Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Aku Tionghoa Indonesia
Dia bilang aku Cina, tanpa H!
Dia bilang mau apa kamu disini, Cina?
…..lagi-lagi tanpa huruf H!
Lahirku di Indonesia
Lahirku di nusantara, bukan di daratan nun jauh di timur sana
Ah,lagi lagi aku di bilang Cina
Dan lagi lagi, tanpa huruf H!
Yang seharusnya dibela, malah dianiaya
Yang seharusnya dijadikan saudara malah dijadikan musuh semata
Sistematis semua terjadi pada faktanya
Bukan kebetulan semata
Aku bangga disebut Tionghoa Indonesia
Karena memang benar darah itu turun dalam keturunan
Aku bangga dengan merah dan putih, karena aku anggota bangsa
Aku bangga punya Garuda,
…..dan aku percaya Bhinneka Tunggal Ika
Bisa terwujud pada akhirnya
Bukan bangga menjadi bangsa, yang mereka sebut Cina,
…yang Tanpa huruf H!!!.......
Untuk itu aku tidak harus menjadi China, karena aku Tionghoa.
Yang lahir di bumi persada,
Yang lebih ku kenal adalah budaya Indonesia,
………..dari semua suku ras dan agama…………….
Lagi lagi bukan budaya yang mereka sebut budaya Cina
Diskriminatif, terulang sepanjang jaman
Sepanjang republik ini berdiri
Sumbangsih dianggap tiada,
Walau banyak prestasi yang mengharumkan bangsa
Aku bukan Cina, aku Bangsa Indonesia
Tepatnya Tionghoa Indonesia
Punya kedudukan yang sama
Dalam hukum dan dalam semua keadaan di tanah air tercinta
Tanpa pernah mau menghilangkan darah yang mengalir
Dalam tubuh hidup ini…..
Melihat begitu banyak mereka,
Tokoh Tionghoa yang berjuang untuk Indonesia,
Apakah hanya isapan jempol belaka?
Atau hanya cari sensasi dan cari nama?
Tidak!!!
kulihat kejujuran, dalam pengabdian
Sudah cukup,
“Aku bangga menjadi Tionghoa,
Karena Aku, Tionghoa Indonesia”
Salah satu aset bangsa
Dari pluralnya kekayaan Negara
Dari kemajemukan suku ras dan agama
Yang ber-Bhinneka Tunggal Ika
Bukan hanya Tunggal tanpa Bhinneka
Sekalipun dibunuh, tak bisa merubah
Kalau aku bagian bangsa
Sekalipun dianiaya, tak akan mundur dalam ketakutan
Karena aku tak dapat lari kemana mana
Aku tetap di sini
Sekalipun dimaki,
diintimidasi,
dibedakan,
dipersulit,
ditindas,
dihina,
aku tetap di sini,
Karena di sini tempat tinggalku
Di sini tanah airku,
Ini negara ku, dan ini Indonesiaku
Kalian tidak bisa menghakimi lebih Indonesia dari aku
Walau kalian tidak disebut Cina
Kalian tidak bisa mengatakan, aku Indonesia, dan kamu bukan
Aku dan kalian semua,
Hanya Satu
INDONESIA
Puisi ini dipesembahkan terutama untuk :
Bapak Basuki, Ibu Ester, Dan Bapak Sumartono
Dan untuk semua rakyat Indonesia yang tercinta,
Aku bangga menjadi Tionghoa Indonesia
smile,28 Juli 2011
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
- smile's blog
- Login to post comments
- 6353 reads
aku juga om smile
aku....
Cinta
Indonesia
Nasionalis
Asli
atau
Cah
Indonesia
Narsis
Ayu
xixixixixixi....
mari gila bersama-sama dengan warna merah, kuning, hijau, dan biru..
X-1
mantap......
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
Menurut Sumartono pembauran harus dibiarkan secara alamiah
Puisi ini dipesembahkan terutama untuk :
Bapak Basuki, Ibu Ester, Dan Bapak Sumartono
Sumartono adalah konco-ku Smile, kami memanggilnya Liong Ho
Memang dari dahulu kala dia punya hati untuk banyak orang..
Liong Ho, sekarang menjabat ketua KONI Surakarta, Pengurus PMI, dan banyak organisasi lainnya..
Karena bidang pekerjaan yang berhubungan, Joli mengenalnya sejak 15 tahun lalu, jadi tahu, memang sejak jaman dahulu kala dia punya HATI untuk orang lain, untuk kota Solo dan untuk Indonesia..
Apa katanya tentang pembauran?
Sebaik-baik menjadi warga keturunan, tetap saja Sumartono menuai kecurigaan dan sinis. Ketika dia ’dipaksa’ banyak orang termasuk ’paksaan’ dari para petinggi kota untuk mengurus berbagai organisasi namun ada juga yang ’menghadangnya’ dengan berbagai kecurigaan. Suatu ketika misalnya, ada spanduk besar terpasang di dekat balaikota yang bernada kecurigaan terhadap dirinya.
”Saya nggrantes saat itu. Saya mau jadi pengurus ini itu bukan saya yang minta, bahkan pernah saya menolaknya tapi tetap dipaksa dengan berbagai alasan. Ketika saya bersedia kok dicurigai akan mencari proyek lah, mencari muka lah, dan banyak lagi tuduhannya. Tapi ya tetap saja saya jalani karena memang saya ikhlas menjalaninya. Prinsipnya karena memang saya senang kumpul dengan banyak orang. Dengan siapapun.”
Setelah berjalan beberapa tahun dan terbukti dia tidak memanfaatkan apapun dari posisi itu, justru sekarang orang-orang yang dulu mencurigainya menjadi sangat baik dengannya. Kepercayaan orang-orang itu justru melebihi yang lainnya.
”Apa beda Jawa, Arab, Cina, Batak, Bugis, Melayu, Papua dan sebagainya di negri ini. Selain diberi hak hidup yang sama, yang lebih penting adalah semua berkewajiban mengabdikan diri bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia ini. Inilah tanah air kita bersama. Kami lahir, besar, hidup, beranak-pinak, mencari makan disini. Bahkan kalau disuruh melacak leluhur kami di Cina sana, sampai kami mati juga tak akan ketemu” ujarnya diiringi tawa renyah.
Bagaimana pembauran kultur seharusnya terjadi? Menurut Sumartono pembauran harus dibiarkan secara alamiah, tanpa rekayasa budaya maupun pendekatan politik. Dia menyontohkan banyak pegaruh peradaban Cina, Arab maupun Eropa pada budaya Jawa. Semuanya masuk tanpa mengagetkan ada tanpa penolakan karena diterima secara alamiah.
”Begitulah seharusnya konsep kebhinekaan berjalan dan dihayati. Keterpengaruhan pasti akan terjadi karena semua hidup berdampingan. Hal itu wajar dan alamiah juga karena kehidupan ini berjalan dengan saling interaksi. Untuk itu dibutuhkan filter sebagai penyaring dampak-dampak buruknya sehingga yang dipetik dari pembauran itu adalah keharmonisan hidup bersama,” kata dia.
sumber http://www.tabloidkampus.com/detail.php?id=182&edisi=7
Joli...
Sumartono adalah konco-ku Smile, kami memanggilnya Liong Ho
Salam in aja yah Jol,
Salam Hangat...dari seorang yang kagum sama beliau...
Kagum, karena More action, Talk less...
Kalo iklannya Talk less, do more
apalagi ketika beliau bercerita ketika dia mengangkat telepon untuk menerima telepon orag yang membutuhkan bantuan ambulance,dia ga bertanya terlebih dahulu, :
"Kamu suku apa? agama apa? Sipit atau engga....hehehehe"
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
Mencina2kan diri sendiri
Membaca blog ini saya jadi ingat suatu peristiwa di kampus ketika ada teman dari Choir kami (non-Tionghoa) yang bilang, "Dasar Cina!" dalam konteks bercanda. Lalu teman saya yang lain, yang juga orang Tionghoa sangat tersinggung. Dia bilang kalo nggak nyangka ada teman sepelayanan yang sedemikian rasis.
Saya tahu betul mengapa teman saya yang non-Tionghoa ini bisa ngomong seperti itu. Karena dia sendiri sering dengar teman-teman Tionghoanya bercanda dengan sesama Tionghoa ngomong, "Dasar Cina!" tiap kali ada teman yang kayaknya jago dagang atau bisnis. Jadi teman saya yang non-Tionghoa ini lalu ikut2an. karena dia non-Tionghoa, lalu dia dianggap rasis.
Saya mendapati ada teman2 Tionghoa Kristen yang tidak mau "dicina-cinakan" tetapi "mencina2kan" diri sendiri di depan teman2 non-Tionghoa. Ironis kan?
Novi Kurniadi
Novi
Salam kenal Novi,...
pernah ga muji diri sendiri di cermin?
Kalau pernah, mungkin ampir mirip dengan ungkapan, daripada di "Cina - Cina, mending gue Cina Cina in diri sendiri...ih,..kok jadi bloon ya..." (just kidding)
Bener, Vie, banyak orang sesama tionghoa yang suka becanda dengan istilah istilah tersebut, kalau dibilang oleh orang non tionghoa, rasanya nyesek, tapi kalau pada becanda dan nyebut kata kata itu sendiri, adem ayem aja,....
just share
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
Cina vs China
Sebutan Tionghoa hanya terbiasa di Indonesia, bahkan kebanyakan cuma di pulau Jawa. Sebutan Cina mestinya berkonotasi netral, bukan hinaan.
Mestinya netralitas itu diyakini dan dibiasakan dipakai dan disikapi dengan biasa, bukannya malah dihindari.
Yang ada sekarang malah dihindari, seolah lari dari persoalan pengartian yang netral, lalu menggantikannya dengan "China" yang jelas istilah asing, dari bahasa Inggris atau Belanda. Menuliskannya dalam bahasa Inggris dan melafalkannya juga dalam bahasa Inggris. Menyerap istilah baru yang sebetulnya sudah lama kita punya yang baku.
Kalau konsisten dengan bunyi (seperti di Malaysia), tulislah dengan "Caina", bukannya "China". Kalau konsisten dengan tulisan, lafalkanlah dengan "Cina" untuk kata "Cina".
"Tionghoa" tidak akan pernah menggantikan "Cina" karena diantara orang Cina sendiri tetap memakai istilah "Cina". Orang Jawa bilang "Cino", bukan "Cayno". Jawa kromo bilang "Cinten", bukan "Cainten". Apalagi "tionghoa", tidak punya akar di bahasa Indonesia.
"Tionghoa" diambil dari "Cung hua ren" yang disingkat "huaren". "Tionghoa" adalah istilah "resmi" yang berkaitan dengan negara Tiongkok atau Cung kuo. Tapi orangnya, mestinya "han ren". Dan itu sama sekali tidak lazim dipakai di tanah air sejak jaman kapanpun.
Dari dulu istilah yang sehari-hari dan umum terpakai adalah "Cina". Istilah itu yang selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun biasa dipakai dan berkembang dengan istilah turunan: "petai cina", "pecinan", "kue cina" dll.
Ketika Belanda menjajah, menyebut lelaki Cina juga bukan dengan istilah "Tionghoa jongen"atau "Tionghua man" melainkan: Chinees.
Justru huruf "H" itu yang asing ditelinga kita. Kata "Cina" mestinya dikembalikan konotasi netralnya, dengan cara DIPERGUNAKAN dengan wajar.
Harusnya..
Sebutan Cina mestinya berkonotasi netral, bukan hinaan.
Seharusnya sih memang demikian tapi cara mereka memanggil atau tekanan nada (konotasinya) seperti:"hey Cina" atau "dia itu orang cina" itulah yg membuat warga keturunan itu merasa dihina. kenapa mereka tidak bilang saja "dia itu warga keturunan".
Kalau saya bilang kepada seseorang : " dia itu orang Cina" se olah2 menunjukkan bahwa dia itu adalah orang yg berwarganegara China. Padahal maksud saya adalah bahwa dia itu warga keturunan...
Huanan
Bro Huanan
Setuju, Bro Huanan....
"mereka" menganggap kalau ada huruhara, kita bakal lari ke Tiongkok kali, atau kalau ada peperanganIndonesia lawan RRC, kita belain RRC kali,....
Padahal, namanya juga WNI...lebih resmi malahan daripada pribumi yang tak memiliki Surat warga negara yang resmi
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
bhineka tunggal ika
smile anda tahu siapa yang menciptakan lambang GARUDA?
smile anda tahu siapa yang menciptakan PANCASILA?
smile anda tahu siapa yang menemukan istilah "BHINEKA TUNGGAL IKA"
jauh sebelum lambang ini muncul orang orang keturuna seperti kita kita sudah ada dan sudah exist di bidang perdagangan....
nenek moyang kitalah yang menjadi perantauan di negeri ini dan berbaur alias kawin dengan penduduk pribumi...
sebagian dari kita yang sejak kecil di cino - cino kan oleh penduduk pribumi sesungguhnya mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat hehehe....
sebel juga sejak kecil di intimidasi dengan penduduk pribumi...
padahal sebagian besar gen kita sudah tidak asli 100% cino...
bahkan untuk berbahasa cino saja saya cuman bisa 25%...
malah 75% aku iso ngomong jowo ngoko karo kromo...
well smile jangan salahkan siapa siapa tanyalah pada rumput yang bergoyang....
salam hangat untuk blog yang bagus ini smile... oh iya jawaban untuk pertanyaan ku di atas adalah... orang yang mencipta lambang garuda adalah orang yang sangat agung dan tahu banget makna pluralisme...
'maybe namanya adalah "ki ageng mulyo kabeh" hehehe
Golden arwana
setahu smile yang menciptakan pancasila bukannya Bung Karno yang merumuskannya....?
Kalau Garuda, ya tentu para founding father dan kroninya,....
salam
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"