'Balikan' lagi sama DIA

I am flattered.

Thank you

GBU

Ah Erick,

aku tak sepandai dan tak sebijak kamu

aku tak sanggup memikir jagad semesta layakknya kau yang bertanya pada tata surya dan gugusan kartika nun jauh tinggi di sana. Sebuah hidup yang sederhana; itulah satu-satunya yang kukecap dan kurasa.

Tapi ketika kau bicara tentang matahari, aku teringat pada sinar surya pagi ini. Ia menyelusup masuk lewat celah jendela di kamarku, dan jatuh tepat di atas Alkitab bersampul merahku. Rick, sadarkah kamu bahwa sinar yang berasal dari matahari yang satu itu juga tak selalu terasa sama? Kadang ia terasa lembut, kadang ia menyengat -seperti yang kau katakan tadi :) Apakah itu karena sebatas ilusi atau persepsi? Ah, saya bukan orang pintar untuk menjawab itu semua.

Satu hal yang saya pelajari dari si mentari, meski berasal dari satu bola api yang sama, sinarnya selalu baru setiap hari. Ia tak pernah sama. Seperti cinta Bapa yang selalu baru setiap hari. Meski seringkali kita melakukan hal-hal yang nalarnya dapat meremukkan hatiNYA, IA tak pernah menyerah dan selalu memberi kasih yang baru setiap hari; satu HATI baru ketika kita telah remukkan hatiNYA. IA tak pernah menyerah.

Hati yang tak pernah patah; itu yang ingin saya pelajari dariNYA

GBU

Suatu ketika

pernah saya  bertanya pada BAPA

'BAPA mengapa KAU sudi melimpahiku dengan kasih dan sayang

ketika dunia bahkan tak sudi memandang'

pertanyaan

tak pernah terpuaskan

karena BAPA tak pernah memberi alasan

dan memang tak perlu sebuah alasan

karena kasihNYA adalah pemberian

anugarh terindah dalam kehidupan

GBU 

Betul oma,

suatu ketika ada seorang teman yang datang mengeluhkan hidupnya yang menurutnya membosankan. Percaya atau tidak saya mengatakan hal yang hampir sama dengan oma...

dalam hidup ini ada banyak hal yang bisa kita rayakan. Tinggal pilih dan tambahkan makna :) Pemaknaan itu terserah pada kita. 

Nggak nyangka nasihat jadul itu kini berguna juga buat saya sendiri. Pilih sakit dan mengasihani diri sendiri, atau menghadapi dan mencoba lagi.

Terimakasih ya oma..

GBU 

Wah Gkmin,

kebiasaannya orang ekonomi ya memilah-milah ke dalam sub-sub seperti itu. Seperti yang pernah diajarkan guru akuntansi saya semasa SMU dulu ^_^

Kebetulan saya memahami manusia sebagai satu kesatuan utuh. Rasio dan emosi saling terkait dan mustahil dipisahkan. Keduanya dapat saling menopang atau saling meghancurkan. Emosi mempengaruhi rasio, dan demikian pula sebaliknya.

Jadi kalau anda mencoba membuat perbandingan atau takaran yang tepat antara rasio dan emosi, saya kurang setuju. Lagipula manusia tidak hanya terdiri dari rasio dan emosi saja kok ^_^

Jadi, antisehat sedikit banyak saya setuju dengan Anda...

GBU