Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

GWB 8 – DERITA CALON PENDETA (bag-1)

Purnomo's picture

                 Dua tahun yang lalu ketika mengunjungi alamatnya, aku hanya bertemu istrinya. Suami istri ini GWB (Guru Wiyata Bakti). Rumah mereka seatap dengsn sebuah gereja karena si suami adalah pendeta. Aku harus menanyakan beberapa hal walau dia pernah selama setahun aku kirimi donasi, karena posisinya sebagai “GWB sekaligus pendeta” akan aku rubah menjadi “Pendeta sekaligus GWB”.


                  Siang tadi aku tidak bisa menemuinya karena dia sedang di Bukit Doa. Baru sorenya aku bisa berbincang-bincang di teras gereja kecilnya.
                 “Pak Budi, istri Bpk asal Nias. Bpk sendiri asal mana?”
                 “Saya dari Bengkulu.”
                 “Bengkulu dekat Nias  ya Pak, tinggal menyeberangi selat saja.”
                 “Jauh, jauh sekali. Nias dekat Medan, Bengkulu dekat Lampung.”
                 “O iya,” kataku. “Dari Bandar Lampung terus ke Kotabumi, Bukit Kemuning, Martapura, Baturaja, Lahat, Lubuklinggau, Muara Bungo, Solok, Bukit Tinggi, Bonjol, Padang Sidempuan terus ke utara menjelang Tarutung belok kiri, sampai deh kita di Sibolga. Lalu menyeberang ke pulau Nias.”
                 Aku lihat wajahnya bengong. Aku segera melanjutkan. “Kalau ke Bengkulu, waktu sampai di Lubuk Linggau kita langsung belok ke kiri naik gunung sampai Kepahiyangan, turun ke Curup, turun lagi ke Bengkulu. Bpk di kota Bengkulunya atau di utaranya: Muko2, atau di selatannya: Manna?”

                 “Manna,” jawabnya.
                 “Wah, gudangnya pakar santet dan orang pintar.”
                 “Kok bpk tahu?” tanyanya keheranan. Aku tak perlu memberitahu aku pernah jadi salesman yang berkelana dari Lampung sampai Banda Aceh selama 11 tahun. Karena itu alih-alih menjawab aku bertanya,
                 “Pak Budi bisa memanggil setan?” Jan purnomo kurangajar tenan, pendeta kok ditanyai begitu. “Maksud saya dulunya.”
                 “O, itu bapak saya ahlinya.”
                 “Lalu mengapa anaknya bisa-bisanya jadi pendeta Kristen?”
                 “Ceritanya panjang.”
                 “Saya mau mendengarnya.”

                 “Saudara sepupu perempuan saya mendadak meninggal. Dari siang sampai sore berdatangan beberapa orang pintar untuk membangunkannya, tetapi tidak berhasil. Saya ingat pukul 5 sore datang orang-orang gereja untuk berdoa. Orang tua sepupu saya mau menerima kedatangan mereka karena sudah putus asa. Mereka minta acara penguburan ditunda. Mereka berdoa dengan terus menerus menyebut nama Yesus. Pukul 7 malam sepupu saya hidup kembali. Waktu mereka pulang dan sudah di luar rumah saya tanya siapa itu Yesus. Kata mereka Yesus itu Tuhan dan mereka memberi saya sebuah Alkitab. Sejak itu saya menyelidiki Yesus itu siapa. Itu yang mendorong saya kemudian ke Jawa, ke sekolah teologi di Malang.”
 
                 “Gereja Manna yang mensponsori?”
                 “Tidak, saya pakai uang tabungan saya. Selesai SMP saya bekerja beberapa tahun sebagai petani. Hasilnya saya tabung. Peristiwa itu membuat saya masuk SMA karena masuk sekolah teologi harus lulus SMA dulu. Biayanya dari tabungan saya. Sisa tabungan saya bawa semua waktu berangkat ke Jawa.”

                “Jadi Bpk waktu berangkat ke Jawa sudah percaya Yesus itu Tuhan?”
                “Justru itulah yang mau saya pelajari.”
                “Dari mana Bpk mendapat alamat sekolah teologi di Malang itu?”
                “Dari pengurus gereja.”
                “Dihidupkan kembali adalah mukjizat yang luar biasa. Tetapi mukjizat yang paling utama adalah ketika seseorang betul-betul memercayakan hidupnya kepada Yesus sebagai Tuhan. Kapan Bpk mengalami mukjizat yang terutama itu?”



            “Kalau Yesus Engkau itu betul-betul Tuhan, buktikanlah sekarang, itulah doa pertama saya meminta mukjizat ketika sampai di terminal Pulo Gadung Jakarta. Itu pertama kali saya pergi jauh. Saya tidak tahu Malang itu di mana kecuali di Jawa Timur. Saya sudah beli karcis bis, tetapi saya tidak tahu di mana harus menunggu. Terminal itu luas dan ramai sekali. Saya duduk di lantai dan menangis karena bingung. Lalu saya melihat ada orang berjalan mendekat. Badannya besar dan ototnya gempal. Entah bagaimana saya merasa dia bisa menolong saya. Waktu dia berjalan melintas depan saya, saya menyapanya dan bertanya, ‘Pak, tempat tunggu bis Lorena di mana?’. Dia menjawab, ya di sini, dan tanya saya mau ke mana. Waktu tahu saya mau ke Malang, dia bilang ‘saya juga, juga dengan bis Lorena’. Wah, saya senang sekali. “

            “Waktu bis datang saya ikut dia masuk. Ternyata nomor tempat duduknya sama dengan saya, 27. Setelah diperiksa oleh kondektur, saya disuruh turun karena bis saya yang berikutnya. Saya turun dan merasa sendirian lagi. Setengah jam kemudian kondektur itu turun menemui saya. Ada 1 penumpangnya belum datang sementara bis harus segera berangkat. Saya disuruh masuk bertukar bis dengan penumpang itu. Saya di suruh duduk di samping orang muda itu. Pemuda itu tanya saya di Malang mau ke mana. Ke Sukun, jawab saya. Dia bilang mau ke SAAT dan nanti kita sama2 turun. Bagi saya itu mukjizat.”

            “Bapak ini termasuk petani kaya, bisa membiayai sendiri kuliah di teologi,” kata saya.
            “Kaya? Saya buruh tani. Sisa tabungan hanya bisa unt bayar uang gedung dan 2 bulan uang kuliah dan asrama saja. 3 bulan setelah saya menunggak uang kuliah dan asrama, saya disuruh keluar dan diberi waktu 2 minggu. Setelah 2 minggu bila hutang itu tidak dilunasi, nama saya akan dicoret. Saya tidak punya famili di Malang. Saya tidak tahu ke mana harus pergi. Serupiah pun saya tak punya. Jadi saya sembunyi di gudang sekolah. Di situ saya berdoa puasa dan mengetik paper untuk akhir semester.”
            “Bpk berpuasa tidak makan tidak minum selama 2 minggu?” tanyaku.
            “Setiap hari saya hanya minum dan makan satu kali. Teman-teman bergiliran menyisihkan jatah makannya untuk saya. Sehari sebelum waktu ultimatum itu berakhir teman-teman bilang dosen mencari saya. Mereka tidak tahu untuk apa. Saya pikir dosen mau memberi saya surat DO. Saya pasrah, saya menemui dosen di kantornya. Dan apa yang dikatakannya mengejutkan saya. Dosen bilang saya boleh kembali kuliah dan tinggal di asrama. Ada orang yang membayar semua biaya sekolah saya. Dia tidak mau disebut namanya, tetapi setiap bulan saya diminta dosen membuat surat ucapan terima kasih kepadanya. Terserah mau menyebutnya dengan NN atau malaikat Tuhan. Mukjizat itu telah terjadi kembali.”

           “Tetapi saya tahu diri. Saya pindah dari jurusan S1 ke D2. Saya juga minta dosen memberi saya pekerjaan di kampus, entah itu bersih-bersih lantai, berkebun atau bertukang. Sebelum selesai kuliah saya sudah percaya Yesus itu Tuhan dan Nama-Nya itu punya kuasa yang luarbiasa. Dalam tugas-tugas ke luar kota dengan Nama-Nya saya melakukan pelayanan pelepasan dari roh jahat. Kalau bapak saya bisa mendatangkan roh jahat, saya bisa mengusir roh jahat dengan nama Yesus.”

                                                   (Minggu 02.08.2015)

*** gambar diambil lewat google.

guestx's picture

Bengkulu yang dekat Nias

"Bengkulu itu dekat Nias ya ? Dari Bengkulu tinggal pasa Ge-Jek (getek ojek) dan minta diseberangkan ke Nias"

Hahahah... Pantesan Pak Pendeta bingung. Gak sadar dicandai oleh 'raja jalanan' yang hapal setiap ruas jalan antar lintas Sumatera.

 

__________________

------- XXX -------

Purnomo's picture

Sy tidak men'canda'i kok

betul2 sedang blank saat itu.

Tetapi mengapa - seorang teman bertanya (krn blog ini aku aplot di sebuah grup pesbuk) - aku kemudian nyinyir memamerkan 'gps'ku?
Aku tidak menjawab.

Pameran 'gps' itu unt memberitahu kepadanya aku tahu daerah itu sehingga jangan 'macam2'.

Pernah seorang pendeta di kotaku bercerita pernah setahun melayani di Medan, bergaul dgn anak2 jalanan, bahkan menemani mereka minum miras. Waktu dia menyebut sederet nama miras itu aku bertanya 'Pak, dulu melayani di Medan daerah mana?' lalu aku sebut sederet nama kawasan di kota Medan dan bilang aku 5 tahun tinggal di Medan Petisah. Dia tidak bisa menjawab dan macetlah komunikasi kami.

Tahu mengapa aku terpaksa bertanya? Dia tidak menyebut KAMPUT - kambing putih.
Ketahuan deh bohongnya.
Nah, dgn pendeta ini aku tidak mau komunikasi macet karena itu aku harus pamer dulu bahwa "aku banyak tahu lho"

Btw, rasa nikmat lho bisa nyombong.

guestx's picture

kamput dan vigour

hehehe.... patentengan dan "ngemop" rupanya gaya medan yang terbawa terus, ya Pak.  

setahun di medan mungkin pak pendeta belum kerkenalan dengan kamput, baru tahu yang level Vigour dan tuak. mungkin belum sempat pula kenalan dengan "the kingmaker" yang bermarkas di Gedung Putih (tetangganya Pak Purnomo, ya?).

__________________

------- XXX -------

Purnomo's picture

@Guestx, tetanggaku . . . .

bukan Gedung Putih, levelku belum sampai ke situ.

Aku tinggal di belakang bekas terminal Sei Wampu dan tetangga2ku kebanyakan rumah kost "mahasiswi" yg kuliah malam. Jadi mata yg seharian di kantor melototi layar monitor sorenya bisa refreshing.
Ha ha ha ha.