Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kerja sebagai Ekspresi Iman

Mirandola's picture

KERJA SEBAGAI EKSPRESI IMAN

(Sebuah Refleksi berdasarkan Konsep Iman Yang Hidup menurut Yak. 2:14-26)

Oleh: Deky H. Y. Nggadas

 

Pendahuluan

Marthin Luther, pencetus Gerakan Reformasi (1517), sebelum naik ke atas panggung sejarah dan menyerukan kebenaran yang telah sekian lama diselewengkan dalam Gereja, pernah digelisahkan oleh suatu krisis batiniah yang hebat. Ia sadar bahwa dosa-dosanya sedemikian banyaknya, sehingga hati nuraninya terus-menurus didakwa oleh rasa bersalah. Ia mencoba berbagai upaya: tidur di lantai yang keras, tidak makan, bahkan memanjat anak tangga di Roma dengan tangan dan lututnya. Melihat itu, guru-gurunya berkata bahwa apa yang dilakukannya itu sudah cukup untuk mendapatkan damai bagi jiwanya. Akan tetapi, damai dan sukacita dalam batin yang ia rindukan itu tak kunjung hadir. Ia mempelajari kitab Mazmur. Dalam kitab tersebut, istilah “kebenaran Allah” seringkali muncul. Setiap kali ia berjumpa dengan istilah tersebut, hatinya semakin resah. Mengapa? Karena ia memahami bahwa kebenaran Allah yang sempurna itu menuntut agar manusia yang berdosa harus dihukum. Tatkala ia membaca istilah kebenaran Allah, ia merasa terus diingatkan akan kepastian hukuman yang menantinya. Suatu hari, ia membaca Alkitab dari Surat Roma 1:16-18. Dalam ayat-ayat ini ia membaca mengenai Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang (ay. 16). Ini adalah kabar baik! Namun ia membaca lanjutan ayat itu, “sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah”. Lagi-lagi istilah ini meresahkan hatinya. Dia semakin tertekan karena dalam ayat 18 dinyatakan bahwa murka Allah ditimpakan dari sorga terhadap ketidakbenaran manusia. Akhirnya, ia kembali kepada ayat 17: “sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘orang benar akan hidup oleh imannya’”. Saat itu, ia baru memahami bahwa kebenaran Allah yang dimaksudkan Paulus bukan merupakan keadilan Allah yang menghukum orang-orang berdosa, melainkan kebenaran yang diberikan kepada orang-orang berdosa yang memang sangat membutuhkannya, yang mereka terima melalui iman. Ini adalah kebenaran yang sempurnya, yang tidak bercacat celah yang didapatkan dari Kristus, yang diberikan kepada mereka yang beriman kepada-Nya. Inilah yang kemudian dalam sejarah teologi dikenal dengan doktrin: Justification by faith! Hanya oleh iman kita dibenarkan. Kebenaran Kristus diperhitungkan atau diimputasikan kepada kita melalui iman (Rm. 5:1).

Iman yang Sejati

Tampaknya gambaran yang kita peroleh dari perikop ini berbeda dari yang telah diuraikan. Yakobus mengungkapkan bahwa kita tidak dibenarkan melalui iman semata, tetapi oleh perbuatan. Apakah tulisan Yakobus merupakan kontradiksi dari doktrin yang diajarkan Paulus? Apakah yang dimaksudkan Yakobus ketika dia menulis bahwa kita dibenarkan oleh perbuatan-perbuatan (2:21, 24)?

  1. Perlu diperhatikan soal karakteristik kehidupan audiens yang dihadapi Paulus dan Yakobus. Paulus menghadapi kaum Judaizer yang nomistik, sedangkan Yakobus berhadapan dengan orang-orang antinomian. Kelompok Judaizer beranggapan bahwa mereka dapat memperoleh perkenanan Tuhan dengan ketaatan mereka semata. Untuk itu, Paulus menegaskan bahwa bukan karena perbuatan, melainkan iman semata yang dapat membenarkan seseorang di hadapan Allah. Di sisi lain, kelompok antinomian mengabaikan segala aturan dan merasa dapat menghidupi hidupnya tanpa aturan apa pun. Mereka hidup semau gue. Itulah sebabnya, Yakobus menandaskan bahwa klaim seseorang bahwa ia telah memiliki iman yang hidup dapat terlihat dari bagaimana ia menata kehidupan kesehariannya. Iman tidak ditambah dengan perbuatan untuk dibenarkan Allah, tetapi iman yang membenarkan pasti melahirkan perbuatan-perbuatan yang memuliakan Allah.
  2. Ketika Yakobus menyebutkan bahwa Abraham dibenarkan karena mempersembahkan Ishak di atas mezbah, sesungguhnya dia tidak menyangkali bahwa terlebih dahulu Abraham telah dibenarkan karena “percaya kepada Tuhan” (Kej. 15:6 Maka percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran, ay. 23”. Sebenarnya, istilah dikaiow – dibenarkan yang digunakan Yakobus berkaitan dengan konsep “iman yang disempurnakan” (ay. 22). Istilah “disempurnakan” di sini bisa berarti: “dibawa mencapai sasaran”. Jadi maksud Yakobus adalah bahwa iman itu dibawa mencapai sasaran/disempurnakan oleh perbuatan. Atau dengan kata lain, tindakan Abraham mempersembahkan Ishak menyatakan bahwa iman yang dengannya Abraham telah dibenarkan merupakan iman yang hidup/sejati.
  3. J. I. Packer (“Justification” – EDT) menjelaskan maksud dikaioo bahwa dalam Yak. 21, 24-25, merujuk kepada bukti penerimaan seseorang oleh Allah yang diberikan kepadanya ketika tindakannya menunjukkan bahwa ia telah memiliki kehidupan yang demikian, iman yang hidup yang kepadanya Allah telah memperhitungkan kebenaran-nya.... Pembenaran yang dibahas Yakobus bukanlah pembenaran yang menandai keselamatan seseorang, melainkan pembuktian selanjutnya mengenai kepemilikan iman orang itu melalui kehidupan nyatanya.

Implementasi dari implikasinya

Dari uraian tersebut kita akan menarik kesimpulan yang dapat kita hubungkan dengan cara pandang kita terhadap pekerjaan yang sedang kita geluti atau tekuni: Antara iman dan tindakan nyata, tidak boleh ditiadakan satu sama lain. Iman yang sejati melahirkan perbuatan yang memuliakan Allah. Menurut Yakobus, perihal pengakuan bahwa kita telah memiliki iman yang hidup, harus termanifestasi nyata dalam kehidupan keseharian kita. Itu berarti, ketika kita menyandang identitas sebagai orang-orang yang telah dibenarkan dari dosa oleh Allah, maka itu harus terbukti dari bagaimana cara kita menghidupi hidup yang Tuhan karuniakan ini. Implikasi prinsip ini sangat luas, tetapi kalau kita hubungkan dalam pekerjaan kita sehari-hari, maka kita dapat berkata bahwa nilai-nilai etika Kristen harus terlihat nyata dalam cara, tujuan, dan motivasi kita dalam bekerja, yang olehnya terlihat nyata bahwa kita adalah orang-orang beriman. Paling tidak, implementasi atau penerapan dari implikasi penjelasan ini dapat terlihat dalam beberapa hal sebagai ekspresi nyata dari iman kita kepada Kristus, yaitu:

  1. Sebagaimana penjelasan di atas bahwa iman yang sejati akan “dibawa menuju sasaran/disempurnakan” melalui tindakan nyata. Artinya ada dinamika yang intens dalam kehidupan beriman kita. Maka demikian pula, kita yang telah menerima suatu pekerjaan maka kita wajib berusaha untuk semakin cakap dan semakin ahli dalam pekerjaan itu. Artinya bahwa semakin lama kita bekerja, produktifitas dan kualitas kerja kita makin meningkat, bukannya semakin menurun, merosot dan akhirnya kita tidak lagi menghasilkan apa-apa. Bukan terdapat suatu prinsip umum yang berlaku dalam masyarakat, “barangsiapa yang hanya mengetahui sedikit dari pekerjaannya, dan tidak berusaha sungguh-sungguh untuk semakin menguasanya, maka akan tiba waktunya dimana ia tidak dibutuhkan lagi”. Bakat yang Tuhan sudah berikan, harus semakin dipertajam.
  2. Pekerjaan itu harus dikerjakan dengan rajin dan setia. Percaya kepada Kristus dan ambil bagian dalam kerajaan-Nya tidak berarti bahwa perihal menafkahi diri dan keluarga itu terabaikan. Dalam 2 Tes. 3:1-15 Paulus mencela sebagian orang di Tesalonika yang menganggap bahwa iman mereka kepada Kristus dapat membebaskan mereka dari tuntutan ketekunan untuk bekerja. Paulus menyebut mereka sebagai orang-orang yang tidak tertib hidupnya dan yang tidak bekerja, yang sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna. Bahkan Paulus menunjuk kepada dirinya yang di satu sisi giat melayani Tuhan, tetapi juga bekerja untuk menafkahi hidupnya. Itulah sebabnya, secara tegas Paulus berkata, “Jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (ay. 10). Iman kepada Yesus Kristus, tidak boleh menjadikan kita sebagai orang-orang yang malas dan lamban dalam menangkap peluang untuk bekerja. Seharusnya kita adalah orang-orang yang tekun, giat, setia, dan tangkas, tetapi juga cerdas dalam bekerja (Ams. 6:8-11, maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti seorang yang bersenjatan”).
  3. Iman yang hidup dapat juga dibuktikan melalui komitmen untuk tetap bertahan terhadap godaan-godaan untuk hidup tidak sinkron dengan iman kita dalam pekerjaan yang sedang kita geluti. Godaan-godaan itu bisa berupa: kesombongan, mamonisme, pendewaan kerja, kecenderungan pamer kekuasaan padahal: kekuasaan dan wibawa haruslah berdasarkan kasih. Sebab tindakan kekuasaan Allah adalah tindakan kasih. Mereka yang bekerja bersama anda atau di bawah naungan anda bukan hanya sebagai orang-orang yang sedang terikat kontrak kerja, melainkan juga adalah sesama saudara. Godaan yang paling sering menjebak kita untuk melalaikan iman kita adalah: godaan untuk menyerah kepada keadaan. Maksudnya, seringkali kita berada pada posisi di mana kita mau tidak mau menuruti keinginan yang berwewenang atas kita atau karena terjepit oleh keadaan-keadaan yang kritis. Dalam kondisi-kondisi yang demikian, memang dari diri kita sendiri tiada kekuatan untuk mempertahankan integritas iman kita. Kita membutuhkan pertolongan Tuhan. Hikmat dari Tuhan harus diminta untuk memberikan solusi terbaik. Jika tidak maka kita akan tenggelam dalam penyangkalan terhadap iman kita.

Penutup

Tidak ada pekerjaan yang bebas dari pergumulan, kesulitan, dan tekanan. Setiap saat kita dirongrong oleh kecenderungan atau ajakan untuk melakukan yang tidak benar. Itulah sebabnya, Calvin berkata bahwa setiap kali kita harus memasang telinga kepada suara Tuhan. Karena yang paling penting dalam pekerjaan kita adalah kesadaran akan “relatio ad Deum vocantem” kesadaran akan hubungan dengan Tuhan yang sudah memanggil kita menjadi anak-anak-Nya. Bahkan Allah telah membenarkan kita yang berdosa dengan memperhitungkan kebenaran Kristus bagi kita. Kita yang tidak layak, telah dilayakkan oleh karena Kristus sudah mati menggantikan kita. Untuk hubungan yang intim dengan Allah dipulihkan, Dia telah mengorbankan Anak Tunggal-Nya bagi kita, supaya setiap kita yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Itulah sebabnya, setiap kali, kita harus selalu bertanya, “Apakah yang saya kerjakan hari ini memuliakan Dia? Jika iya, bersyukurlah atas kekuatan dan pertolongan-Nya. Namun, jika tidak, maka bersegeralah menyesali dan meninggalkan dosa itu lalu memohon belas kasihan Tuhan mengampuni kita. Sertai permohonan itu dengan tekad dan komitmen untuk memulai suatu tatanan relasi yang baru dengan Tuhan yang beralandaskan kebenaran, keadilan, dan kasih. Dengan demikian, kita dapat mengekspresikan iman yang tidak kelihatan menjadi nyata dalam setiap tugas, pekerjaan, dan tanggung jawab yang kita emban. Tuhan memberkati.

__________________

<td <
 

esti's picture

"Pertanyaan sekitar etos kerja Calvin...."

Halo Rando, Kalau kotbah di mimbar pendeta berkotbah jemaat mendengarkan tidak boleh bertanya-tanya, kalau di pasar klewer ini setiap pengkotbah harus rela hati/ bersedia menjawab pertanyaan jemaat, meski kadang pertanyaannya tidak masuk diakal. Renungan anda sangat memberkati dan membuat saya ikutan berpikir apakah yang saya kerjakan hari ini memuliakan Tuhan, kalau belum segeralah menyesal dan memohon belas kasihan Tuhan untuk mengampuni kita. Maksudnya gimana ya? karena saya juga pernah membaca bahwa etos kerja Calvinistik dikemudian hari telah berubah menjadi rasional sekuler, yang telah membuktikan kesanggupannya membangun suatu kebudayaan kerja keras. dan juga disebutkan bahwa etos kerja Calvin berubah menjadi etos kapitalisme. Adakah penjelasan yang lebih sederhana dari pernyataan diatas? Masalahnya di pasar klewer ini ada yang buka kios dan belanja sampai tengah-tengah malam, padahal kalau malam seharusnya mereka istirahat dan tidur kan? Tuhan Memberkati" Salam"
Mirandola's picture

Setiap Ajaran Memiliki Ekses

Salam, ada beberapa hal yang saya ingin sharingkan dengan ibu esti: 1. Renungan ini sudah pernah saya sharingkan pada acara: To Reach the Unreach People (sebuah acara yang diselenggarakan STT. SETIA Jakarta lewat radio RPK & Heartline FM setiap senin dan Jumat) bulan November 2007. Dan sesudah renungan, ada ruang interaktif dengan pendengar. Itu berarti renungan ini sudah didiskusikan sebelumnya. Maksud saya, saya tidak keberatan untuk mendapat beberapa pertanyaan lagi. 2. Tepat sekali bahwa teologi Calvin memberikan pengaruh terhadap kebudayaan kerja keras, termasuk munculnya etos kapitalisme (khususnya pasca munculnya Puritanisme di Inggris yang mewarisi teologi Calvin). Tetapi, kalau hari ini kapitalisme mendapat nama buruk (setidaknya menurut anggapan beberapa orang, walaupun kapitalisme tidak harus dianggap demikian), itu bukan atas kontribusi teologi Calvin. Ingat bahwa setiap gerakan atau ajaran memiliki ekses tertentu. Artinya walaupun kapitalisme lahir sebagai salah satu ekses teologi Calvin, tetapi ingat bahwa Calvin tidak pernah mengkhotbahkan ataupun mengajarkan kapitalisme. Kerinduan terbesar Calvin adalah mengajarkan firman Tuhan. Bagi Calvin dunia ini adalah panggung kemuliaan Tuhan. Maka hidup ini adalah anugerah Tuhan yang harus dihidupi dalam rangka memuliakan Tuhan. Hidup ini juga adalah kesempatan dari Tuhan untuk dihidupi dengan bertanggung jawab. Implikasinya, apa pun yang dikerjakan, itu harus dikerjakan dalam rangka memuliakan Tuhan. Kalau itu dikerjakan untuk memuliakan Tuhan, maka bolehkah dikerjakan dengan malas, tanpa pertimbangan, tanpa tekad yang kuat, atau sambil lalu? Tentu Tidak! 3. Saya tidak melihat bahwa yang suka belanja malam-malam di Pasar Klewer ini sebagai "masalah". Thanks untuk respons dan pertanyaannya. kiranya penjelasan saya menjawab pertanyaan ibu esti. Tuhan memberkati! Mirandola
__________________

<td <
 

esti's picture

Mampir pasar malem2 . . . . itu gpp lho"

Hallo bung Rando, Makasih penjelasannya ya, Jika memang berdagang malam2 tidak menjadi masalah, berarti sekarang saya tidak perlu malu2 lagi kalau mau mampir ke pasar malem2, soalnya terkadang saya pengin cari obat tidur, tapi takut ada yang "nyirnyir kayak nenek2" n trus dia bilang ngapain sih nenek2 malem2 ke pasar? Padahal kalau ke pasar tengah2 malem itu kadang2 sayapun suka mau doain para penghuni, mau ngecek ada yang sakit nggak? Coba to kalau lagi sempat malem2 bung tengok ke pasar, n kasi tahu supaya sesama penghuni apalagi tamu dilarang saling mencela, harus mengutamakan kepentingan yang lain to? Tuhan Memberkati" Salam"