Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Sungai
Sebuah Kampung di Pinggir Sungai
Ia tersenyum.
Kubalas dengan senyum yang bentuknya kuharap seperti mulut orang marah mencicipi mangga masam.
Tidak terlalu sulit. Aku membenci orang-orang Humas dan Protokol. Sudah banyak cerita tingkah mereka kalau gubernur mau datang. Pagi ini kualami sendiri. Mereka datang, bertingkah seolah-olah merekalah pemilik hotel: mengutak-atik susunan ruangan, menyuruh mengganti deretan kursi depan, kemudian menempelkan jabatan orang yang pantatnya akan menempel di situ. Itu belum cukup. Seorang di antara mereka—manusia sombong dengan alat komunikasi di lubang telinga—meletakkan bara di atas kepalaku. Ia mengusirku dari lobi, berkata, "Sebentar lagi Gubernur datang, jangan bengong di depan pintu."
- anakpatirsa's blog
- 2 comments
- Read more
- 5527 reads
Aku Memancing
Aku pergi memancing.
Gara-gara setiap sore kulihat tongkat pancing berseliweran sepanjang jalanan kota.
Aku pergi ke toko alat pancing. Kubeli yang sangat praktis. Tidak perlu kupamerkan tongkat sepanjang lima meter, aku hanya perlu membuat ujungnya menyembul dari dalam tas.
- anakpatirsa's blog
- 13 comments
- Read more
- 8332 reads
Kisah di Atas Jalan
Sungai kampungku yang berhulu di pengunungan Schwaner, pegunungan yang pernah tak tersentuh peradaban itu masih ada. Memanjang enam ratus kilometer sampai ke Laut Jawa, laut yang memencilkan kami. Seratus tahun lalu, pemimpin adat dari seluruh pelosok pulau masih bisa mengarungi sungai ini. Berkumpul di hulunya, bersepakat meniadakan kebiasaan potong kepala. Sekarang, tidak ada lagi yang bisa mengarunginya sampai ke hulu. Tidak ada lagi kapal yang mampu melewatinya. Masa pulang kampung sehari-semalam di kaleng sarden itu sudah lewat; saatnya menikmati perjalanan di atas tanah. Masa meletakkan barang di atas lanting sebagai tanda mau menumpang juga sudah berakhir; teknologi bernama Short Message Service ataupun Missed Call benar-benar berguna.
- anakpatirsa's blog
- 11 comments
- Read more
- 5622 reads
DANAU HA’I
“Ayo, bangun!” seseorang menggoncang-guncangkan tubuhku. Akupun terbangun. Kaget sesaat mendengar orkes binatang malam. Kodok bersahut-sahutan di danau, burung hantu mengeluarkan suara menakutkan di kejauhan. Kantuk dan dinginnya malam membuat sulit memusatkan pikiran. Akhirnya bayangan pohon besar itu membuatku ingat sedang berada di tengah hutan. Membuatku langsung bangkit. Ada yang harus kami lakukan malam ini.
- anakpatirsa's blog
- 1 comment
- Read more
- 6337 reads
Kisah di Atas Sungai (2)
Sudah beberapa kali melewati kampung ayah, berhenti hanya jika kapal yang kutumpangi menjemput atau menurunkan penumpang. Sama sekali belum pernah menginjakkan kaki di sana, tetapi kali ini benar-benar berhenti di dermaga kampungnya.
- anakpatirsa's blog
- 2 comments
- Read more
- 4566 reads
Kisah di Atas Sungai
Sudah ada yang tidak beres dengan perjalanan ini sejak awal. Jam delapan pagi aku sudah tiba di dermaga dan langsung masuk ke kapal kecil yang disebut klotok. Bila saja tidak ada jam karet, jam sembilan seharusnya sudah lepas tambatan. Hampir setengah sepuluh, namun penjual tiket masih berteriak-teriak "Tehaw... Tehaw...!" Meneriakkan tujuan akhir perjalanan, kampungku. Padahal di dalam kapal sudah hampir seperti kaleng sarden, hanya di bagian atapnya ada beberapa tempat di antara tumpukan barang yang masih belum terisi.
- anakpatirsa's blog
- 4 comments
- Read more
- 4568 reads