Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Menikah : Enak atau Tidak ? (Jilid 2)

davy edwin's picture

Pesta pernikahan menjadi satu waktu yang sangat indah..waktu yang sangat berkesan..dan capeknya juga sangat berkesan hehe..”pangeran” berkuda putih menjemput sang “putri” untuk tinggal bersama di “istana”nya dan mereka hidup bahagia selamanya..komik banget hehe..kenyataannya?

Ketika pesta itu sudah usai..”pangeran” dan “putri” sudah berubah menjadi orang biasa.. dimulailah kehidupan pernikahan yang sesungguhnya..ada banyak kejutan di awal penikahan..karena dua orang dengan latar belakang, sifat dan kebiaasaan yang berbeda..harus tinggal bersama..kejutan-kejutan kecil mulai muncul..tetapi hal itu masih bisa ditutup oleh euforia pesta yang luar biasa itu.

Masalah yang muncul akan disikapi dengan mengatakan “kan masih baru jadi wajar kalau belum mengenal dan banyak perbedaan?”..masalahnya..semakin hari bukannya semakin sedikit masalah..tetapi semakin banyakkkk..baik dari dalam negeri maupun luar negeri hehe..ternyata capek juga..dan ketika masalah2 yang menjadi fokus pernikahan..maka pernikahan akan menjadi sesuatu yang sangat berat dan mengerikan..pernikahan sudah tidak seindah warna aslinya hehe.

Sampai kapan semua menjadi lebih baik?..sepertinya tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan ini..karena tidak ada manusia yang bisa mengatur setiap detail hari depannya..tidak tahu apa lagi yang akan terjadi di dalam pernikahan itu..apakah ini membuat pernikahan menjadi tidak enak?

Jawabannya: enak..tetap uenakkkkkkkkkk

Karena lewat semua masalah dan pergumulan..bisa disyukuri kalau ternyata itu tidak di jalani sendirian..ada seseorang yang selalu siap mendukung dan menopang..pernikahan menjadi enak ketika fokus dari pernikahan adalah memperjuangkan janji pernikahan yang sudah diucapkan..bahwa dalam keadaan apapun akan selalu menopang dan melangkah bersama.. ketika ada masalah bukannya menyerah tetapi berjuang bersama untuk bangkit dan menghadapinya.
 

__________________

“cor meum velut mactatum domino in sacrificium offero”

PlainBread's picture

Pernikahan

Saya dan mantan pacar pernah konflik karena masalah ini, yakni persepsi2 soal pernikahan, termasuk di dalamnya mengenai resepsi dan tetek bengeknya. Bubar cukup lama karena kami menyadari hal2 tersebut cukup prinsipal. Tapi happy ending kok, sang mantan pacar sekarang jadi istri :)

Rusdy's picture

Pihak Luarnya Nggak Enak

Pesta nikahnya jelas paling ruwet. Denger banyak cerita, bisa bikin pernikahan bubar loh!

Dari pengalaman saya, dan boleh denger dari temen-temen, selalu pihak orang tua yang bikin ruwet. Di sub-culture saya (tionghoa jakarta), pihak keluarga merasa yang paling berhak menentukan ini-itu. Alhasil, pesta pernikahan tidak dinikmati oleh pasangan yang sedang menikah.

Di kasus saya, yang merasa dominan adalah enyak saya. Di kasus teman-teman saya, ini bisa beragam dari paman, bibi, de el el. Di satu sisi, kita harus menghormati orang tua, di ekstrim lainnya, "Emang sapa sih yang kawin??".

Saya sudah merasakan dua ekstrim ini:

  1. Ekstrim pertama: semua keputusan bagaimana menjalankan pesta ada ditangan saya dan istri saya. Pihak luar semata-mata membantu dengan tulus. Terima kasih saya tak akan pernah cukup dengan semua teman-teman saya yang membantu. Dari catering, fotografi, musik, de el el, semuanya diatur oleh teman-teman saya dan gratis...tis...tis..... Saya dan istri hanya membayar bahan makanan untuk catering saja, sisanya diatur dan dimasak oleh teman-teman kami. Ini bisa terjadi karena saya dan istri hidup jauh dari keluarga, jadi mereka tak bisa 'membantu' di pesta kami yang pertama;
  2. Ekstrim kedua: saya dan istri membiarkan pihak 'tetuah' yang mengatur. Karena kebanyakan keluarga di Jakarta,  ya jelas-jelas harus ada pesta kedua untuk pihak keluarga toh? Saya mengerti, bahwa orang tua ada kebanggaan tersendiri bahwa anaknya sekarang menikah. Maka, saya biarkan pihak 'tetuah' yang mengatur segalanya, termasuk siapa yang diundang. Masalahnya, siapa pihak 'tetuah' yang berhak mengatur? Pasti ribut bak perpolitikan Indonesia :)

Beberapa bulan pertama pun harus dilewati dengan mengobati hati yang terluka, akibat bentroknya perpolitikan para 'tetuah' ini. Di kasus-kasus lain yang saya dengar, bentroknya ini bisa berkepanjangan, yang melibatkan para 'tetuah' dari pihak suami dan istri. Belum lagi dompet yang terluka (di kasus saya masih mending, karena dompetnya nggak ikut terluka :P).

Jadi, bagi yang harus menjalani 'penganiayaan' pesta pernikahan ini, anggaplah sebagai tes 'kesabaran' dalam menanggulangi perpolitikan para 'tetuah'. Yang namanya tes, jelas-jelas syusah...

Setelah lewat tahap itu, sejauh ini gampang2 aja tuh :)

 

Viesnu's picture

bertanya

Pa Davy, mo numpang tanya, bapak menulis seperti yang saya kutib dibawah ini,

Karena lewat semua masalah dan pergumulan..bisa disyukuri kalau ternyata itu tidak di jalani sendirian

 

Bagaimana seandainya permasalahnya malah timbul dari pasangan?

__________________

Lovepeace..uenak..

davy edwin's picture

@viesnu memang tidak sendirian

Karena lewat semua masalah dan pergumulan..bisa disyukuri kalau ternyata itu tidak di jalani sendirian

Bagaimana seandainya permasalahnya malah timbul dari pasangan?

sangat bisa dan mungkin masalah itu timbul dari pasangan, tetapi ketika ada komitmen yang kuat, maka ada sikap dan kemauan untuk selesaikan itu dengan baik, berproses bersama.

sebagai pasangan itu harus diselesaikan bersama, memang sakit, tetapi ketika bisa dihadapi dan diselesaikan akan menjadi indah.

 

__________________

“cor meum velut mactatum domino in sacrificium offero”