Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

JAGA IMAGE - bag.2

Purnomo's picture

             Firman Tuhan kepada Israel (Ulangan 6:5-9): ”Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang Kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”



                Firman ini selalu dibacakan bila pendeta mengkotbahkan topik mendidik anak-anak. Saya tidak pernah mendengar kotbah yang membicarakan bagian setelah kalimat “haruslah juga engkau” yang ditujukan kepada orang dewasa. Karena itu tidak perlu heran bila saya salah menafsirkan bagian akhir itu karena ini penafsiran saya pribadi.

(1) On your arms.
              Saya tidak tahu apakah orang Israel pada jaman itu menulis ayat ini di secarik kain kemudian mengikatnya di lengannya. Kita bisa menuruti perintah ini dengan mengukir gelang yang kita pakai dengan tulisan “Aku mengasihi TUHAN” atau “I love Jesus”. Sebagai jimat? Tentu tidak. Tetapi agar ketika tangan itu melakukan sebuah pekerjaan, kita diingatkan bahwa kita harus mengasihi Tuhan melalui apa yang sedang tangan kita kerjakan. Kita tidak ingin tangan ini melakukan sesuatu kegiatan yang menjatuhkan image Tuhan Yesus yang kita kasihi.

               Ketika amarah memuncak dan tangan melayang deras ke wajah isteri kita, pantulan cahaya pada gelang ini (semoga) membuat kita menghentikan laju geraknya karena mendadak di telinga kita berdenging Firman Tuhan, “Kasihilah TUHAN, Allahmu”.

           Saya tidak suka memakai gelang. Sebagai gantinya saya pernah mengenakan kalung berantai panjang dengan salib besi di balik baju saya. Dinginnya logam ini di kulit dada selalu mengingatkan saya untuk berusaha menjaga image Tuhan ketika melakukan pekerjaan sehari-hari, termasuk saat memarahi bawahan atau saat dimarahi atasan. Gara-gara sentuhan dingin ini di dada, pernah saya memanggil kembali bawahan saya yang dengan ikhlas menerima surat pemecatan dirinya karena menyadari kesalahan yang dilakukannya sangat fatal, merobek surat itu di depannya untuk membatalkannya. Di kemudian hari ia bercerita kepada saya bahwa moment itu tidak pernah ia lupakan. Ia menangis bila mengingatnya. Peristiwa itu membuat ia berusaha merubah karakternya sehingga setahun kemudian ia dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi.

          Anda tidak suka mengenakan gelang atau kalung? Masih ada cara lain. Bukan dengan menato ayat Alkitab di punggung tangan. Tetapi lihatlah sepeda motor Anda. Kaca spedometer cukup luas untuk menulis kutipan ayat Alkitab dengan supidol. Ketika Anda mulai menambah laju kecepatan sepeda motor, pasti Anda akan melirik jarum spedometer. Ayat itu akan menjadi reminder agar Anda menjaga image Allah, “Aku ini biji mata Allah, masa mau ugal-ugalan di jalan.” Ketika berhenti di traffic light, daripada bengong menunggu, bisa menghafalkannya. Sudah hafal, hapus, ambil supidol, tulis ayat baru lagi.

         Selesai acara presentasi rencana kerja tahunan di depan dewan direksi, kami makan siang di Senayan. Seorang rekan yang tadi dicecar pertanyaan habis-habisan tentang asal-usul angka perkiraan penjualannya bertanya, “Tadi performa saya bagaimana? Tolong beri masukan.”

         “Kalau kamu panik, itu lumrah. Semua orang pasti panik dibantai seperti itu,” jawab seorang rekan. “Tapi yang membuat saya mual, setiap kamu panik selalu saja kamu menggelar pornoaksi.”

         “Pornoaksi? Jelasnya bagaimana?”
      “Tangan kiri kamu masukkan ke saku celana. Gerakan kain celanamu jelas menunjukkan kamu sedang menggerayangi sesuatu. Gila! Makin panik makin cepat gerakan yang terjadi dalam saku celanamu.”
     “Astagfirullah!” ia berseru. Lalu ia merogoh saku kiri celananya dan mengeluarkan seuntai tasbih. “Aku berzikir untuk menenangkan diri.”

      “Ya kalau begitu, maaf saja. Tetapi apa tidak lebih baik kamu beli tasbih yang lebih panjang agar bisa dikalungkan di leher? Nanti kalau kamu panik, kamu bisa merabai dadamu. Itu lebih sopan.”
      “Jangan!” teriak seorang rekan wanita. “Aku bisa mati merinding melihat kamu meraba-raba dada.”

        Kami terbahak. Sejak saat itu ia menyandang nick name baru, “Pak Ustadz”.


(2) On your forehead.
         Kata orang-orang yang pernah berwisata ke Israel, para rabi Yahudi mengenakan ikat kepala yang berkantong di tengahnya. Dalam kantong itu mereka menyimpan kutipan Ulangan 6:5. Saya pikir itu bukan yang Allah maksudkan dengan kata “di dahimu”. Sebab di negeri ini menato ayat Alkitab di dahi bisa membuat jidat berlobang. Tetapi, apa yang kamu pikirkan atau rencanakan hendaklah dilambari dengan keinginan untuk mengasihi Allah.

           Memiliki buku agenda kerja yang menerakan kutipan ayat-ayat Alkitab bisa menjadi penggantinya. Nurani kita akan terganggu bila dalam sebuah kolom tanggal kita menulis kalimat, “Ultah client pontensial – sewa kamar karaoke di mabes n sexy dancer.”

           Ayat Alkitab juga bisa kita terakan di kertas planner atau dimunculkan dalam bentuk running text di komputer tempat kita membuat rencana kerja. Jika Anda belum bisa membuat running text, tulisi sisi atas bingkai monitor dengan kalimat “Kasihilah TUHAN, Allahmu” sehingga setiap Anda akan mengunggah artikel ke sebuah situs internet Anda diingatkan “Apakah artikel ini bisa menjadi bukti bahwa saya mengasihi Tuhan saya?”

        Artikel ini saya tulis setelah selesai menulis sebuah proposal untuk seorang pemilik perusahaan yang meminta nasihat bagaimana memajukan bisnisnya. Setelah membahas tentang “product” dan “pricing”, saya menulis tentang “people”. Saya mengawalinya dengan kalimat, “Good product dan good pricing tidak mempunyai kekuatan di pasar apabila para field people tidak well trained dan well motivated.”

     Kemudian saya menguraikan penggajian karyawan. Saya mengusulkan mempergunakan tarip UMR sebagai patokannya. Ini bukan berarti perusahaan harus membayar mereka sesuai UMR, karena perhitungan di atas kertas saja bisa menunjukkan bahwa UMR tidak cukup untuk membiayai hidup sepasang suami istri dengan 2 orang anak yang tinggal di rumah kontrakan. “Beri mereka minimal 1½ kali UMR sebagai ‘take home paid’-nya,” begitu yang saya tulis. “Patokan berarti bila UMR naik, otomatis gaji mereka juga harus dinaikkan.”

        Jika Anda seorang pemilik perusahaan atau bisnis kecil, apakah Anda sudah “mengasihi TUHAN, Allahmu” melalui besaran gaji yang Anda tetapkan untuk karyawan Anda?

       Jika Anda mempunyai kebiasaan memilah-milah uang gaji ke dalam sampul-sampul sesuai dengan mata anggaran pengeluaran, bagaimana bila sampul-sampul itu ditulisi ayat-ayat Alkitab? Misalnya di sampul “belanja harian” kita tulisi “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu” (Ibrani 13:5a).


(3) On the doorposts of your house.
           Jika dua tempat peneraan Firman di atas tersembunyi dari mata orang lain, di “kelas tiga” ini Tuhan meminta kita untuk mulai melangkah ke luar dari zona aman. Tetapi apakah bukan perbuatan bodoh menulisi daun pintu dengan ayat-ayat Alkitab? Jika demikian, bagaimana bila kita menarik sedikit ke dalam? Ruang tamu rumah kita!

          Adakah di dinding ruang tamu Anda terpajang salib, gambar Tuhan Yesus atau ayat Alkitab agar setiap tamu yang datang tahu Anda orang Kristen? Jangan berkecil hati bila Anda belum berani memajang identitas itu walaupun hanya sekedar kalender gereja, karena masyarakat sekeliling Anda tidak menyukainya. Jangan nekad mengambil resiko. Anda masih bisa memajang tulisan Ebenhaezer, Filadelfia, Mahanaim, Imanuel misalnya yang hanya bisa dimengerti oleh para tamu yang seiman.

        Identitas kecil ini masih punya manfaat membuat kita selalu teringat, “Saya ingin mengasihi Tuhan dengan memperlakukan tamu dengan ramah.” Setelah situasi lebih memungkinkan, mulailah memperjelas identitas itu sehingga tamu-tamu tahu kita orang Kristen. Asesori ini juga mengingatkan kita untuk tidak bertengkar dengan suami atau isteri kita dengan suara keras. Berbisik-bisik sajalah di dalam kamar tidur. Malu ‘kan kalau tetangga kiri kanan mendengar suara-suara bentakan padahal kita sudah terlanjur memasang sticker “perusahaan” Bapa sorgawi kita.

         Lalu bagaimana bila kita tidak bisa bertengkar tanpa berteriak karena berteriak itu bawaan lahir? Tidak usah bingung. Turunkan semua identitas “perusahaan” itu. Simpan di gudang karena kita harus turun kembali ke “kelas dua”. Nanti bila bawaan lahir itu sudah bisa dibawa ke tempat sampah, baru kita pasang kembali asesori itu untuk menandai kita sudah berada di “kelas tiga”.

        “Pada tiang pintu rumahmu” juga bisa diartikan “seluruh isi rumah ini mengasihi TUHAN”. Sudahkah seluruh anggota keluarga Anda menerima Yesus sebagai Juruselamatnya? Bila masih ada yang belum, masihkah Anda berdoa untuknya? Jika seluruh isi rumah sudah mengasihi TUHAN, sudahkah setiap malam diselenggarakan altar keluarga untuk membuktikan adanya kasih itu?


(4) On your gate.
          Pada saat Firman itu diberikan, pengadilan di Israel dilakukan di pintu gerbang kota, di tempat terbuka. Inilah kelas tertinggi di mana kita diminta memasang identitas iman kita. Di tempat terbuka. Misalnya?

(4.1) Doa makan.
       Sudahkah kita berdoa sebelum makan di kantin sekolah, di kantin kampus, di kantin kantor, di warteg, di restoran? Tetapi bukankah doa tidak untuk dipamerkan? Menurut saya pribadi, pameran doa adalah apabila doa itu dilakukan secara demonstratif, dengan suara keras. Tutup mata, tundukkan kepala, pegang piring Anda agar tidak diserobot tetangga dan berdoalah dalam hati. Keengganan kita berdoa di depan umum lebih dikarenakan ketidak-nyamanan yang diakibatkannya. Jika teman-teman tahu kita berdoa sebelum makan, mereka tidak lagi membagi humor jorok, tidak lagi mengirim gambar seronok ke hape atau mail box kita, tidak lagi mentraktir kita pergi ke dugem atau menonton body painting.

            Saya sendiri mengalami betapa tidak menyenangkan memproklamirkan secara terbuka bahwa saya mengasihi Tuhan. Dapat dipastikan setiap saya dipanggil ke Jakarta untuk rapat dengan beberapa manajer yang juga datang dari luar Jakarta, saya tidak bisa langsung pulang ke hotel setelah selesai jam kantor. Seorang rekanan perusahaan yang kepadanya perusahaan menyerahkan pembuatan billboard dan alat-alat periklanan lainnya sudah menunggu kami keluar dari ruang rapat. Kami dibawanya ke restoran mewah untuk makan malam. Selesai makan acara kumpul-kumpul ini akan diteruskan di tempat lain. Seorang rekan saya pasti mengingatkan sang dermawan dengan berkata, “Kita antar dulu pastor kita ini pulang ke hotel.”

               Tetapi, setiap ada seminar kerja di hotel, selalu saja direktur personalia yang tinggal di Jakarta meminjam kamar saya untuk menunaikan shalat. Suatu ketika saya menolak karena “kamar saya masih berantakan, tadi pagi saya tidak sempat memberesi pakaian kotor”. Tetapi ia tetap menadahkan tangan meminta kunci kamar saya karena “sekotor-kotornya kamarmu masih jauh lebih bersih daripada kamar yang lain”. Wah, saya jadi tersanjung.


(4.2) Sticker di mobil.
               “Gila kamu. Kalau nanti mobilku dilempari batu, rugilah aku,” komentar seorang teman. Betulkah kota Anda masih kurang aman? Cobalah melihat sekeliling. Adakah nama toko-toko yang mencontek Alkitab? Hosana, Betania, Kairos, Logos, Agape, misalnya? Jika ada, tapi Anda masih tidak berani menconteknya di sticker untuk ditempelkan di mobil Anda (yang bisa dilepas dengan cepat bila mendadak ada kerusuhan), jangan bersusah hati. Yakinlah, tidak ada saudara seiman bahkan pendeta yang berani menegur Anda karena ini adalah your own choice.

                 Tetapi, pikirkanlah sejenak. Apakah itu betul-betul alasan yang jujur atau hanya karena Anda tidak mau menyatakan siapa sebenarnya Anda kepada masyarakat sekeliling? Karena begitu identitas ini tertempel di mobil, Anda tidak bisa lagi memaki tukang parkir atau menempeleng supir becak yang melecetkan mobil Anda. Menempelkan identitas iman kita di kaca mobil memang akan membuat (memaksa) kita menahan diri untuk berperilaku semena-mena. Tetapi lama kelamaan kita akan terbiasa untuk berperilaku manis. Sebaliknya, seperti juga pengalaman saya mengendarai mobil perusahaan yang beridentitas, ada juga senangnya.

         Saya pernah terkejut ketika menyodorkan uang parkir si penerima mengucapkan terima kasih dan “Tuhan Yesus memberkati.” Rupanya ia melihat sticker ayat Alkitab yang tertempel di kaca belakang mobil saya. Di kemudian hari setiap saya datang ke tempat tugasnya, ia bergegas mencarikan tempat parkir yang nyaman untuk mobil saya. Saya juga meluangkan waktu sejenak untuk berbincang-bincang dengannya tentang politik praktis, BLT, bencana alam, dan lain sebagainya.

(4.3) Lambang religi di ruang kerja.
          Seorang blogger di situs Sabda Space ini pernah berkisah tentang salib kayu yang dipasang di ruang kerjanya. Saya salut atas keberaniannya itu sementara banyak orang menyembunyikan identitas imannya di tempat kerja.

           Banyak kesulitan yang muncul dengan adanya lambang religi di ruang kerja itu – entah itu salib di dinding, rosario yang diletakkan di atas meja, atau salinan ayat Alkitab yang diselipkan di bawah kaca meja kerja. Kita bisa menulis daftar panjang kesulitan ini. Tetapi di sini saya hanya akan membahas 1 kesulitan yang paling sering dikemukakan oleh saudara-saudara seiman. Yaitu, pengakuan iman ini membuat karir macet. Saya sering menjawab keluhan ini dengan menganjurkan yang bersangkutan untuk pindah agama. Ya, mengapa bingung? Bukankah pilihan yang tersisa tinggal dua? Tetap beriman kepada Tuhan Yesus tetapi karir macet, atau pindah agama karir menanjak. Tetapi kemudian saya bertanya, “Apakah kamu yakin dengan berpindah agama karirmu akan menanjak terus?”

           Tidak bisa dimungkiri adanya kasus-kasus di mana seseorang ditawari promosi sebagai imbalan berpindah agama. Tetapi kasus ini tidak banyak. Yang jauh lebih banyak adalah karirnya macet karena memang ia tidak punya prestasi kerja yang bisa dibanggakan.

           Di mana pun tekanan terhadap minoritas selalu ada. Tetapi seharusnya tekanan ini dimanfaatkan untuk memacu prestasi. Bagaikan bola, makin keras dibanting, makin tinggi melambung. Untuk bisa seperti itu ada syaratnya. Bola itu tidak kempes. Bola itu harus berisi tekanan udara yang besar, yaitu kerja keras dan doa. Orare est labore, laborare est orare (To pray is to work, to work is to pray) sehingga makin kuat dijepit, makin jauh melejit.

         Pernah suatu malam ketika masih di Medan saya diajak pendeta untuk menghadiri bidston perpisahan seorang jemaat. Tiba di rumah jemaat itu baru saya tahu ia adalah Wakapolda Sumatera Utara. Orang Kristen ternyata bisa punya kedudukan tinggi. Tiga bulan yang lalu saya menghadiri acara “Kesaksian seorang tentara” di gereja. Yang bersaksi ternyata Pangdam Jawa Tengah. Ia datang disertai pengawalnya tanpa baju seragam. Istri, anak-anaknya dan orang tuanya yang sudah sepuh ikut mendampinginya. Saya mendekati sopirnya dan mewawancarainya. Dia geleng-geleng kepala waktu menceritakan kesibukan bosnya ini. Hampir setiap malam ada saja acara rohani yang harus dihadirinya. Dari satu gereja ke gereja lain. Dari satu seminar ke seminar lain. Dari satu kota ke kota lain. Ketika acara sedang berlangsung, sebuah mobil dari gereja lain masuk ke halaman gereja. Saya bertanya “cari siapa” kepada para penumpangnya. Ternyata mereka menjemput Sang Tentara karena usai acara di gereja saya, ia harus berbicara di gereja mereka.

          Jika saudara sepupu kita berani menyatakan imannya melalui pakaiannya – yang perempuan berjilbab, yang pria berkopiah putih – dengan segala risikonya, marilah sejenak kita melihat di manakah kita sudah menempelkan identitas “perusahaan” Bapa Sorgawi kita? Tidak perlu berkecil hati bila masih di “kelas satu” dan belum sempat mengurus kenaikan kelas. Yang penting adalah di kelas mana pun sudahkah identitas itu mendorong kita untuk menjaga image TUHAN, Allah kita? Apakah “sticker perusahaan” itu selalu mengingatkan kita bahwa “saya mengasihi TUHAN, Allahku, dengan segenap hatiku dan dengan segenap jiwaku dan dengan segenap kekuatanku”?

 
(the end)
 

** gambar diambil dengan google sekedar ilustrasi.

 

 

bagian ke-1 klik di sini.

 

 

Rusdy's picture

Identitas Kristen

Tulisan anda sudah mengingatkan saya kembali, bahwa saya seharusnya bangga menjadi warga kerajaan Tuhan, pencipta langit dan bumi. Sungguh tercela jika saya harus malu, karena Dia sudah mengirimkan anakNya yang tunggal dan tersalib untuk kita. Sudah seharusnya saya termotivasi untuk menjadi garam dan terang dunia, dan juga mengidentifikasikan kepada yang lain, bahwa kita adalah pengikut Tuhan yang sebenarnya, semata-mata karena kasihNya Kok saya bisa malu yah? sungguh mengherankan! Terima kasih dari saudara seiman! PS: sepertinya ayat Alkitab lebih cocok dibanding grambar Tuhan Yesus deh, soalnya kan Tuhan kita dikenal dari FirmanNya, bukan tampangNya ;)
gkmin's picture

kalau salib-nya TERBALIK, apa ya simbol "kristen" ya...

Lebih lanjut?lihat di sini saja sendiri

gkmin.net -salatiga-jawa tengah

__________________

gkmin.net -salatiga-jawa tengah

y-control's picture

fetish

GKMIN memang fetish HA HA HA!
gkmin's picture

hanya agar kita semua hati-hati....

@YC, he... tambah lagi ya....lihat juga yang ini api. simbol arwah, roh kudus apa neraka/setan??? lihat ini: lidah api "paus" bandingkan juga dengan yang ini

gkmin.net -salatiga-jawa tengah

__________________

gkmin.net -salatiga-jawa tengah

JAMU's picture

Iblis juga Jaga Image

Dalam per ilmu an iblis, yg bisa menyamar mendekati "domba" yg asli, itu ilmu tertinggi. Iblis bisa tampak baik lemah lembut dan penyabar, sopan, halus. Anda bisa bedakan jenis iblis macam itu ? Makannya... orang stress, minum JAMU dulu.