Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
PUNTADEWA MENERAPKAN AJARAN YESUS
Dog....dog...dog...crek...crek...creek...! Langit kelap-kelap katon, bumi gonjing-ganjing kayak Kucing kawin, blencong dihidupkan, layar dikembangkan,wayang rohani Sabda Space siap dimainkan di tengah pasar Klewer yang hiruk pikuk.
Pasar Klewer tengah menanggap Wayang Rohani ini untuk menyambut kedatangan para pedagang yang siap melakukan lawatan keakraban. Sementara yang tidak ikut tetap boleh menyaksikan wayang ini sampai tuntas ,sambil merenungkan kehidupan yang tidak selaras dengan impian kita.
Dog dog crek gung ning nang ning gung, ning nang ning gunggg.......!
Astina tengah menghadapi problem yang cukup rumit. Pasalnya semua warga Astina melakukan demontrasi besar-besaran menentang kelakuan semua pejabatnya yang sudah lepas kendali. Para pejabat Astina, selagi punya kekuasaan menggunakan aji mumpung, korupsi, manipulasi, KKN ,selingkuh dan perbuatan lainnya yang tidak menyenangkan hati rakyatnya, dilakukan dengan membabi-buta.
Unjuk rasa itu semakin hari semakin panas. Pentungan dan gas airmata tak mampu membubarkan mereka. Justru mereka semakin nekat melakukan perlawanan. Kejadian tersebut membuat hati penguasa Astina yaitu Prabu Duryudana pusing bukan main.
Apalagi para pengunjukrasa minta supaya pejabat-pejabat Astina yang curang, seperti Dursasana, Harya Sengkuni, Citraksi, supaya dipecat! Kebanyakan dari pejabat yang terlibat itu dari keturunan Kurawa. Padahal marga Kurawa itu masih saudara dari Prabu Duryudana. Inilah yang membuat beliau pusing tujuh keliling kali tujuh keliling!
Lebih-lebih Sang Prabu mendapat laporan ajudannya bahwa sang istri yakni Dewi Banowati dan putrinya Dewi Lesmanawati telah menghilang dari istana.
"Bagaimana jalan keluar menghadapi kemelut seperti ini bapa penasihat?" tanya sang Prabu kepada Durna, penasihatnya.
"Sabarlah nak Prabu, jangan-jangan semua ini karena hasutan Pandawa," mulailah jurus mencari kambing hitam dilontarkan sang penasihat.
"Mengapa kita selalu mencurigai Pandawa bapa? Bukankah Pandawa itu orangnya baik?"
Durna tertawa ngakak.
"Siapa lagi kalau bukan Pandawa yang menghasut para rakyat Astina? Bukankah mereka musuh besar kita? Dan siapa tahu yang menculik istri paduka adalah Arjuna, karena Arjuna masih cinta kepada Dewi Banowati, istri paduka? Sedangkan Dewi Lesmanawati, tentu yang menculik adalah Abimanyu, karena sudah lama Abimanyu ingin mempersuntingnya? Memang bapak dan anak itu sama-sama play boynya!"
Prabu Duryudana termenung.
Suasana di luar Istana semakin gaduh. Pejabat-pejabat yang bersangkutan dengan kemelut itu bingung mencari perlindungan.
Kenekatan rakyat Astina yang unjuk rasa itu semakin berani. Mereka kini mulai memasuki Istana. Untunglah rakyat Astina yang demontrasi itu tidak membawa-bawa Agama dalam jargonnya, sehingga tidak membingungkan para pengamat.
Melihat itu Prabu Duryudana kebingungan. Apalagi Durna, mau lari jalan keluar sudah buntu, dipenuhi para demonstran. Bahkan para pejabat yang mereka benci pun sudah pada tertangkap dan langsung dibawa kehadapan Prabu Duryudana untuk diadili, karena perbuatannya yang banyak merugikan rakyat.
Tapi Prabu Duryudana kesulitan untuk mencari hakim yang benar-benar qualified. Hakim yang ada sudah banyak kena kasus suap sampai main perempuan sundal. Siapa lagi hakim yang bisa mengadili mereka? Yang jujur dan track recordnya tidak tercela.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba muncullah Dewi Banowati dan Dewi Lesmanawati menggandeng Prabu Puntadewa, dengan anggun mereka melangkah ke ruang sidang.
"Inilah yang menjadi hakimnya. Semoga semuanya setuju," kata Dewi Dewi itu dengan tenang.
"Setuju!! Setuju!!!" teriak pengunjung sidang dengan gaduhnya.
Tentu saja semua setuju pada siapa yang ditunjuk mengadili para tertuduh itu, yaitu Prabu Puntadewa yang terkenal jujur, lega-lila lahir batin, temen, lantip, getih putih tanpa nafsu dan sebagainya. Beliau juga selalu sukses menyelenggarakan seminar-seminar tentang contemp of court.
"Maaf seribu kali maaf, sebenarnya saya keberatan untuk diminta menjadi hakim. Sebab saya khawatir dianggap ikut mencampuri urusan dalam negri Astina. Tapi karena terdorong ingin membantu ketenangan dan ketentraman Astina, maka tugas berat ini saya jalankan atas permintaan Dewi Banowati dan Dewi Lesmanawati serta persetujuan kalian semua."
Para terdakwa, Dursasana, Citraksi, Sengkuni dan beberapa lagi, saling bertatap. Kemudian hakim Prabu Puntadewa mulai berbicara.
"Antara penguasa dan rakyat itu ibarat ikan dan air, keduanya tidak bisa dipisahkan. Seorang penguasa itu tidak boleh bertindak sewenang-wenang, suka menindas dan melukai hati rakyat. Sedangkan sebagai rakyat jangan suka manja, banyak menuntut, tapi malas bekerja. Maaf, tidak mengurangi rasa hormat, di Astina kepincangan-kepincangan ini sudah lama banyak terjadi. Banyak orang yang punya kekuasaan tidak bisa mengendalikan diri karena merasa lebih kuat, sehingga banyak rakyat menjadi tertekan dan terjajah. Inilah yang menjadi sumber kekacauan dan kericuhan yang tak kunjung selesai."
Para rakyat yang ada di dalam ruang sidang itu diam. Suasana hening. Sedang para tertuduh menundukkan muka, kata-kata yang diucapkan Prabu Puntadewa walaupun pelan namun mampu membuka hati mereka. Yang semula gelap menjadi terang.
"Kalau para tertuduh ini diadili, hukumannya akan sangat berat. Bisa dihukum mati atau paling ringan hukuman seumur hidup, karena telah merenggut hak dan kehormatan rakyat kecil yang tidak berdaya,"
"Kalau kalian minta mereka dihukum mati, akan habislah keturunan Kurawa. Aku bukan Tuhan Sang Dewata Agung, yang bisa menghabiskan keturunan Adam dengan air bah dan menunjuk Nuh untuk melanjutkan keturunan manusia cipataanNya. Saya selaku hakim yang kalian tunjuk tidak akan menjatuhkan hukuman pada mereka!"
Kalimat tersebut memicu kegaduhan pengunjung sidang, ketidakpuasan jelas tampak pada wajah-wajah mereka.
"Apakah dengan membebaskan mereka, akan tumbuh kesadaran moral? Mereka harus dihukum sebagai bentuk penyadaran!" protes salah satu pengunjung dengan keras.
"Ingatlah saudara-saudara, cerita tentang Yesus Kristus Putra Allah Yang Kudus dari tanah seberang, ini aku membawa Kitab Sucinya. Dengarlah, akan kukutipkan dua ayat pada Matius Bab 6 : 14 Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. 15. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."
Mendengar suara Prabu Puntadewa membacakan ayat di atas dengan suara tenang namun jelas berwibawa, semua pengunjung terdiam, saling berpandangan, menundukkan kepala. Tidak ada lagi yang bertanya dengan nada protes.
"jangan kau ulangi perbuatan-perbuatanmu dahulu. Lindungilah para rakyat kecil. Cintailah mereka, seperti Yesus yang mengasihi semua tanpa pandang bulu," sang Hakim menasihati para terdakwa yang terdiam, bahkan menitikkan air mata.
Dog-dog-dog .....crekk!! Ning nang ning nong ning nang ning ning ning nang ning gung.......!! Layar ditutup, blencong ditiup, Sutradalang mohon pamit, sampai jumpa dalam cerita berikutnya.
*****
Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
- Tante Paku's blog
- Login to post comments
- 4569 reads
Tante Paku...lebih chaos
Tante Paku...lebih chaos lagi kalau pemimpin agama (dewa - dewa) Bathara Guru membela kurawa karena bisa memperkuat posisinya, terus wakilnya Bathara Narada sebenarnya nggak setuju tetapi berhubung sudah menduduki kursi empuk dan nggak mau berdiri dia ngikut aja sama Bathara Guru. Nah yang membela rakyat dan juga pandawa seperti biasa ya Bathara Ismaya (semar) he he he biasanya cerita wayang kan kaya gitu Tan..
Salam..hormat
Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25
Antowi, mbeling dikit
Cerita wayang kalo menurut pakem ya gitu, tapi ini emang di bikin rada mbeling dikit, rada rohani dikit, biar nggak kepanjangen.
Oke salam kembali, Antowi.
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
tante selanjutnya?
JESUS IS GOD