Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Agora:Kala Kelam Kekristenan
Pada abad ke-4, di sebuah kota di Alexandria atau Iskandariyah, hidup seorang filsuf Yunani bernama Hypatia. Dia adalah anak perempuan Theon, kepala museum di kota itu. hypatia mengajar di sebuah sekolah yang menyiapkan calon-calon pemimpin penguasa Romawi. salah satu muridnya bernama Orestes mencintai Hypatia, tetapi ditolak halus karena Hypatia memutuskan untuk menekuni dunia pengetahuan. Sementara itu, Davus, budak Hypatia diam-diam juga mencinta majikannya.
Masa itu kekuasaan Romawi mulai memudar. Umat Kristen yang tadinya ditindas menemukan momentum kebangkitannya. Mereka mulai berani menyiarkan ajaran kekristenan di pusat keramaian, bahkan dengan cara yang provokatif. Mereka menghina dewa-dewa yang disembah oleh orang Yunani. Karena merasa tersinggung, maka warga Yunani bertindak nekat. Mereka menyerbu sekelompok kecil umat Kristen di kota. Namun orang Yunani salah perhitungan. Ternyata jumlah orang Kristen di kota Alexandria meningkat dengan pesat. Maka mereka hanya bisa bertahan di dalam perpustakaan Serapeum. Di sini tersimpan manuskrip berbagai pengetahuan bangsa Yunani dengan koleksi yang sangat lengkap.Sementara itu, massa kristen mengepung dari luar.
Pengepungan ini pun berakhir ketika penguasa Romawi memutuskan untuk mengampuni kesalahan orang Yunani yang lebih dulu menyerang orang Kristen. Sebagai gantinya, maka orang Romawi harus keluar dari perpustakaan dan membiarkan orang Kristen menguasai gedung perpustakaan. Maka orang Yunani terburu-buru menyelamatkan koleksi manuskrip mereka. Karena jumlahnya sangat banyak, orang Yunani kewalahan untuk menyelamatkannya. Dalam kepanikan itu, Davus mengajak Hypatia untuk segera melarikan diri. Tapi Hypatia menolak. Dengan kata-kata kasar, Hypatia menyuruh Davus segera mengambil tas dan mengisinya dengan manuskrip. Dia menyebut Davus, "idiot!'
Kata-kata ini menusuk perasaan Davus sehingga dia memutuskan untuk bergabung dengan umat Kristen yang sudah berhasil menjebol pintu gerbang utama dan menerobos masuk. Dalam euforia kemenangan, massa kristen ini kemudian mengobrak-abrik isi perpustakaan, merusak berbagai penemuan dan membakar manuskrip-manuskrip yang tak sempat diselamatkan. Mereka menganggap benda-benda itu sebagai najis kerena bagian dari pemujaan kepada berhala. Perusakan itu disertai dengan yel-yel, 'Halleluya, halleluya, halleluya.'
***
Beberapa tahun kemudian, Orestes, sang mantan murid Hypatia yang merasuk agama kristen, diangkat menjadi perfect (gubernur) di Alexandria. Sementara itu, Hypatia semakin asyik dengan penelitiannya tentang peredaran planet. Dia menyelidiki teori heliosentris yang diajukan oleh Aristarkus dari Samos. Teori ini meyakini bahwa bumi yang mengelilingi matahari, bukan sebaliknya seperti yang diyakini orang-orang pada zaman. Teori ini tentu saja ditentang oleh orang Kristen. Mereka juga meyakini bahwa bumi itu berbentuk seperti kotak, sementara Hypatia mengajukan hipotesis bahwa bumi ini bulat.Karena perbedaan itu, maka orang Kristen melarang anak-anak mereka diajar oleh Hypatia.
sementara itu, situasi sosial di kota itu semakin memanas. Karena berada di atas angin, orang Kristen memprovokasi umat Yahudi. Pada hari sabat, umat Kristen melakukan razia terhadap tempat hiburan dan mendapati ada orang Yahudi di sana. Hal ini menimbulkan kemarahan pemimpin Yahudi yang kemudian mengadukan kepada Orestes. Di hadapan parlemen dan Orestes pemimpin Kristen dengan enteng berkilah, "Pada hari sabat, umat Yahudi seharusnya beristirahat total. Tapi mengapa mereka ada di tempat hiburan?"
Tindakan ini memancing kemarahan umat Yahudi. Mereka kemudian menyerang kelompok Kristen yang kemudian memicu pertumpahan darah. Umat Yahudi yang terpojok karena kalah jumlah menegajukan protes karena tentara Romawi membiarkan pembantaian itu. Orestes cenderung diam dan membuarkan aksi main hakim sendiri oleh umat Kristen karena dia ingin mengamankan kedudukannya. saat itu umat Kristen menjadi mayoritas di Alexandria.
Tidak tahan melihat tragedi kemanusiaan itu Hypatia mengajukan protes kepada Orestes, mantan muridnya yang masih menyimpan cinta kepadanya. Tindakan Hypatia ini tidak disukai oleh Cyril, pemimpin Kristen. Cyril menganggap Hypatia telah lancang ikut campur dalam urusan kenegaraan. Di dalam peribadatan, Cyril mengutip surat Paulus kepada Timotius: "Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah. Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri.”
Usai membaca ayat itu, Cyril menuntup kitab suci dan mengangkat di hadapan jemaat dan para pemimpin. "setiap orang yang taat pada perkataan Injil ini hendaklah dia berlutut," kata Cyril. satu per satu jemaat dan pemimpin berlutut. Tinggal Orestes yang masih berdiri. Dia mengalami pergumulan batin. Dia sadar bahwa pilihan ayat itu sengaja dipilih untuk menyerang Hypatia. Sesaat dia ragu-ragu untuk mengambil sikap. Jika dia berlutut, maka Hypatia yang dicintainya akan menjadi korban. Namun jika dia menolak, maka kedudukannya terancam. Dalam kekalutan, Orestes meninggalkan rumah ibadat itu disertai cacian tidak puas dari umat Kristen. Dalam hiruk-pikuk, Orestes berusaha membela diri, "saya orang Kristen, saya orang Kristen." Namun massa terlanjur marah. Ketika seseorang memprovokasi dengan melempar batu, maka massa kemudian muncul keberanian untuk melemparkan batu kepada pemimpin tertinggi di Alexandria.
Insiden ini menimbulkan situasi kritis. Untuk menengahi konflik, maka Synesius, uskup dari Kirene datang ke Alexandria. Dia adalah mantan murid Hypatia, yang berarti teman sekelas Orestes juga. Synesius mempertanyakan keimanan Orestes. Dia menuduh Orestes memeluk agama Kristen karena berkepentingan untuk melestarikan jabatannya. Orestes menampik tuduhan itu. “Kalau begitu, tentu tidak ada halangan apa-apa jika kamu bertelut di depan kitab suci dan dibaptis di muka umum,: kata sang uskup, seraya menjanjikan akan mengerahkan pasukan di Kirene untuk memulihkan ketertiban di Alexandria. Diplomasi ini dimenangkan oleh Synesius.
Sementara itu, Cyriltelah mengeluarkan fatwa bahwa kepercayaan yang dianut oleh Hypatia itu agama kafir. Untuk itu, Hypatia harus mati. Mendengar ini, Synesius berusaha membujuk mantan gurunya supaya mau dibaptis di muka umum.
“Saya tidak mau,” jawab Hypatia tegas.
“Mengapa?” tanya Synesius.
“Karena dalam dalam imanmu tidak ada ruang untuk mempertanyakan apa yang kau yakini. Sementara dalam kepercayaanku, aku selalu mempertanyakan apa yang kuyakini,” jawab Hypatia yang sedikit lagi akan menemukan teori tentang perputaran planet.
Di tempat lain, Cyril telah mengirimkan tentara agamanya elitnya untuk mengeksekusi Hypatia. Davus, mantan budak Hypatia, mengetahui perintah ini. Dia bergegas mendahului pasukan algojo ini. Berhasilkah Davus menyelamatkan Hypatia yang diam-diam dicintainya?
***
Saat menonton film ini, batin saya berkali-kali berkata: “Ini Indonesia banget. Ini mirip sekali dengan yang terjadi di Indonesia saat ini.” Ruang untuk berbeda pendapat itu semakin menyempit. Orang-orang yang berpikiran beda mudah sekali dianggap sesat dan layak dibasmi. Sementara itu, penguasa yang diberi wewenang dan mandat untuk menjaga ketertiban ternyata seperti anjing penjaga yang dirantai. Bisanya hanya menyalak tetapi tidak pernah melakukan tindakan. Yang kerap terjadi, korban justru yang dikalahkan dengan dalih tidak menghormati mayoritas.
Saya yakin film Agora ini tidak dibuat secara sengaja untuk menyindir bangsa Indonesia. Namun film ini dapat menjadi cermin dan pelajaran bagi kita. Sekitar 17 abad yang lalu, umat Kristen di Alexandria tergelincir mabuk kekuasaan dan praktik formalitas agama. Akankah bangsa Indonesia mengalami situasi serupa? Akankan kita akan mengalami kemunduran selama 17 abad?
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 4032 reads
@Purnawan
Di Indonesia memang nampak bahwa kecenderungan sektarian bermunculan dan menguat. Namun ini adalah keadaan yang wajar ketika terjadi peralihan dari kekuasaan terpusat di jaman Suharto ke kekuasaan yang demokratis.
Ketika kekuasaan otoritarian runtuh, tidak serta-merta orang-orang akan semuanya menjadi demokratis, namun justru ada peralihan di mana kekuatan-kekuatan antidemokrasi bermunculan. Dan repotnya, justru karena Indonesia sudah mulai demokratis, maka tidak mudah untuk menindas sektarianisme.
Masa peralihan ini tampak lebih buruk dari masa Suharto, namun kita harap nanti akan terjadi kesetimbangan baru yang jauh lebih baik.
Demokrasi tidak datang begitu saja. Mereka-mereka yang termasuk "lain/other/lian" harus bisa mengkomunikasikan keberbedaan mereka di hadapan klaim-klaim mayoritas.
".... ...."
Kalau politik sektarian ini
Kalau politik sektarian ini hal yang wajar pada situasi paska otoritarian, mengapa Afrika Selatan dan Polandia tidak mengalami fase ini?
------------
Communicating good news in good ways
Wajar
Ini bukan sebab akibat. Tidak berarti otoritarian runtuh menyebabkan munculnya sektarian. "Wajar terjadi" bukan "selalu terjadi" atau "pasti terjadi".
Polandia atau Afrika Selatan tidak membuktikan apa-apa.
".... ...."
wajar?
kata "wajar" (kalo memang wajar) juga tidak berarti dibiarkan aja seperti orang tua membiarkan anak kecil bandel-bandel dikit. sejujurnya saya kok makin lama makin tidak sreg dengan ucapan para "intelektual" dari gedung-gedung universitas dan lsm yang terlalu percaya diri dengan istilah-istilah yang terkesan menggampangkan itu, sementara sebagian besar mereka tidak terkena dampak langsung dari intimidasi dan kelakuan kelompok yang makin menggila itu.. dan jangan sampai kalau ternyata sudah benar-benar menggurita, baru para intelektual itu berteriak... dari luar negeri
Wajan
Mohon maaf, tanpa mengurangi rasa hormat.
Ketidakpuasan Anda itu bukan urusan saya.
Saya ga peduli.
Saya tidak berhutang penjelasan apa-apa kepada Anda.
".... ...."
karena...
karena cuma katanya?
iman ...
“Karena dalam dalam imanmu tidak ada ruang untuk mempertanyakan apa yang kau yakini.
Sementara dalam kepercayaanku, aku selalu mempertanyakan apa yang kuyakini,”
berbahagialah yang tak melihat namun percaya
Lakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia ...