Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
... but still like dust, I will rise ...
... still like dust, I will rise ...
itu adalah kutipan puisi karya Maya Angelou yang saya gunakan sebagai shout out di friendster saya.
dan tak dinyana seorang teman lama yang sekarang entah ada dimana mengkomentarinya seperti di bawah ini:
like dust?
like the sun, like the moon, like the smell of coffee in the morning, like the glow of street light, like health after sickness you shall rise
rise and be something you've always deserved to be
whenever you're ready
Kalau boleh jujur, saya memang belum sembuh benar dari sebuah luka yang pernah saya alami bersama dengan teman saya tersebut. Bedanya dia adalah seorang yang dapat pulih dengan cepat. Saya terkadang iri dengan makhluk bernama Audy ini. Dia dapat memandang hidup dengan demikian ringannya. Hidup seolah gelanggang permainan yang menawarkan sejuta petualangan baginya.
Bagi saya luka itu lama menutup. Menurut banyak teman saya adalah orang yang kadang kelewat perfeksionis. Jadi kalau satu hal saja meleset dari perencanaan saya bakal lama terjebak dalam frustasi yang kadang tak perlu.
Bila Audy butuh satu detik untuk bangkit, saya akan butuh bertahun-tahun untuk sekedar berhenti menyalahkan diri sendiri. Kalau Audy hanya butuh sekejap untuk mendapatkan kembali kepercayaan dirinya, saya butuh waktu lama untuk sekedar berhenti mempertanyakan kompetensi dan kualifikasi saya.
Saya amat termotivasi oleh kata-kata teman saya yang satu ini. Setelah bertahun-tahun bakat sastrawannya makin saja terasah. Tapi saya agak kurang setuju dalam satu hal, tepatnya saat ia mempertanyakan like dust?
Bagi saya debu yang terinjak-injak dan seringkali dipandang tak berharga itu tak kalah dengan bulan, bintang, pelangi. Debu adalah sosok rendah hati yang meski terus diinjak dan direndahkan tetap memberi landasan kehidupan, dan alas kita berpijak. Debu meskipun seringkali berada di alas sepatu orang yang melintas, dapat terbang bebas saat angin menerpa.
... debu dengan segala kesederhanaannya dipandang TUHAN mulia, hingga makhluk yang paling mulia di muka bumi ini diciptakan dari bahan ini ...
Saya adalah debu, tapi TUHAN memandang debu ini mulia.
Cukup itu saja....
Meski manusia memandang rupa, tapi TUHAN memandang jauh ke kedalaman debu kecil ini.
... dan saya percaya TUHAN dapat menggunakan debu ini untuk kemulian-NYA.
Amin
GBU
- clara_anita's blog
- 4519 reads
Luka di atas luka, ha ha ha ...
Nona, clara anita, jadi miss perfect itu baik, tetapi jadi miss andaikata, please dech jangan! Masa anda tidak cape menjalani hidup dengan cara seperti yang anda jalani selama ini? Terus terang, saya yang membaca puisi-puisi anda aja ikutan cape.
Non, luka yang kamu sebut luka itu takkan pernah sembuh selama kamu tidak memaafkan diri sendiri. Kamu sulit memaafkan diri sendiri karena kamu selalu berandai-andai. Andai saya begini ..., andai saya begitu ..., andai saya tidak begini ..., andai saya tidak begitu ...!
Kalau kamu memang benar-benar yakin Tuhan mengasihimu, maka kamu harus yakin, bahwa Tuhan mengasihimu sejak sebelum kamu dikandung ibumu. Kamu harus percaya, bahwa semua yang kamu alami, semua yang kamu lakukan, yang baik maupun yang jahat, yang benar maupun yang salah, semua itu hanya memiliki satu tujuan, KESEMPURNAAN clara anita.
Laozi, yang hidup + 600 SM dalam kitab Dao De Jing (dibaca Tao Te Ching) menulis, "Tian Di Pu Ren!" Banyak orang yang menerjemahkannya menjadi, "Tuhan bukan manusia," ada juga yang menerjemahkannya menjadi, "Tuhan tidak berperikemanusiaan."
Saya sendiri setuju dengan kedua terjemahan itu, Tuhan memang bukan manusia, itu sebabnya Tuhan tidak berperikemanusiaan. Berperikemanusiaan = berprilaku seperti manusia.
Non,
luka,
ada banyak luka yang tidak pernah sembuh
luka,
kenapa takut terluka?
biarlah luka,
bila tak ada lagi tempat untuk luka baru
luka di atas luka
luka
paling sakit adalah luka pertama
luka di atas luka
ha ha ha ...
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Lao Shi Hai Hai.....
Lao Shi Hai Hai . . .
Sepertinya usia saya baru separuh lebih sedikit dari usia Anda, jadi harap maklum kalau saat ini saya masih dalam proses pencarian identitas diri.
Saya sungguh memahami esensi dari nilai-nilai yang anda sampaikan, karena sebenarnya sebelumnya saya telah sampai pada tahap pemikiran itu.
kalau soal luka, saya yakin semua orang punya luka. Mungkin luka saya tidak seberapa dibandingkan luka yang harus dihadapi oleh banyak rekan lain. Begitupun reaksi tiap orang berbeda untuk tiap luka, dan mungkin saya tergolong orang yang cukup terbuka mengakui luka saya.
Hai Hai ...
maaf kalau saya membuat anda lelah dengan ide-ide tulisan saya yang belakangan ini terkesan muram. Sebenarnya tulisan-tulisan tersebut adalah upaya saya untuk menyembuhkan luka-luka saya. Kebetulan saat ini saya sedang mempelajari bidang bernama psikologi, dan suatu hari saya sampai pada satu tulisan yang intinya mengatakan bahwa untuk menyembuhkan luka batin, pertama kita harus mengakui luka itu dan kemudian berani menghadapinya.
Hai-Hai
lama saya tidak mengakui bahwa saya memiliki luka, dan bukannya ia hilang bersama waktu dia malah menjadi bayang-bayang yang terus menghantui...
setelah saya mengakui luka itu, yang salah satu caranya adalah dengan share via sabdaspace (seringkali saya tidak mampu membicarakan luka itu dengan teman-teman saya) saya sekarang sudah hampir sembuh, dan dunia terasa lebih indah.
Terima kasih sudah bersedia menjadi teman curhat saya karena akhirnya saya dapat melihat terang.
GBU
Lao shi, apaan tuh?
Anita, waktu saya masih SMP sampai SMA, ada sebuah majalah yang bernama Anita, Majalah tersebut isinya cerita pendek. Saya adalah salah satu penulis yang aktif mengisi cerita pada majalah tersebut. Jadi setiap kali membaca anita, saya selalu ingat majalah tersebut, sekaligus ingat masa sulit ekonomi waktu itu. Saat itu, saya menulis cerita pendek demi duit, itu sebabnya saya rela karya cerpen (cerita pendek) saya memakai nama orang lain, sebab hasilnya 2 x lipat. Selain dapat duit dari Anita, saya juga dapat duit dari teman yang namanya tercatat dalam majalah tersebut.
Aku punya seorang adik wanita, dia sarjana IKIP juga sarjana hukum dari salah satu universitas terkenal di Jakarta. Dia memilih jadi guru SMA, padahal banyak perusahaan yang menawarkannya untuk kerja dengan gaji 5 hingga 7 kali lipat dari gajinya sebagai guru. 2 Tahun lalu ada sebuah perusahaan yang berani merekrutnya untuk jabatan Direktur Human Resaurces Development, gajinya, 30 X dari gaji dia sekarang sebagai wakil kepala sekolah di sebuah SMA top di jakarta. Waktu dia cerita pada saya, dia menggambarkan betapa bloonnya wajah bos perusahaan itu ketika dia menolak tawaran itu, saya cuman bisa memiting kepalanya dan mengacak-acak rambutnya, lalu ngedumel, "Oncom!" sambil mengecupnya sayang.
Nah, setiap kali membaca tulisan kamu, saya selalu ingat dua hal, majalah Anita dan adik saya yang dodolipet (bloon). Nah, itu yang bikin saya selalu gregetan ketika membaca tulisanmu. Kamu persis adikku yang dodolipet itu, pinter, idealis namun lugu! Ha ha ha ha, mungkin baru 2 atau 3 tahun yang lalu, adikku itu bertanya, "Waktu lu bilang gua lucu, maksud lu apa?" Setelah ngakak berkepanjangan baru aku bilang, "Lugu = Lucu but guoblok tenan!" Adikku ngakak sampai keluar air mata, dia lalu bilang, bahwa dia udah curiga bertahun-tahun dengan istilah "lugu" itu namun nggak pernah bertanya.
Nah, nona anita, please, kalau ketemu aku, jangan berlaku lugu, mungkin aku akan langsung memitingmu, mengacak-acak rambutmu dan bilang kamu LUCU!
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak