adam = ular, homoseks normal karena tidak disebut Alkitab, dan embel-embel lainnya.

Bak adaptor jaman sekarang, pendeta sepertinya diekspektasi harus lebih efisien, berpengetahuan lebih dalam, dan banyak lainnya di dalam kemasan yang berukuran sama seperti dahulu. Kalau bisa, jauh lebih 'murah'.

Kalau rusak, disangka "ih, pendeta sekarang nggak tahan banting kayak dulu yah?"

Miyabi's picture

@rusdy Pendeta Arus Kuat Ibukota

Pendeta sekarang sering telat karena Arus Kuat jalan raya ibukota yang makin sering macet.

Kalo cuma bikin di satu tempat dan nggak buka cabang di mana-mana, nanti operasional nggak nutup. 

__________________

".... ...."

Purnomo's picture

Komen Rusdy "pendeta vs adaptor" ibarat membawa bola

          sampai ke depan gawang lawan kemudian ditinggal begitu saja.

Bak adaptor jaman sekarang, pendeta sepertinya diekspektasi harus lebih efisien, berpengetahuan lebih dalam, dan banyak lainnya di dalam kemasan yang berukuran sama seperti dahulu. Kalau bisa, jauh lebih 'murah'.

          . . . . . . dan kalau gampang rusak harus dimaklumi.

         Gooollllll.

Purnomo's picture

Smile, thx

untuk technical advice-nya.

     Salam.

minmerry's picture

Hiks.

Jadi kangen ama Papa.

__________________

logo min kecil

Purnomo's picture

@Minmerry jeli menangkap nuansa lain

          Pernah seorang teman bertanya, "Apa yang kamu harapkan dari anak-anakmu?"

          Setelah berpikir agak lama saya menjawab, "Saya berharap, sangat berharap, menjelang peti matiku ditutup mereka berkata dalam hatinya: 'Aku senang orang ini pernah menjadi Papaku.' "

         Salam.

ArcH's picture

lucu ... harapan saya adalah

lucu ... harapan saya adalah supaya anak saya kelak lebih baik dari saya dalam setiap aspek. and i don't even have a girlfriend yet ;p

__________________

Destiny is what you make of it