Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Mbak Sri ... Mbak Sri .. Nambah Kerjaan aja
Uch ... sore ini lagi-lagi ibu ku mengeluh kepadaku tentang kelakuan teman kerjanya sesama guru, yang kebetulan sama-sama seorang Kristen. Sebut saja Mbak Sri, kebetulan dia memang masih agak muda. Aku bahkan sempat diajar matematika oleh nya ketika SMA dulu. Beberapa waktu lalu Mbak Sri ini, ditegur Kepala sekolah gara-gara kesibukan pelayanan gereja yang digelutinya sudah sangat mengganggu pekerjaannya sebagai guru. Setiap kali ijin hanya untuk mengikuti retret, seminar, kebaktian padang atau karena diminta berkhotbah. Sayangnya semua itu dilakukan di jam kerja. Sekali lagi di jam kerja!
Sekarang murid-muridnya sudah semakin terbiasa dengan setumpuk tugas pengganti. Jam pelajaran hanya diganti tumpukan catatan yang harus di salin, atau soal-soal yang harus dikerjakan. Untung aku sudah lulus :P
Sebelumnya, guru Agama Kristen di sekolahku yang dapat embel-embel Ev. di depan namanya, meskipun sebenarnya itu hanya sindiran untuk sikapnya yang semakin tidak profesional sebagai guru. Lebih sibuk dengan pelayanan, makanya cocok dapat title Ev. :))
Tapi ternyata masalahnya tidak berhenti sampai di situ. Entah mengapa sekarang menular ke mbak Sri. Mbak Sri... Mbak Sri ... apa sih yang kamu cari?
Karena ada unsur agama, maka persoalan ini menjadi sedikit sensitif.
Dari cerita ibu, aku bisa lihat kepala Sekolah juga agak sulit mengambil sikap. Salah-salah malah bisa cap sentimen, fanatik, anti Kristen, atau apa lah itu.
Terlepasa dari itu semua, yang jelas citra guru Kristen di sekolah tempat ibuku bekerja semakin terpuruk. Meskipun tidak secara terang-terangan tapi tetap terasa suasana yang menjadi kurang nyaman. Guru Kristen menjadi diremehkan dan semakin kurang dihargai keberadaanya. Benar juga kata orang, sebagai satu anggota tubuh, jika salah satu bermasalah, maka yang lain juga akan ikut kena getahnya. Mendengar slentingan dan sindiran tiap hari, siapa juga yang bisa tahan. Beberapa teman sesama guru Kristen, termasuk ibuku sebenarnya juga tidak kurang-kurang menegur. Tapi seperti tidak digubris.
tapi gara-gara Mbak Sri, setiap sore aku jadi dapat tugas tambahan nih. Mendengar keluh-kesah ibu. Tidak mengapa, hitung-hitung untuk terapi stress buat ibu. :))
Mbak Sri ... Mbak Sri .. bikin aku tambah kerjaan saja!
Sore ini, apa ya yang bisa aku katakan ke ibuku? Aku hanya bisa bilang ke ibu, jika sempat bertemu dengan mbak Sri... suruh saja dia jadi fulltimer supaya berkatnya juga full. Dan tidak justru menjadi full batu sandungan bagi saudaranya seiman.
Jika dipikir benar tidak ya aku bilang begitu ke ibuku? Ah.. entah lah mungkin karena aku terlalu capek bekerja, hingga aku jadi terlalu capek untuk mendengar. Memang sudah satu minggu ini aku begadang mengerjakan beberapa job yang harus aku segera dilesaikan.
kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini
- Waskita's blog
- 7006 reads
Ahh ....
Pekerjaan yang Tuhan karuniakan pada kita adalah tugas pelayanan yang harus kita
kerjakan dengan sepenuh waktu dan hati pula. Aku tidak setuju dengan para pekerja
yang full time di sebuah kantor sekuler, yang mungkin tidak ketat aturannya untuk
keluar masuk kerja, memanfaatkan waktu kerja mereka dengan alasan kegiatan
gereja atau penginjilan. Penginjilan dan pelayanan itu akan sia-sia karena di lain pihak
nama Tuhan bisa tidak dimuliakan karena sikap para pelayan-Nya yang tidak profesional.
Bagaimana menurut bloger-bloger yang lain?
Profesional???
Profesional itu seperti apa?
Gimana kalau ternyata kita bisa menyelesaikan setiap kerjaan kita dengan bagus, dan kita manfaatkan waktu luang untuk aktivitas gereja/penginjilan?
Apa salahnya kalau ternyata mereka bisa tetap bekerja dengan bagus (meskipun gak sempurna) sambil beraktivitas rohani?
Bagi saya sih yang penting porsinya pas, dan bisa menempatkan diri. Menurut saya, masalah profesionalisme lebih terkait dengan karakter pribadi masing-masing. Orang yang gak sibuk pelayananpun, kalau dasarnya malas, tetap aja gak profesional. Tapi orang yang memang dasarnya profesional, tetap bisa bekerja dengan maksimal, meskipun di aktif pelayanan dan penginjilan. Memang, kalau mau mencapai hasil maksimal, gak bisa setengah-setengah. Tapi apakah kita harus benar-benar "memisahkan" aktivitas sekuler dan non-sekuler?
Salam,
-- dari yang belum merasa profesional di tempat kerja :(
Just as i am,
kurnia
Kalau memang bisa
Kalau memang bisa memanfaatkan waktu luang "di luar jam kerja" untuk pelayanan
tentu saja itu bukan masalah .... Justru itu yang harus dilakukan. Tetapi ingat untuk
kasus Mbak Sri ini, dia menggunakan waktu dimana dia harus pelayanan di sekolah
tempat dia bekerja dengan alasan melayani di tempat lain. Lah trus pie to ya ....
Tempat kita bekerja (walaupun sekuler) kan tempat kita untuk melayani Dia juga
bukan? Melayani Dia bukan hanya di lingkungan gereja to? Pekerjaan sekuler juga
pelayanan sepenuh waktu .... jadi saya tetap gak setuju dan bilang tidak profesional
bila salah satu pelayanan harus dikorbankan untuk pelayanan lain. Pokoknya tidak
profesional apabila dalam satu sisi nama Tuhan menjadi tidak ditinggikan/dimuliakan.
Gitu lho pren ... menurut daku :)
* Dari yang belum profesional dalam pelayanan juga neh :))
Saya setuju pendapat Sdr.
kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini
Setuju Juga
Namaku: Yulia
nah itu tahu
Jangan mempersempit melayani dengan term sekuler or rohani lah. Supaya tidak jadi picik.
kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini
ketika sang waskita masih "waras" hehehe ;-)
pahlawan tanpa tanda jasa
"I can do all things through Christ who strengthen me"