Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Ikut Menghadapi Polisi Menuju Solo
Hla kalau ini versi Waskita.
Hampir saja apes, gara-gara baca berita detik.com yang memberitahu bahwa Solo baru saja dilanda angina puting beliung, hingga banyak pohon tumbang, jadi cepat-cepat mengemasi barang selepas jam kantor. Maksudnya mau pulang ke Solo. Kasihan istri di rumah sendirian.
Sampai di perempatan ABC (Salatiga), kebetulan lampu merah, tiba-tiba ada polisi mendekati motor saya, tersenyum lalu berujar “Mas, spion sudah dua, itu bagus. Lampu nyala juga bagus. Pakai helm bagus … tapi kok melanggar lampu merah. Silakan mampir ke pos polisi di depan”.
Hah… melanggar gimana pikirku …. Perasaan saya tidak melanggar apa-apa. Tapi yah ikuti saja lah, mampir ke pos polisi. Itung-itung silaturahmi, sudah lama tidak mampir ke pos.
Pertama tentu saya bertanya, dimana saya melakukan pelanggaran? Katanya di lampu merah Pasar Sapi. Hardono teman saya tentu saja tidak terima dan adu argument karena merasa benar. Saya juga yakin saya tidak melanggar, karena pas di perempatan Pasar Sapi tadi saya pada posisi berhenti menunggu lampu hijau, saya yakin seyakin yakinya.
Tapi baru bicara sedikit saja, sang polisi sudah mulai pasang kuda-kuda dan melakukan intimidasi dengan nada suara tinggi dan mengancam. Bicara ba-bi-bu mencoba menakut-nakuti kami. Apa kami ini tidak berhak membela diri. Bukankah setiap orang memiliki hak yang sama di depan hukum. Boleh membela diri. Disertai bukti-bukti. Meskipun posisi kami memang tidak kuat karena tidak punya bukti, dan saksi saat itu Cuma Hardono yang tentu saja bukan saksi yang kuat. Jadi mudah buat kami dipojokkan seperti itu.
Polisi itu bilang bahwa sejak pagi dia selalu memantau detikan yang ada di dekat lampu lalulintas, jadi tidak mungkin salah. Ah Pak makanya lain kali ngak Cuma detikan tuh yang dipasang tapi ditambah kamera pemantau biar kita bisa sama-sama lihat. Ada bukti visualnya. Saya sendiri juga sudah malas menanggapi dan adu argumentasi, pingin cepat pulang melihat keadaan rumah.
Saya lalu bilang “terserah lah Pak, kalau mau di tilang ya di tilang saja”.
Tapi ternyata Pak Pol malah terus bicara ba-bi-bu.
"Saya ini petugas! Saya tidak mungkin bohong dan cari-cari alasan! Sebelum berangkat bekerja tadi saya ini menjalankan solat subuh! Saya berani di sumpah demi Allah! Kalau saya mau tilang kamu ya terserah saya, kalau mau saya tutup kasus ini juga terserah saya! Ini nama saya baca nama saya, ini pangkat saya! Yang memasang pangkat saya ini jenderal, bukannya saya mau menakut nakuti kamu! Capek deh … kalimat terakhir ini hampir membuat saya tertawa, kalaupun yang pasang pangkat sanpean itu presiden sekalian trus apa hubunganya.
“SAYA TIDAK MARAH!! Memang kalau orang didikan militer itu, bicaranya ya keras seperti ini. Untung saya polisi, kalau saya tentara kamu sudah habis saya libaskarena melawan petugas! (waow bilang tidak marah tapi matanya sudah merah, padahal apa alasanya coba? Saya kan cuma menyanggah kalau saya tidak melanggar, trus saya juga mau mengalah mau ditilang kalau memang harus di tilang. Tapi ini bapak kok malah terus marah marah.
Saya lalu mengulangi perkataan saya lagi “Pak saya mau pulang, ada urusan penting, jadi kalau mau di tilang yan di tilang saja cepat. Solo baru saja kena angina putting beliung, saya mau tengok istri saya”.
Eh entah budek atau karena sudah sore, otaknya mulai capek jadi tulalit. Bukanya segera menulis surat tilang, malah melanjutkan intimidasi, dengan nada semakin tinggi, matanya bahkan mulai merah.
Saya cuma dengarkan saja, anggap saja sedang nonton sinetron. Tapi lama-lama bosan juga, ngak ada adengan percintaan sih.
Ya sudah saya ulangi saja ucapan saya tadi, “Pak kalau mau di tilang di tilang saja cepat, supaya saya bisa segera pulang, Solo baru saja kena angin putting beliung, saya mau tengok istri saya”.
Saya mulai jengkel. Ini orang kenapa ya. Apa mungkin kurang pendengaran, atau karena sudah sore hingga konsentrasi mulai terganggu, stamina menurun, mata memerah, nafas terengah-engah. Sulit diajak bicara. Wah gejala diare ... bukan ding… mungkin karena kurang kasih sayang, gejala masa kecil yang kurang bahagia he…he…he…
“Saya itu tahu kamu, sering lihat kamu! Saya juga asli Salatiga, saya tahu kamu!!”. Kata Pak Pol.
He…he…he… padahal pas menghentikan saya tadi Pak Pol sempat bertanya dengan sedikit sok tahu “Dari Semarang mau pergi ke mana Pak?” Trus saya jawab “Saya dari Salatiga kok Pak, mau pulang ke Solo.”
Hla ini kok di tengah-tengah berbalik jadi bilang kalau kenal saya, sering lihat saya.
Hampir saja saya tertawa ketika dia kembali bilang dengan suara KERAS dan LANTANG … TAPI KAMU TAHU KAN SAYA INI TIDAK MARAH!!! Yang penting sekarang kamu mengaku tidak kalau melanggar lampu lalu lintas! KAMU NGAKU SAJA!!
waow… ndak marah gimana, matanya saja sudah merah. Hampir saja saya jawab …”ya sudah jangan menangis dong Pak…he…he..he..” tapi tidak...saya tidak jawab seperti itu. Saya hanya diam, duduk manis mendengarkan, trus menjawab:
“Gimana ya pak, bapak mau marah apa tidak terserah, yang penting bapak minta saya mengaku, ya oke, saya mengaku” (dari pada tidak ngaku nanti semakin muntab, posisi saya juga lemah tanpa bukti dan saksi. Masak saya juga harus bersaksi demi Allah, apa dia percaya).
“Pokoknya sekarang Pak, tolong cepat saja surat tilangnya di isi, biar saya urus, terus saya mau segera pulang, sudah sore, sudah mulai turun hujan, barus saja solo ditimpa putting beliung Pak saya mau lihat kondisi rumah sama istri.”
Tapi tanggapannya ya sama saja. Terus saja bicara ngalor ngidul tidak ada juntrungannya. Begitu terus sampai lima kali saya meminta surat tilang, supaya cepat kelar. Padahal cuaca semakin mendung dan gerimis mulai menetes.
Mimpi apa ketemu sama orang ini. Entah lah konyol saja rasanya, karena pas datang polisi yang lain, tiba-tiba dia kembali menyerahkan STNK dan SIM saya yang ia tahan lalu menyuruh kami pergi tanpa surat tilang, atau denda apapun.
Dengan sedikit tersenyum Pak Pol bertanya “Solo ditimpa angin rebut, bukan gempa tho? Sudah sana pulang ngak usah ngebut, jangan diulangi lagi”
Au ah pak, baca saja di Detik.com. Polisi yang aneh, sekali ramah, lalu tiba-tiba marah-marah hingga hamper menangis karena menahan emosi. Dari tadi juga sudah berkali-kali saya kasih tahu kami mau pulang mo lihat kondisi rumah. Ah dasar bolot
Sepanjang perjalanan pulang yang menjadi pertanyaan saya cuma, mengapa dia tidak segera saja menulis surat tilang, tapi malah terkesan cari-cari alasan buat mengulur waktu. Padahal sejak pertama saya selalu bilang bahwa saya pingin cepat saja ditilang karena Solo sedang ditimpa angina rebut, mau segera melihat kondisi istri dan rumah. Sebenarnya apa sih yang dia cari? Ada yang bisa bantu saya menemukan jawabanya??? Ah mungkin memang benar karena masa kecil yang kurang bahagia. :P
Karena sebagian besar tips menghadapi polisi sudah diberikan waskami di artikelnya maka saya cuma bisa kasih tips:
1. Bersikap tenang, jangan emosi, kalau bisa perut jangan kosong, makan dulu.
2. Ah tambah ngaco. Pokoknya jangan sekali-kali ngajak damai. Minta saja surat tilang slip yang warna biru. Kalau dikasih lembar yang merah jangan mau, supaya dendanya tidak masuk ke kantong pribadi, tapi masuk ke kas negara. Setidaknya masih ada sedikit peluang uang denda itu tidak dikorupsi.
3. Kenalan saja sama polisi sebanyak-banyaknya. Jadi kalau pas mau di tilang ... "Wo ... ternyata kamu tho! ya sudah sana. Enak kan.
GBU
get more herbal recipes here
web: Your Baby Reference
kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini
- Waskita's blog
- 7124 reads
Mereka mau minta duit...
BIG GBU!
Cerita teman saya malah
Cerita teman saya malah lebih kocak, dia ngajak damai sama polisi, kasih amplop uang cepekan. bukan seratus ribu. tapi uang kertas cepekan dulu yang warna merah. Dimasukan ke amplop kasihkan dan neloyor deh dia dengan aman.
Kasihan pak Pol, ngak jadi belanja. Tanggal tua-tanggal tua. Dapatnya juga uang tua.
kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini
Wah, Itu Caraku Dulu
Wah, mas waskita, saya sering melakukannya dulu waktu masih sekolah SMA di Yogyakarta. Waktu itu polisinya msih sungkan, sehingga uang damai musti dimasukkan ke amplop. Nah, caranya, masukkan uang kertas seratus atau kertas saja. lalu lem amplopnya. Jangan lupa, lem amplopnya, sebab bila tidak, maka polisi itu akan mengintipnya. Teman saya pernah digampar gara gara meniru jurus saya namun tidak me lem amplopnya.
Kalau di Jakarta hal itu mustahil dilakukan. Wong waktu damai anda boleh minta uang kembalian kok. Dan kalau dia tidak punya, maka bersama sama ke warung untuk nuker uang.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Polisi Itu Sedang Butuh Uang
Mas Waskita, saya punya banyak teman polisi, sebagian malah teman satu gereja. Atas nama teman-teman polisi saya minta maaf atas ketidak nyamanan yang anda hadapi. Tapi sebagai sesama rakyat sipil yang sering menghadapi ulah polisi, saya turut prihatin atas apa yang anda hadapi.
Mas Waskita, kalau ketemu polisi itu lagi, tolong sampaikan rasa prihatin saya padanya. Bilang padanya, saya minta maaf atas nama orang-orang sipil yang sering tidak memahami prilaku polisi yang sedang kepepet butuh uang. Bilang padanya, saya memahaminya kesulitannya, saya juga memahami kenapa dia marah, bahkan putus asa.
Mas Waskita, menurut anda polisi itu bolot. Tetapi menurut polisi itu andalah yang bolot.
Mungkin beginilah pikirannya, "gila nich anak bloon banget, masak gua dah bolak balik main sinetron, marah melotot, ngomong ampir berbusa dia gak ngerti juga, kalau gua lagi gak punya duit dan butuh duit banget? Yang gak punya duit itu gua, bukan negara. Yang butuh duit itu gua, bukan negara. Yang nangkep elu itu gua bukan negara. Masak gua yang kerja duitnya buat negara? Elu mikir dong Tong, ngertiin gua dikit aja, gua lagi butuh duit nich, butuh banget. elu tolong dech!"
Saya selalu memperlakukan polisi sebagai teman. Saya jarang melanggar lalu lintas dengan sengaja. Namun terkadang saya melakukannya dengan tidak sengaja, misalnya melanggar marka jalan. Karena memperlakukan polisi sebagai teman, maka saya mudah mengakali mereka sehingga tidak ditilang juga tidak perlu keluar uang.
contoh dalam kasus mas waskita, coba bayangkan apa yang terjadi ketika polisi itu datang menegur dan mas waskita menegurnya dengan sapaan, "Lo mas, tumben sejak kapan dinas di sini?" Lalu standardkanlah motor anda lalu berdiri dan tepuk tepuk dengan ramah polisi itu. Perlakukan dia sebagai teman. Tunjukkan betapa terkejutnya anda menemukan dia tugas di sana, dan masih mengingat anda. Jangan beri dia kesempatan bicara. Setelah anda brondong dia, katakan anda terburu-buru pulang ke solo karena ada puting beliung, tanyakan apakah dia mau ikut sekalian ke Solo melihat handai taulan di sana?
Polisi itu akan membiarkan anda pergi karena dia merasa risi dengan perlakuan anda sementara ditonton orang orang yang lewat. Mungkin juga dia merasa bersalah karena tidak ingat siapa anda. Sebelum dia sadar apa yang terjadi, ngacir.
Ketika polisi itu ngoceh di kantor Polisi dan menolak menilang anda, keluarkan pulpen dan kertas lalu tulis namanya tanyakan apa pangkatnya dan nomor induk pegawainya, juga no HP dia kalau ada. Bilang padanya, karena dia tidak mau menilang atau memaafkan dan membiarkan anda bebas, maka anda terpaksa minta tolong mertua anda untuk menyelesaikan masalah itu. Katakan, anda minta maaf, bila harus merepotkan polisi itu, karena anda yakin, untuk menyelesaikan masalah itu, maka mertua anda pasti akan mengundang polisi itu ke kantornya. Tanyakan alamat rumahnya sekalian, siapa tahu mertua anda sedang berbaik hati dan menjemputnya ke rumah. Sesudah itu, maka tepuk tepuk punggungnya seoleh seorang teman, katakan, anda akan memberi tahu mertua betapa polisi itu telah berlaku bijaksana pada anda. Sebelum dia berpikir, ngacirlah cepat cepat.
Saya punya kebiasaan untuk melihat polisi-polisi yang bertugas di lampu merah. setelah cukup sering melihat mereka, maka saya menganggap mereka teman dan setiap kali melewati mereka saya melambaikan tangan. Mulanya mereka tidak membalas lambaian saya, bahkan merasa heran. Namun bila itu berlaku beberapa kali, maka mereka mulai menganggap saya teman. Sekali mereka menganggap saya teman, maka mereka tidak memilih mobil saya ketika butuh duit, siapapun yang mengendarainya. Polisi lalu lintas sangat terlatih untuk mengingat mobil atau motor.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
kepepet or hobi?
Wah...ha...ha... Mas Hai..hai.. kalau kasih komentar bikin perut kram saja. Ok, kalau ketemu nanti saya sampaikan ungkapan keprihatinanya. Soal bolot memang saya sengaja bolot. Habis uang di dompet tinggal 20 rebu cukup buat bensin pulang doang. mau ke ATM malas.
Jadi menurut Mas, kalau gaji dan kesejahteraan naik, mungkin praktek kepepet ini akan berkurang gitu ya. Ya mudah mudahan saja ini benar-benar karena kepepet dan bukan karena hobi. Soalnya banyak yang sudah sejahtera tapi masih saja kurang ... sabet sana sabet. Kalau sudah hobinya mah susah.
Ah...
Nyari beasiswa di sini aja
Nasib Polisi Mengenaskan
Mas waskita dan waskami, Seperti yang sudah saya katakan, saya memiliki banyak teman polisi, bahkan banyak di antaranya teman satu gereja. Hal itu terjadi karena gereja saya cukup dekat dengan Sekolah polisi. Di samping itu, saya juga memiliki banyak teman yang mantan mafia yang selanjutnya membawa saya untuk juga kenal dengan orang-orang yang mata pencahariannya berhubungan dengan kekuatan dan kekuasaan. Dengan posisi seperti itu, saya banyak mendengar cerita tentang polisi dan kehidupannya.
Sistem penegakan hukum di negeri kita ini benar-benar parah, walaupun dilakukan perbaikan, namun belum sanggup mengubahnya dalam waktu dekat. Banyak polisi jujur di negeri ini yang terpaksa melakukan kecurangan karena terpaksa, baik dipaksa oleh kondisi ekonomi maupun dipaksa oleh lingkungan polisinya. Saya mengenal banyak polisi jujur yang akhirnya menjadi jahat karena terpikat kehidupan hedonisme.
Mungkin sudah pernah mendengar, setiap perempatan dan lampu merah ada tarifnya. Setiap polisi yang akan bertugas di lampu merah atau perempatan harus menyetor sejumlah uang. Untuk sekolah dan naik pangkat ada harganya.
Suatu hari saya mengalami nasib seperti yang anda alami. dituduh melanggar lampu merah, padahal tidak. Eh, ternyata komandannya adalah teman satu gereja saya. akhirnya saya terpaksa mentraktir polisi yang menangkap tersebut, karena setorannya hari itu masih kurang. Ketika ngobrol dengan teman saya tersebut, sebuah sedan volvo melanggar lampu merah tanpa seorang polisipun berani menangkapnya. Saya mengungkapkan keheranan saya. Teman itu cerita, dulu dia pernah menangkap mobil volvo yang melanggar seperti itu, namun apa yang terjadi? Dengan santai penumpang volvo itu turun dan menghadiahinya dua tamparan lalu melenggang pergi.
Kenyataan itu masih berlaku hingga saat ini. siapa kuat, dialah hukum.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Bukan hanya Polisi
Nyari beasiswa di sini aja
Aturan harus di tegakan
Kalau saya simpel saja. Mengenai kondisi kepolisian yang ternyata mirip mafia, bukannya saya tidak peduli, tapi siapalah saya ini, saya cuma bisa turut prihatin.
Kalau saya terus bersikukuh dengan surat tilang, dan meminta yang warna biru, itu karena saya ingin mengikuti aturan yang ada. Aturan dibuat bukan untuk dilanggar, meskipun saya dianggap melanggar aturan, tapi saya yakin tidak lakukan pelanggaran.
Jika kita terus berkompromi dengan memanfaatkan celah yang ada, berusaha memaklumi dengan alasan kondisi yang tidak mendukung dll, maka jangan pernah bermimpi hukum bisa ditegakkan di negeri ini. Selama masih ada celah untuk dilanggar, dan selama praktek-praktek seperti itu masih bisa dimaklumi dan dianggap wajar ... alamak ngak tahu deh kapan bisa baik negara ini.
Setia dengan perkara kecil ... melatih diri sendiri untuk taat peraturan, dan semoga orang terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Bukankah itu yang diajarkan oleh Yesus sendiri?
Yang namanya peradapan memang harus dibangun dengan usaha yang keras, dan perlu perlu proses yang tidak sebentar. Tapi yang paling penting kita harus berani berkorban untuk sebuah kemajuan.
Betul...
Setuju dengan opininya Waskita. Kita tidak boleh ikut arus yang tidak benar apapun alasannya. Kalau salah diajak damai ya jangan mau karena kita tahu uangnya hanya akan masuk kantong polisi dan membuat mereka terus menawarkan opsi damai. Lagipula kalau ketahuan kita juga bisa repot karena diduga menyuap polisi. Kalau kita semua kompak meminta surat tilang biru (bilang memang salah), opsi damai akan berangsur-angsur hilang. Pelaksanaan hukum akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa harus menunggu yang kuat sadar, kita bisa membuat hukum ditaati asal kita mau; itu dimulai dari kita sendiri.
Saya sendiri gak percaya kalau semua teman eh polisi jadi jahat karena lingkungan. Pasti ada beberapa yang benar. Menilang orang karena orang itu pantas ditilang.
Pak Tanto sebagai Kapolri mungkin bisa menjadi salah satu contohnya. Oleh karena itu pilih Sutanto sebagai presiden RI! Hidup Pak Tanto! Halah.....
dapat diintip di sini atau di sini
Nyari beasiswa di sini aja
Presiden yang pruralis.
Wapres
Untuk pemilu kedepan saya malah lebih suka Susanto jadi wapres dulu mendampingi SBY. Duet maut tuh walau sulit terealisasikan hehe.
Wah ngomongin OOT gini ntar di tegur gak ya, ntar Agung marah-marah lagi. Kalau mo ngomongin capres mendingan buat postingan batu aja deh
Sulit Buat Pak Tanto
Mas Waskami dan waskita, saya setuju dengan pendapat anda berdua. Memaklumi bukan berarti membiarkan halitu terjadi. Itu sebabnya saya tidak pernah melanggar peraturan lalu lintas dengan sengaja, misal melanggar lampu merah, stop, parkir, dilarang masuk, muter tidak pada tempatnya, dll. Hal itu saya lakukan dengan pemikiran kalau semuanya menaati lalu lintas, maka lalu lintas akan berjalan dengan baik.
Mas waskami, Saya mengagumi pak Tanto sejak dia bertugas di Medan lalu tersingkir, sejak saat itu saya berdoa agar dia jadi kapolri. Eh kejadian. Kalau dia mau mencalonkan diri jadi Presiden atau wakil presiden, maka saya pasti akan ikut kampanye, seperti saya ikut kampanye buat PDIP dulu dan SBY baru baru ini. Namun, kayaknya peluangnya kecil karena banyak sekali yang akan menentangnya. Wong jadi Kapolri aja digoyang terus.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Wah....
Mas Hai-hai bagaimana kalau Anda berdoa agar Pak Tanto bisa jadi presiden. Sebab di antara tokoh lain (selain SBY) saya rasa dia yang pantas jadi Presiden RI berikutnya.
Sekalian doakan saya yang jadi wakilnya. :)
dapat diintip di sini atau di sini
Nyari beasiswa di sini aja
Bukan cuman Berdoa
Bukan cuman berdoa mas, saya malah sudah seperti anda, Kampanye diem diem. istilahnya memberi wacana kepada teman teman siapa yang paling coco jdai presiden dari angkatan yang lebih muda, sutiyoso ora Sutanto? Jelas sutanto!
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Ah sekali lagi ... yang
Ah sekali lagi ... yang penting dia seorang nasionalis, pruralis mas.
Bukan karena kebetulan saya dari golongan minoritas hlo Mas. Tapi negeri ini dibangun atas dasar pruralisme. Saya tidak bisa membanyangkan gimana wajah bangsa ini jika kaum fundamentalis religis berkuasa.
Agama dan negara harus dipisahkan. Bagi saya itu mutlak!!
Ah dah Desember yah .... silver bell.... silver bell....
polisi tilang polisi ^_^
Pernah
Hoi... om gue polisi...
"I can do all things through Christ who strengthen me"
Kasihan Polisi
Hmmm... dari sudut 'Ngomong sih gampang', maka komentar saya sih, itu polisi mestinya tetap melakukan hal yang benar bak "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu" (Lukas 3:14)
Bagi yang ditilang, harus mengikuti peraturan negara melalui prosedur hukum yang benar bak "Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya..." Roma 13:1
Tapiiiii, prakteknyaaaa....
Sebelum saya balik ke Jakarta bulan kemaren, saya sudah bertekad, kalau kena tilang polisi (bukannya sengaja untuk kena tilang tentunya ), harus mengikuti prosedur yang benar. Prakteknya:
Setting: Rusdy terjebak macet di lampu merah Harmoni, Jakarta, mau belok kanan ke arah Tanabang
Rusdy: Aduuuuh, ini lampu merah bikin kesel aja! Udah busway bikin macet, terus yang belok kanan kok lama sekali yaaaaah!!!
Setting: Lampu merah mati, hanya polisi menggerak-gerakkan tangannya
Rusdy: He he, akhirnya bisa belok juga nih
Setting: Polisi memberhentikan Rusdy dan beberapa kendaraan didepannya
Rusdy: Waduh, salah apa nih diriku, wong lampu merahnya mati
Setting: Pak polisi memberi aba-aba untuk meminggirkan kendaraan
Pak Polisi: Sore paaaak (dengan gaya super ramah), kok melanggar lampu merah pak? Ya gantian doooong dengan yang laiiin (semakin ramah)
Rusdy: Lho???? Tadi merah toh Pak? Lampunya mati siiih Pak!
Pak Polisi: Ya gantian dooong Pak, masa jalan teruuus (masih ramah)
Rusdy: Ya tidak tahu pak, saya kira bisa jalan terus, abis tidak ada signalnya Pak
Pak Polisi: Ya sudah, mana SIM dan STNK-nya
Setting: Rusdy sedang menggubrak-gubrik kantong, dompet dan kunci sedang mencari-cari STNK yang mana dia tidak tahu ditaruh mana, wah gawat!!!
Pak Polisi: Nanti sidangnya tanggal... jam... yah.
Setting: Rusdy sedang mencari STNK-nya. Pak Polisi mulai terlihat tak bersabar menunggu
Pak Polisi: Ya sudah, mau damai di sini apa di sana
Rusdy (berpikir dalam hati): Waduh, padahal udah berkomitmen untuk ikut prosedur nih, tapi kalo ikut, kagak bisa hadir di sidang, karena sudah cabut Jakarta, terus SIM mesti bikin baru, dst dst. Kalau 'damai' disini, problem solved!!
Setting: tanpa berpikir panjang, Rusdy mengeluarkan uang dari dompet, dan Pak Polisi dengan cepat mengambil uang tersebut dan mengembalikan SIM Rusdy
Pak Polisi: Ya sudah, selamat malam, hati hati ya lain kali (sambil berbunga-bunga)
Rusdy melanjutkan perjalananannya sambil menjedoti kepala ke tembok (hayo, tembok dari mana?) karena telah melanggar komitmen sendiri
Kenapa Melanggar Lampu Merah?
Pak Polisi: Sore paaaak (dengan gaya super ramah), kok melanggar lampu merah pak? Ya gantian doooong dengan yang laiiin (semakin ramah)
Oncom: Sore juga pak. Saya melanggar Lampu merah karena mau tahu, bapak berani nggak nyetop saya? Ternyata bapak berani. Sekarang saya bertaruh, Bapak berani nggak nilang saya? Saya taruhan bapak pasti tidak berani nilang saya dan ngajak damai. Nah, ini saya bagi bapak separuh dech uang menang taruhannya.
At least rusdy tidak melanggar, komitment karena dia hanya membagi uang hasil menang taruhan. disamping itu, uang yang dikeluarkannya lebih murah, karena dibagi dua untuk rusdy dan polisi.
Kalau mau damai, berlakulah sebagai pembeli, sebab pembeli itu raja. Di samping itu, polisi itu pasti punya bahan cerita lucu untuk teman temannya.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Sekali gagal ya ngak papa
Sekali gagal ya ngak papa tho om. Yang penting sudah ada niat. Lain kali siap tahu bisa komit dengan niatnya. Tapi mending lebih hati-hati aja, daripada urusan dengan pak Pol. Waspadalah-waspadalah.
Kadang memang lebih mudah kalau pas urusan, ada teman di samping, yang kasih suport, minimal ikut senasib sepenanggungan. Tapi kalau pas sendirian, apa lagi dikroyok sama pak Pols, atau di belakang sudah banyak yang ngantri, sambil muka ditekuk. Gugup juga jadinya. Badan jadi ber keringat, jantung berdetak lebih cepat, pikiran tak terkendali, cepat...cepat ada solusi kagak. Ada tuh, ya sudah ambil. klik enter, problem solved.