Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kita juga salah.

Diapari MT Situmeang's picture

Dalam kehidupan kita, umat Kristen sering menyalahkan orang atau kelompok lain atas kegagalan-kegagalan kita. Kita tanpa sadar sangat ekstrim dan emosional menilai orang lain dan diri kita dengan mengatakan: “Aku (kami)  kelompok minoritas maka aku (kami) ditekan. Payah naik pangkat/golongan karena atasanku amat fanatik pada agamanya. Calon pemimpin yang kami idolakan gagal karena terlalu membela kelompok minoritas. Gereja kami dihambat karena di sekitar lingkungan kami banyak orang yang tak seiman dengan kami..…dan seterusnya” Semua tindakan kita tanpa sadar telah menciptakan phobia di diri kita terhadap kelompok lain, padahal kelompok lain itu tidak seluruhnya sejelek yang kita bayangkan.

Banyak cara supaya kita dapat menjadi garam dan terang Kistus contohnya, di gereja tempat saya beribadah (HKBP resort Medan Kota) setiap hari Sabtu diadakan “doa syafaat” yang cakupannya cukup luas, jadi yang didoakan bukan hanya kepentingan anggota resort dari HKBP Medan  Kota saja, melainkan hal-hal yang dianggap penting baik di daerah maupun negara, bahkan dunia. Karena saya jarang hadir (saya adalah jemaat biasa bukan majelis apalagi pendeta), maka hari jumat saya sering mengirimkan (melalui sms) topik doa kepada pelayan yang saya perkirakan hadir pada acara doa syafaat tersebut. Beberapa sms saya adalah: “Mari kita doakan agar oknum/kelompok yang menganiaya umat Kristen supaya berubah menjadi Kristen, bukan hanya Kristen, tapi Kristen yang fanatik.” Kita jangan terlalu phobia terhadap pihak lain, sebab yang diperlukan adalah tokoh-tokoh kristen yang berani bicara kepada pejabat tinggi Negara (Eksekutif, Legislatif dan Judikatif, sipil maupun militer) untuk mempertanyakan: Apakah Indonesia negara agama atau tidak? Apakah hak warga negara Indonesia sama atau tidak? Kalau sama, kenapa hak kaum minoritas (kristen) selalu dibatasi? Kenapa pada zaman Soekarno hanya beberapa tokoh (kristen) dapat membatalkan Piagam Jakarta (memperjuangkan haknya)? Ke mana tokoh kristen Indonesia pada saat gereja HKBP Binjai dihalangi pembangunannya dan HKBP Cinere, Depok dicabut IMB-nya? Diam saja? Padahal untuk memperjuangkan Protap semua bicara, bahkan ada yang bersedia dipenjara dan mati untuk itu. Jadi orang kristen (terutama tokoh-tokohnya) tidak perlu menangisi apa yang dialaminya, tetapi harus melakukan sesuatu untuk meminimalkan penderitaan yang telah dan akan dialaminya. Orang kristen seharusnya jangan terlalu sering menyalahkan pihak eksternal, akan tetapi bertanya kenapa doa orang kristen sudah seperti tidak ada kuasanya lagi (Yak. 5:16b). Sebelum melanjutkan, perlu saya jelaskan bahwa saya bukan anti Protap, yang saya tidak ingini adalah adanya pihak yang berniat membentuk Protap hanya untuk kepentingan jabatan, dan kepentingan priibadi lainnya. Kepentingan lain itu antara lain ingin jadi cukong atau tuan tanah di Tapanuli, dan kepentingan lainnya yang tak ada hubungannya dengan kemajuan daerah dan kemakmuran rakyat Tapanuli.

Sebenarnya orang Batak dari dulu sampai sekarang sangat mengetahui ada pihak eksternal yang ingin agar orang Batak terus terbelakang dan bodoh. Untuk tujuan ini dirancang sistem pembodohan masyarakat Batak, demikian juga direkayasa pemilihan pemimpin gereja dan daerah yang sesuai dengan selera penguasa dan pengusaha dan kelihatan atau dikondisikan seolah-olah sah menurut undang-undang negara atau A/P gereja (lengkapnya baca buku Krisis HKBP, Ujian bagi iman dan pengamalan Pancasila, diterbitkan oleh Biro Informasi HKBP, Pearaja, 1995,  halaman 51-54). Kalau tahun 90 sistem pembodohan itu dilakukan secara kasar, sekarang sangat halus tanpa disadari baik oleh rakyat maupun segelintir intelektual Batak (termasuk yang memiliki gelar sarjana, yang pura-pura tidak tahu adanya pembodohan ini), karena mereka juga memang mendapat benefit dari pembodohan Saudara/Saudarinya masyarakat Batak tersebut. Jadi tidak salah memang pada filem Spartacus  penguasa Roma digambarkan kelakuannya sudah sama dengan pelacur. Apakah zaman sekarang ini para pemimpin dari sukubangsa Batak (yang pura-pura tak tahu penderitaan umat) terutama di gereja sudah sama seperti digambarkan pada filem Spartacus tersebut? Tentunya yang menilai selain Tuhan, adalah pribadi masing-masing pejabat daerah dan gereja.

Karena alasan tersebut di atas, maka yang dibutuhkan oleh Bona Pasogit  kita adalah Ephorus/Bishop gereja yang lebih keras dan tegas dari Ephorus/Bishop yang pernah ada sebelum ini. Demikian juga Tapanuli membutuhkan Bupati/Gubernur (kalau sudah jadi propinsi) yang tegas dan keras untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan pengusaha, apalagi kalau usaha tersebut adalah perusak lingkungan hidup. Kita dapat menilai sendiri mutu para pemimpin (pemerintahan dan gereja) yang berkuasa di Bona Pasogit kita, dan keadaan ini memang disengaja demi kepentingan penguasa dan pengusaha tersebut. Di sana dibuat slogan-slogan untuk kepentingan pengusaha dan pengusaha tadi, antara lain: “Damai itu indah”, padahal semua orang tau apa tujuan di balik slogan yang kelihatan indah ini. Apalagi kalau bukan demi kedamaian para pengusaha dan penguasa tersebut? Mereka kira kita rakyat ini bodoh. Saya pernah ingatkan pada satu saat nanti Bona Pasogit kita itu akan berubah menjadi padang pasir, minimal kerusakan egosistem. Kalau keadaan ini sudah terjadi, tak ada gunanya lagi kita menyesali diri.

Pembaca mengetahui kalau sistem di komputer rusak, maka dapat menimbulkan kemacetan pada sistem lain, bahkan komputer  akan rusak bahkan mati. Saya tidak akan menguraikan secara panjang lebar, betapa rusaknya sistem lain kalau egosistem di Tapanuli rusak, Anda dapat mebayangkan sendiri apa yang bakal terjadi.. Akhir-akhir ini saja banyak hal-hal negatip akibat salah kaprahnya banyak pihak menilai arti pembangunan ekonomi, orang lebih banyak menyebutkan segi-segi positipnya saja, dampak negatipnya terlalu diminimalkan bahkan disembunyikan. Dampak positip dari industri yang menggunakan bahan baku dari alam biasanya hanya dalam jangka pendek dan yang menikmati adalah segelintir oknum pejabat yang mengatas namakan rakyat, tapi dampak negatipnya biasanya jangka panjang dan yang menanggung akibatnya adalah rakyat sendiri (untuk menghutankan kembali Tapanuli diperkirakan perlu waktu seratus tahun). Ini bukan hanya terjadi di Tapanuli, tapi hampir merata di negeri tercinta ini. Saya tidak anti kalau ada pabrik di Tapanuli. Boleh ada pabrik, tapi jangan mengambil bahannya dari Tapanuli, jadi ada keseimbangan, dengan demikian yang menjadi korban keadaan tidak seluruhnya ditanggung oleh Tapanuli. Sekali lagi dalam hal seperti inilah diperlukan pemimpin (gereja dan daerah) yang tegas demi kepentingan rakyat dan lingkungan dalam arti luas.

Sekarang kalau dikaitkan ke judul tulisan ini, saya katakan “Kita juga salah”. Bukankah kita yang memilih siapa pemimpin (gereja dan pemerintahan) di daerah/negara/gereja kita?” Karena itu ke depan kita harus benar-benar ekstra hati-hati dan teliti untuk memilih pemimpin daerah, negara, apalagi gereja yang menyangkut tanggung jawab kita bukan hanya di dunia melainkan juga di akhirat. Kita sebenarnya mengetahui oknum calon pemimpin di negara/dunia, malahan gereja, tekad mereka biasanya: “Apa yang kuperoleh kalau aku memperoleh jabatanku?” Jarang kita temukan calon pemimpin yang bertekad melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan dalam mengemban tugasnya bersedia menyerahkan jiwa dan raganya demi kepentingan rakyat/umat. Jadi, ke depan jangan lagi kita tanamkan semboyan memilih  terbaik dari antara yang buruk, tapi harus memilih terbaik dari yang baik. Sebab saya sangat tahu banyak perguruan tinggi, dan lulusan Akabri yang menghasilkan sarjana/ perwira yang memperoleh indeks prestasi di atas 3, bahkan ada yang 4 + (summa cum laude).

Mulai sekarang diharapkan semua pihak sudah menyiapkan kader-kader pemimpin (baik untuk gereja maupun negara/daerah) untuk minimal 5 tahun ke depan, jangan sudah dekat pemilu/pilkada atau sinode gereja baru sibuk cari calon pemimpin. Jadi tiap lembaga gereja (setiap distrik) maupun negara/daerah (melalui partai politik) perlu dibuat departemen khusus atau tim pencari (bakat) calon-calon pemimpin. Ini yang penting, bukan sibuk menjelek-jelekkan orang lain yang walaupun tim seperti itu (tim pengejek orang lain), tanpa disadari memang ada di beberapa kelompok, anggota-anggotanya terdiri dari para intelektual berpendidikan tinggi pula lagi.

Jadi jalan keluarnya bagaimana? Jawabnya, perkuat kedudukan dan hak rakyat dengan membuat Undang-Undang (U.U. untuk negara/daerah) atau A/P (untuk gereja) yang dapat menurunkan pejabat (gereja maupun negara/daerah), apabila pejabat gereja atau negara/daerah itu ternyata tidak berhasil menjalankan tugasnya dengan sempurna. Bukankah selama ini baik U.U. dan A/P yang ada ternyata memposisikan kedudukan pejabat gereja maupun negara/daerah yang sangat kuat dan tidak dapat diganggu gugat, walaupun yang bersangkutan tidak berhasil menjalankan tugasnya? Buat juga ketentuan tentang kriteria/ukuran keberhasilan dan ketidak berhasilan, juga hak jawab dan menuntut balik dari pejabat, supaya jangan terjadi justru kediktatoran masyarakat/umat.

Semoga kita semakin sadar akan tanggung jawab kita sebagai warga Negara dan Kerajaan Allah. Atau kita memang mengira Tuhan tidak akan mengulang hukuman terhadap Sodom dan Gomora? Harap ingat, Tuhan hanya berjanji tidak akan mengulang datangnya air bah, bukan hukuman terhadap Sodom dan Gomora. Sadarlah sebelum semua itu terjadi dan jangan lagi ciptakan dosa di negeri ini sama dengan dosa yang pernah dilakukan di Sodom dan Gomora. Atau kelak balatentara sorga hanya dapat menyanyikan lagu karangan Benny Panjaitan: “Terlambat Sudah”, karena Tuhan Yesus, Kekasih Suci kita, Sang Hakim Mahaagung, sudah sangat jijik melihat kita.

Kita doakan ada lebih dari 10 orang yang benar di negeri ini, agar hukuman yang pernah dijatuhkan di negeri Sodom dan Gomora tidak dijatuhkan, dan orang yang benar itu adalah Anda, yang sangat disayangi oleh, dan setia sampai akhir kepada Kristus Yesus, Tuhan kita. Amin.

 

Salam dari Diapari M.T. Situmeang, dsitumeang@ymail.com

 

Rusdy's picture

Menuntut Hak Kristen

Betul, kita sebagai pengikut Tuhan harus mengutamakan kepentingan orang yang tertindas (Yesaya 1:17) dan berusaha sekeras mungkin untuk membela mereka. Firman Tuhan cukup jelas dalam menuntut setiap pengikutNya untuk tidak 'asal pasrah' saja, melainkan untuk aktif berperan serta dalam pembelaan rakyat banyak (terutama bagi mereka yang tertindas).

Prakteknya, tentunya akan tergantung konteks waktu dan tempat. Di konteks Diapari, seperti yang sudah dijelaskan, memperkuat kedudukan rakyat, dengan menggunakan UU setempat untuk mencegah kesewenang-wenangan para pengusaha dalam merusak ekosistem, adalah contoh yang baik.

Aplikasi ke setiap kita, tentunya ini akan menyentuh topik partisipasi orang Kristen dalam kehidupan bernegara, dari nyoblos, berpolitik, dan lainnya. Bagaimana kita membela mereka yang tertindas melalui penggunaan hak bernegara kita, tentunya akan berbeda untuk setiap individu, tergantung tempat dan waktu.

Menurut saya, aplikasi ini justru merupakan pertanyaan yang cukup sulit dijawab:

"Apa yang dapat saya lakukan untuk 'mereka'?"

Akhir tahun kemarin, saya berkunjung ke Sumatra Barat. Kebetulan, waktu itu sedang diadakan pemilihan pemimpin daerah (tidak tahu detailnya). Yang menarik perhatian saya, di setiap jalan besar sampai ke daerah kampung terpencil, terpampang bendera-bendera dan papan besar dari setiap partai dan para pemimpinnya. Pertanyaan saya, "Bagaimana mereka mendapatkan dana untuk hal-hal seperti ini?"

Petani lokal daerah itu bercerita kepada saya, bahwa partai-partai tersebut ternyata menuntut 'sumbangan' dari para agen pengumpul hasil pertanian. Konsekuensinya, para petani kecil harus ikut 'membayar' melalui harga jual yang turun. Apakah ini adil bagi para petani kecil?

"Apa yang dapat saya lakukan untuk 'mereka'?"

--------

Di konteks kehidupan bergereja, penutupan dan perombakan gereja bukanlah hal baru lagi. Diapara sendiri merupakan saksi mata dari hal ini. Tentunya, menuntut hak kebebasan beragama tidak salah. Tetapi, pantaskah kita menuntut hak ini?

Titus 2:7-8

...dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu,sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita.

Yang mana lebih menarik bagi 'orang luar', untuk kita menuntut hak bergereja kita, atau membela hak rakyat kecil?

Diapari MT Situmeang's picture

Menuntut Hak Kristen

Pak Rusdi yang berhikmah,

Terimakasih atas komentar dan pandangan bapak yang sangat baik ini. Hal ini semakin membangkitkan semangat saya untuk membuat artikel lain terutama dalam hal yang mengkritisi kita-kita kristen ini. Titus 2: 7-8 yang Bapak kutip mengingatkan saya pada mendiang Pdt DR. Eka Darmaputera, orang kristen bukan dituntut untuk mengkristenkan orang yang non kristen, melainkan agar orang lain melihat ada gambaran Kristus di diri orang kristen.

Syalom Tuhan memberkati Bapak dan keluarga. Amen.  Mohon dikirimkan alamat email Bapak ke email saya.