Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Hormatilah Bapa Gereja!

Purnawan Kristanto's picture

 Membaca tulisan "Kesesatan Gereja Setelah Rasul-Rasul Tiada" membuat saya terperangah. Sang penulis mengklaim bahwa setelah zaman rasul-rasul gereja telah sesat.  Dia menulis: "Setelah rasul-rasul tiada munculah kesesatan yang mulai mengerogoti kekristenan sejati. Kesalahan-kesalahan kecil dilakukan sehingga timbulah kesalahan yang besar yang mengakibatkan kesesatan yang dahsyat"

 
Dalam tulisan tersebut saya lalu  tergelitik untuk bertanya kepada sang penulis:"Alkitab apa yang Anda pergunakan saat ini? Apakah Alkitab yang dikanon oleh gereja-gereja setelah rasul-rasul tiada, seperti yang kami gunakan?"
 
Dia menjawab: "Saya meyakini Textus Receptus sebagai Alkitab ayang benar kalau dalam versi inggris King James Version."
 
Jawabannya membuat saya bertanya dalam hati, bukankah susunan Alkitab yang sekarang ini merupakan hasil kerja Bapa-bapa gereja yang diklaimnya sesat?

 

Ketika kita berbicara tentang kitab Suci, kita sebenarnya berbicara tentang sebuah kumpulan tulisan. Setiap tulisan itu mengalami sebuah proses untuk akhirnya diterima sebagai tulisan yang memiliki wibawa.
Tidak begitu saja setiap tulisan itu diterima sebagai tulisan yang suci yang diyakini sebagai buah inspirasi dari Roh Allah sendiri. Semua tulisan yang diterima tersebut akhirnya masuk menjadi bagian apa yang disebut sebagai Kanon Kitab Suci.
Istilah Kanon adalah bentuk Latin dari bahasa Yunani kanon yang berarti buluh. Pada zaman itu, buluh digunakan untuk pengukuran atau pengaturan, jadi fungsinya sama dengan kayu atau plastik mistar pada zaman sekarang. Selain untuk mengukur, mistar juga digunakan untuk membuat garis yang membatasi kolom-kolom. Karena itu secara harfiah Kanon dapat dikatakan sebagai daftar yang ditulis di dalam kolom. Kanon adalah daftar kitab-kitab-kitab yang dipakai gereja dalam ibadahnya.
Menurut buku "Menguak Injil-injil Rahasia", ada tiga alasan yang mendorong gereja melakukan kanon terhadap Kitab Suci.
 
1. Ajaran Sesat
Beberapa orang mungkin membayangkan bahwa gereja-gereja mula-mula sudah menggunakan kitab suci yang isinya sama dengan Alkitab yang kita miliki saat ini. Anggapan ini salah besar. Sesudah zaman rasul-rasul, gereja menggunakan berbagai berbagai teks-teks kuno yang tersebar di berbagai tempat. Gereja A mungkin mungkin menggunakan teks X, sementara gereja B menggunakan gereja Y. Dalam perkembangannya, kemudian muncul-muncul tulisan-tulisan lain yang menggunakan label "Injil", tetapi isinya justru bertentangan dengan ajaran kekristenan. Contohnya, "Injil Petrus", "Injil Filipus", "Injil Yakobus", "Injil Maria Magdalena" dan "Injil Yudas" yang digunakan oleh kaum Gnostik. Gereja meragukan kebenaran dan menolak kebenaran "Injil-injil" tersebut. Alasannya bermacam-macam: Ada penggambaran tokoh Yesus yang dinilai berlebihan atau bahkan bertentangan dengan keempat Injil. Ada persoalan yang berkaitan dengan perendahan martabat perempuan. Ada soal juga tentang tindakan simbolis yang sangat provokatif (misalnya, Yesus mencium mulut Maria Magdalena dan Yakobus). Ada juga yang sangat teliti menggambarkan kengerian hukuman neraka agar menciptakan motivasi bagi orang Kristiani untuk mengusahakan hidup yang sungguh baik.
Tulisan-tulisan Gnostik ini memaksa para Bapa gereja untuk berusaha secepat mungkin menentukan tulisan-tulisan mana yang bisa diterima dan tulisan mana yang harus ditolak.
 
2. Penganiayaan Terhadap gereja
Situasi penganiayaan terhadap jemaat kristiani secara tidak langsung ikut berpengaruh bagi perjalanan proses penyusunan kanon PB. Orang-orang Kristen yang dikejar-kejar sering didatangi secara tiba-tiba di rumah-rumah mereka atau di tempat pertemuan mereka.
Para pemeriksa ini tidak jarang meminta orang Kristen untuk menyerahkan tulisan suci mereka. Keadaan ini mendesak mereka untuk semakin tegas menentukan pilihan atas tulisan-tulisan yang benar-benar mereka terima sebagai tulisan yang memiliki otoritas bagi iman mereka.
Hal ini sangat penting untuk memutuskan apakah mereka akan menyerahkan sebuah teks kepada penguasa atau harus mempertahankannya sampai mati.
 
3. Perkembangan Sistem Tulis-Menulis
Pada awal abad ke-2 M para penulis atau penyalin mulai memakai cara dalam bentuk codex (buku). Bila dalam cara sebelumnya, dalam bentuk gulungan, tiap penulis atau penyalin ditentukan oleh panjang pendeknya gulungan yang ada, sistem baru dalam bentuk codex memberi keleluasaan bagi mereka untuk menentukan sendiri panjang dan pendeknya sebuah koleksi tulisan. Di samping itu, bentuk codex lebih memungkinkan mereka untuk juga menyusun rangkaian tulisan tersebut ke dalam sebuah urutan tertentu.
Untuk melihat konteks yang lebih luas, perlu kita ingat bahwa Kanon Kitab Suci Orang Yahudi sendiri (yang juga disebut sebagai Kitab Suci lbrani) baru selesai dipastikan pada sekitar akhir abad ke-1 M. Setelah Yerusalem jatuh pada tahun 70 M, di Jamnia (beberapa mil di sebelah Selatan Joppa) didirikan sekolah rabinik Beth ha-Midrash dan sebuah rumah pengadilan BethDin (yang kemudian dikenal sebagai Sanhedrin). Di tempat itulah para pemimpin Yahudi menentukan kanon Kitab Suci lbrani. Mereka membutuhkan waktu untuk memperdebatkan wibawa kesucian kitab-kitab Pengkhotbah, Ester, Kidung Agung. Sebuah perternuan Sanhedrin di famnia pada tahun 90 M akhirnya menetapkan kanon Kitab Suci lbrani. Kanon ini dikenal sebagai Kanon Palestina. Di kemudian hari di sebuah pusat komunitas Yahudi di Aleksandria dihasilkan sebuah terjemahan dalam bahasa Yunani. Kanon yang dihasilkan dikenal sebagai Kanon Aleksandria.
Dari gambaran situasi proses yang terjadi selama periode yang kurang lebih bersamaan dengan proses penyusunan kanon Perjanjian Baru ini kita bisa mempelajari satu hal. Pada saat sebagian besar tulisan Perjanjian Baru disusun, kanon resmi Kitab Suci lbrani sendiri belum ada. Yang tersedia bagi mereka adalah tulisan-tulisan yang tersebar dan berbeda-beda berdasarkan tempat. Munculnya tulisan-tulisan seputar tokoh Yesus dari Nazaret yang diagung-agungkan oleh orang-orang Kristiani secara tidak langsung mendesak orang Yahudi untuk segera menentukan kanon Kitab Suci mereka sendiri. Ketika kanon Kitab Suci mereka ini akhimya selesai, orang-orang Kristiani juga secara tidak langsung didesak untuk segera merumuskan kanon Kitab Suci mereka. Dalam hal ini, perumusan kanon Kitab Suci Perjanjian Baru menjadi juga sebuah proses untuk menentukan identitas Kristiani mereka yang pelan-pelan mulai memperlihatkan diri sebagai sesuatu yang berbeda dari identitas ke-Yahudi-an mereka.
 
Proses kanon ini memakan waktu selama ratusan tahun dan mengalami debat yang sengit. Ada berbagai macam upaya kanon yang telah dilakukan. Selama proses itu, ada semacam proses seleksi untuk menentukan kitab-kitab suci yang diterima oleh gereja. Tabel berikut ini menggambarkan perkembangan perdebatan tersebut. Sejak dari semula, bapa-bapa gereja sudah menyepakati kitab-kitab dari Matius sampai dengan Filemon. Namun ketika membicarakan kitab Ibrani, Yakobus, 1 Petrus, 2 Petrus, 1 Yohanes, 2 Yohanes, 3 Yohanes, dan Yudas, muncul beberapa perbedaan pendapat. Sebagai contoh Muratori menolak Ibrani, Yakobus, 1 Petrus, 2 Petrus, 3 Yohanes dan Yudas. Sedangkan Irenaesus hanya menolak Ibrani, 2 Petrus dan 3 Yohanes.
 
Kitab
Irenaesus
(130-200 M)
Muratori
(170-210)
Eusebius
(260-340)
Kanon
Sekarang
Ibrani
B
B
T
T
Yakobus
T
B
D
T
1 Petrus
T
B
T
T
2 Petrus
B
B
D
T
1 Yohanes
T
T
T
T
2 Yohanes
T
T
D
T
3 Yohanes
B
B
D
T
Yudas
T
T
D
T
Wahyu
T
T
T
T
B: Dibuang
T: Diterima
D: Diperdebatkan
 
 

Jasa Agustinus
Hal ini tentu menyita enerji dan emosi yang tidak sedikit pula. Kita yang saat ini tinggal menikmati hasil karya mereka sering melupakan jasa-jasa mereka, kita malah sering dengan sinis mencela dan menghina mereka dan menganggap diri kita sendiri lebih hebat dari mereka.
Dalam blog ini, ada tulisan yang menuduh bahwa Agustinus adalah orang yang sesat. Padahal jika kita lihat dari kacamata yang lebih jernih, Agustinus telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi gereja.
Uskup di Hippo ini pernah menulis De doctrina christiana (artinya, Mengenai Doktrin Kristiani; diselesaikan pada tahun 426 M), yang memuat memuat daftar buku-buku Perjanjian Baru. Buku-buku tersebut adalah buku-buku yang sama yang sekarang juga kita miliki dalam Perjanjian Baru. Agustinus juga memberikan kriteria pilihan yang sebaiknya juga senantiasa diikuti oleh setiap orang Kristiani yang setia pada Gereja universal. Menurut Agustinus, setiap orang Kristiani:

"…akan berpegang teguh pada ukuran dalam Kitab Suci kanonik, sehingga ia akan lebih memilih apa yang telah diterima oleh seluruh Gereja-Gereja Katolik [=universal], daripada apa yang masih belum diterima oleh beberapa pihak. Di antara apa yang belum diterima oleh semua pihak, sekali lagi, biarlah ia lebih memilih apa yang telah diterima oleh jemaat-jemaat yang lebih besar dan lebih kokoh, daripada apa yang telah diterima oleh jemaat-jemaat yang lebih kecil dan lebih lemah wibawanya ..."

Agustinus telah berjasa besar dan memberi sumbangan dalam proses kanon Alkitab. Ia berkali-kali memperjuangkan status kanonik hanya untuk 27 buku dalam Perjanjian Baru, tidak lebih, tidak kurang. Inilah yang juga akhirnya kita miliki dalam kanon Perjanjian Baru kita sekarang.
Serangkaian sinode akhirnya berperan untuk merangkum proses ini, salah satunya adalah Kanon Sinode Kartago (393 M) yang diadakan di Hippo, Afrika Utara. Sinode tersebut sebenarnya adalah sinode pertama yang menerima kanon Perjanjian Baru sebagaimana yang kita miliki sekarang.
Berikut sedikit rangkuman tentang keputusan sinode Hippo tersebut:


"Di samping Kitab Suci kanonik, tidak ada satu pun yang boleh dibaca di dalam Gereja sebagai Kitab Suci Illahi …. Buku-buku Perjanjian Baru adalah: Injil, ada empat buku; Kisah Para Rasul, satu buku; Surat Paulus, ada tiga belas; dari pengarang yang sama, kepada orang-orang Ibrani, ada satu; dari Petrus, ada dua; dari Yohanes rasul, tiga; dari Yakobus, satu; dari Yudas, satu; Wahyu Yohanes."


 
Apa pun aliran gereja kita, mestinya kita tidak melupakan jasa-jasa yang telah diberikan oleh Bapa-bapa gereja. Apa pun aliran gerejanya, kita berhutang budi kepada mereka. Jika Anda mengangap mereka sesat, maka Anda harus bertindak konsisten. Anda harus menolak semua karya Bapa gereja yang telah diwariskan kepada kita. Termasuk di antaranya Kanon Kitab Suci. Buatlah kanon Anda sendiri. Jangan menggunakan kitab suci yang sekarang digunakan gereja, dalam versi apa pun.
 
Sumber:
Sebagian besar tulisan ini bersumber dari "Menguak Injil-injil Rahasia", tulisan Deshi Ramadhani, SJ. Ditambah bahan dari Ensiklopedia Alkitab Masa Kini.

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Anak El-Shadday's picture

pak wawan

aneh juga kadang2 kalo ada orang yang pingin mutus "rantai". mungkin saya bisa usul kalo yang ga bisa menerima para "leluhur' kita apa adanya (nilai plus dan minusnya) mending mereka langsung aja belajar kepada Tuhan Yesus, ato kalo susah ketemunya, bikin kanon sendiri aja. kira2 bisa ga ya? 

but the one who endure to the end, he shall be saved.....

__________________

but the one who endure to the end, he shall be saved.....

mikael1067's picture

menjawab

Tulisan Om Purnawan ini menjawab kegelisahan saya akan kebenaran kanon. Terima kasih, Om Pur!Smile

__________________

Allah itu kasih

Koleksi Foto Sepur Saia