Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Mencintai Kehilangan
Kehilangan. Sebuah kata yang umumnya mengundang reaksi menyedihkan. Terutama bila yang hilang adalah sesuatu yang berarti dalam hidup. Hal yang istimewa biasanya dijaga lekat-lekat agar tetap berada pada dekapan. Sayang, meskipun terdekap erat tetap saja ia dapat terbang begitu saja tanpa meninggalkan jejak kecuali sepenggal kecewa.
Dulu ketika duduk di Sekolah Lanjutan, ibu pernah membelikanku sepasang sepatu kanvas warna biru. Kala itu aku amat menggemari warna itu, dan sepatu itu selalu menemaniku ketika aku les sepulang sekolah. Jika dimungkinkan tentu sepatu itu sudah kupakai ke sekolah. Sayang peraturan di sekolahku kala itu mengharuskan seluruh siswanya mengenakan sepatu warna hitam polos. Ada sedikit saja bagian berwarna bukan hitam, guru BP yang tegas akan langsung menyuruh kami bertelanjang kaki tanpa ampun.Saking nyamannya, sepatu itu kupakai hingga lusuh. Bahkan aku berencana akan tetap 'memuseumkannya' bila ia sudah benar-benar tidak dapat dipakai kelak.
Tapi rencana tinggal rencana. Di hari kelam bulan Mei nyaris sebelas tahun yang lalu, sepatu itu harus hilang di empang belakang rumah ketika kami melarikan diri dari tempat tinggal kami sendiri.Kala itu kakiku terbenam di lumpur. Bila aku mempertahankan sepatu biru itu, mungkin aku tak dapat mempertahankan diriku. Benar-benar pilihan yang sulit. Dengan berat hati akhirnya kutinggalkan sepatu kanvas biruku itu terbenam di lumpur empang belakang rumah dan terus berlari bertelanjang kaki.Yang hilang biarlah hilang. Hidup harus terus berjalan meski awalnya timpang karena ada bagian yang kosong dan nampak mustahil tergantikan. Maka kurelakan sepatu bitu itu.
Yang hilang tak selalu berwujud barang. Kehilangan orang yang dekat karena putusnya hubungan ataupun kematian bahkan terasa lebih menyakitkan. Ibu selalu meledekku bahwa aku demikian cengeng ketika pindah ke kota kelahiranku dari ibukota sepuluh tahun silam. Aku tak berhenti menangis karena merasa kehilangan teman-teman yang begitu kusayangi di ibu kota sana. Tapi, aku menolak untuk kembali ke ibukota. Namun apa lagi yang bisa dilakukan ketika ada bagian yang hilang dalam kehidupan. Layaknya ada sebuah lubang yang teramat besar dan dalam. Kekosongan yang membuat kita merasa tak lengkap. Tapi sekali lagi. Yang hilang biarlah hilang. Jangan-jangan ia tak pernah benar-benar hilang; hanya bersembunyi untuk ditemukan kembali suatu hari nanti.
Katika beberapa blog yang kuunggah beberapa saat lalu hilang dari Sabdaspace, ada kecewa yang muncul di hatiku. Tulisan-tulisan yang kutulis secara spontan seketika kilatan ide membludak dari sel-sel kelabu otakku itu tak pernah kusimpan, dan mungkin akan benar-benar hilang. Tetapi pada pemikiran kedua, aku akhirnya bersyukur. Bila pun kisah-kisah sederhana itu benar-benar hilang, ia sudah meninggalkan jejak buatku dan (semoga) buat pembaca lain.Yang hilang belum tentu meninggalkan kekosongan, karena jejak-jejak yang ditinggalkannya tak pernah benar-benar hilang.Maka, aku belajar untuk mencintai kehilangan itu, karena ia adalah bagian alamiah dari hidup.
GBU
anita
- clara_anita's blog
- Login to post comments
- 5133 reads
baru saja kehilangan sebuah komen
aku sedang asyik mengetikkan komenku di blog ini, tiba2 saja.... pett... lho kok listriknya mati? padahal kurang ketik2 sedikit lagi sebelum mencet tombol beri komentar...
ah ternyata aku ga cuma harus memberi komen di blog ini, tetapi harus belajar seperti si empunya blog untuk mencintai kehilangan.
Dear Jackching Wah mati
ada kehilangan yang dirindukan lho...
kehilangan "sesuatu" di malam pertama...
=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)
=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)
Malam pertama.. ehm.... wah
Control-S
Another topic dulu:
“.... sel-sel kelabu otakku”
Aku menyukai ungkapan ini, mengingatkanku pada sosok pria kecil berkumis melintang yang sangat bangga dengan kumisnya.
***
Sedikit menyinggung topik:
Untuk file, setiap kali menulis blog, saat mengetik di komputer, tanganku selalu bergerak tanpa sadar di tombol Ctrl+S. Aku tidak pernah tahu berapa ratus kali menekan tombol ini dalam satu jam, tanganku bergerak secara otomatis.
Sebelum mem-posting sebuah blog, aku paling tidak sudah punya empat file. Karena setiap kali merasa sudah menyelesaikan sebuah tahap, filenya aku Save As dengan menambah angka 2, 3, 4, dst. di akhir nama file. Bukan hanya demi amannya, tetapi dengan cara ini, bisa kembali ke step sebelumnya jika ada masalah.
@AP: Poirot
About the other topic:
Pria bertubuh kecil yang selalu sistematis bernama Hercule Poirot karangan Agatha Cristie itu memang sempat menyihirku-- dulu... dulu sekali ketika aku masih belasan tahun. Tapi terkadang aku lebih suka Miss Jane Marple yang selalu saja bisa mengais petunjuk dari hal-hal sederhana. Satu persamaan dari kedua tokoh itu: tidak perlu tampak luar biasa untuk menjadi hebat ^_^
He..he.. saya sempat terperangah ketika mengetahui Poirot adalah pembunuh di karya Mbak Cristie yang berjudul Tirai. Hebat betul dia memainkan alur cerita :)
Tentang Ctrl+S:
Kadang saya bekerja dengan notebookku sendiri, tapi sering juga menggunakan komputer yang bukan milikku alias cumi (cuma minjem). Sering pula saat saya mengunggah blog saya tak punya niat sebelumnya jadi tak pernah terpikir untuk menyimpannya.
Anyway, thanks for the lesson.... and for the other topic ;)
GBU
anita
hilang..hiks...
Bu Guru...comment saya ilang... hiks...hiks.. padahal saya jarang nulis komentar...hiks...eh, sekalinya nulis malah ilang...hiks...
Jesus loves Us
Tak temeni nangis deh
Tak temeni nangis deh mbak...
Hiks... hiks...
GBU
sesuatu yang baru
aku mencintai kehilangan dengan pemikiran: akan ada yang baru setelah yang hilang, dan lebih baik dari yang hilang itu.
Patah tumbuh hilang
Patah tumbuh hilang berganti...
MERDEKA!!!!
(Semangat perjuangan kemerdekaan tahun 45)
GBU
anita
Hehilangan ......@admin, ?
Lakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia ...
@ely: ya dah direlain aja non....
Direlakan saja deh yang sudah hilang. Seperti air hujan yang turun ke bumi pasti sempat membuat tabah basah, begitu juga hal-hal yang hilang dalam hidup kita.
Yang namanya teknologi dan manusia tentu tak ada yang sempurna, dan selama ada yang tidak sempurna selalu ada ruang untuk penyempurnaan. Maka bersyukurlah bila kita tak sempurna karena peluang untuk jadi lebih baik terbuka lebar. Itulah kiranya mengapa disisakan ruang yang tidak sempurna untuk kita.
GBU
anita