Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Warnet dalam gereja
Yang membingungkan saya adalah untuk apa YLSA memromosikan situs biblikanya kepada para pendeta gereja minimalis? Pendeta minimalis memiliki jemaat tidak lebih dari 100 orang. Bisa ditebak sebesar apa gedung ibadahnya. Tak perlu ditebak besarnya honor yang diterimanya. Berapa orangkah di antara mereka yang memiliki komputer pribadi? Dari yang mereka yang punya komputer berapa orangkah yang suka berinternet – entah di rumahnya atau di warnet – dalam mempersiapkan karya pelayanannya?
Saya tidak tahu apakah karena ada yang mengajukan pertanyaan di atas kepada YLSA maka Mini Road Show ke-2 di Solo (lagi) yang diundang adalah para pendeta dari beberapa gereja, dosen teologi, pengurus Perkantas juga LPMI dan para mahasiswa teologi. Yang diundang orang-orang keren. Tujuh belas di antaranya menenteng laptop sehingga merepotkan satgas YLSA dengan masalah hot spot di resto yang dipakai untuk seminar ini. Kalau pakai jemuran pakaian namanya kursus atau sarasehan. Kalau pakai resto baru boleh pakai nama seminar.
Saya tidak bermaksud mengejek YLSA atas kegiatannya itu. Ini perlu saya katakan terlebih dahulu sebelum ada yang bertanya, “pur, loe setiap bulan nyumbang berapa juta seh ke YLSA kok ribut sekali?” Lagipula bila ingin mengejek, tak pantas saya menulisnya secara terbuka seperti ini. Lalu untuk apa saya menulis di situs ini? Apa untuk mengatakan “mari meniru YLSA yang dengan daya dan dana minimalis berani terus maju melakukan langkah-langkah maximalis”? Boleh juga asal jangan menuduh saya menjilat YLSA.
Saya tidak menjawab pertanyaan ini tetapi bercerita tentang jemaat muda usia yang sekarang sering janjian ketemu di gereja pada malam hari untuk kemudian ramai-ramai pergi entah ke mana. Mereka yang baru SMP atau SMA biasanya ke warnet dekat gereja untuk main game on-line. Saya mengingatkan pada masa remajanya ketika kami juga sering berkumpul di gereja sekedar main gitar atau bincang-bincang ngalor ngidul.
“Dulu kita tidak punya fasilitas untuk ke tempat-tempat hiburan sehingga tetap di gereja main gitar. Lalu kita membuat orkes suling recorder. Karena tidak punya uang kita beli pipa pralon untuk kita jadikan suling.”
“Main gitar rame-rame sekarang sudah tidak jamannya. Sekarang jaman internetan. Kalau gereja punya hot spot area, menurutmu bagaimana?”
Ia memanggil seorang teman yang pekerjaannya banyak berhubungan dengan teknologi informasi. “Mahal tidak membuat hot spot area di gereja?”
Ia bercerita membuat hot spot di kantornya dan biaya yang dikeluarkan tidak selisih banyak dengan biaya pulsa internet yang dipergunakan oleh kantor gereja kami. “Tetapi anak-anak muda yang berkumpul ‘kan tidak bawa laptop?”
“Kita sediakan 3 atau 4 PC di aula. Komputer rakitan tidak mahal. Apalagi kalau ada jemaat punya komputer pentium 4 yang menganggur di rumah dan mau meminjamkan kepada gereja.” “
“Itu manfaat pertamanya. Manfaat kedua, untuk kepentinganku. Entah sudah berapa tahun di Sekolah Minggu anakku selalu ditugaskan di seksi aktivitas anak. Kuota 3G-ku di rumah tengah bulan sudah habis gara-gara ia rajin download bahan-bahan aktivitas anak. Tidak ada rekannya yang bisa menggantikannya karena mereka tidak punya fasilitas internet di rumah. Fasilitas internet di gereja hanya buka pada jam kerja kantor dan hanya ada di 3 komputer yang tidak pernah menganggur. Jika ada hot spot area dan komputer untuk aktivis level bawah, anakku bisa pensiun dari seksi itu dan jatah highspeed-ku di rumah bisa sampai akhir bulan. Belum lagi para aktivis lain yang perlu surfing untuk mencari bahan-bahan PA atau membuat renungan bagi komselnya. Mereka pasti sangat terbantu dengan adanya fasilitas ini yang kita buka sampai jam 9 malam.”
- Purnomo's blog
- Login to post comments
- 3960 reads
Ayo Kita Menyet Rame-Rame
"mari kita memeras dan memenyet-menyet orang-orang YLSA agar berkat yang ada dalam tubuh mereka muncrat keluar untuk mengenyangkan rohani kita"
Ayoooo! (Daripada maen gitar ato bikin suling pralon, ya toh?)