Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

GEREJA YANG MENYEBALKAN – 3

Purnomo's picture

             Beberapa tahun yang lalu sebuah gereja Surabaya mengontak gerejaku. Paduan suaranya berencana tampil di sebuah gereja di Semarang tetapi mendadak ditolak tampil karena setelah mengirim teks lagunya ternyata tidak sesuai dengan tema kotbah gereja penerima. Untuk mengganti lagu, waktu tersisa tidak cukup karena butuh waktu lama untuk belajar sebuah lagu.



            Untuk batal berangkat ke Semarang atau menjadwal-ulang juga sulit karena bisa merusak semangat anggota padus bila mereka tahu penyebabnya. Apalagi transportasi dan akomodasi telah mereka pesan. Pertanyaan mereka, bisakah gerejaku menjadi gereja penerima padus ini?

             Waktu mereka tampil hampir tidak tersisa ruang di depan mimbar gerejaku, karena ini padus besar. Waktu mereka menyanyi, aku bermimpi kapan ya gerejaku punya padus sebagus ini. Teknik suaranya prima, ekspresi wajah setiap mereka selaras dengan jiwa baris-baris teks lagunya. Seingatku, aku tidak berhasil menemukan kekurangan mereka (hobi kok cari cacatnya orang lain).

 

            Entah berapa bulan kemudian, sebuah gereja Jakarta mengontak gerejaku. Tim kulintangnya yang berencana tampil di Semarang mengalami musibah yang sama. Bisakah gerejaku menerima mereka? Mengapa tidak? Lha wong kita tidak perlu membiayai transportasi dan akomodasi mereka. Kalau sekedar menyiapkan lumpia, kue ganjel rel, nasi ayam dan jadi pemandu city tour mereka biayanya juga tidak bakalan membuat mata bendahara majelis kita mendelik. Ternyata ada untungnya juga ya sekota dengan gereja yang menyebalkan. Semoga mereka tidak cepat berubah.

 

              Yang aku tak mengerti adalah mengapa teks padus harus sesuai tema kotbah? Apakah Anda bisa menemukan lagu yang mendukung tema kotbah gerejaku yang berjudul “Carilah Buktinya dan Yakinlah Pada Allah”; “Mengubah Arah Hidup”; “Jangan Sia-Siakan”. Apakah pendetanya ragu kotbahnya tidak didengar oleh jemaatnya sehingga minta padus mengulang topik kotbahnya? Mengapa tidak sekalian saja votum dan berkat, doa pengakuan dosa, petunjuk hidup baru, perintah pengutusan dirubah untuk mendukung tema kotbahnya? Atau Sekolah Teologia buka prodi “Rekayasa Lagu Tematik Kotbah”?

               Yang aku mengerti adalah lagu-lagu padus bila tidak mendukung tema kotbah, masih bisa selaras dengan votum dan berkat, pengakuan dosa, petunjuk hidup baru, perintah pengutusan. Ketika aku tak tersentuh ayat Alkitab yang dibacakan pendeta untuk menyadarkan aku ini orang berdosa (jan keras kepala tenan), bisa saja ketika padus menyanyikan lagunya aku baru ngeh aku ini najis. Ketika kotbah tidak merubah niat seorang yang hadir untuk menjadikan ibadah ini sebagai yang terakhir di hidupnya, mata hatinya terbuka ketika mendengar sebuah lagu yang dinyanyikan oleh padus sehingga selesai ibadah dia mencari pelatih padus itu dan berkata, “Terima kasih untuk lagunya yang membuat saya batal bunuh diri.”

 

                Seyogyanya konsep Paduan Suara bukanlah "pertunjukan " di dalam ibadah. Kita berharap kehadiran padus mendukung setiap unsur yang dilayankan dalam ibadah, sehingga bila padus diletakkan sesudah kotbah, tentu saja harapannya mendukung unsur kotbah tsb. Tapi sekiranya tidak bisa menyiapkan sesuai tema kotbah tentu saja bisa mendukung unsur ibadah lainnya sehingga bisa ditempatkan di unsur-unsur tsb: panggilan beribadah, pengakuan dosa, petunjuk hidup baru, pengutusan, berkat, dsb. Sayangnya banyak gereja sudah menetapkan kapling untuk padus, yaitu sebelum dan/atau sesudah khotbah.

                Kasus-kasus di atas bisa saja terjadi karena sebab lain, yaitu komunikasi. Penyelenggara ibadah wajib menginformasikan tema pada padus yang bertugas jauh-jauh hari sehingga padus tsb dapat mempersiapkan lagu sesuai dengan tema kotbah. Ini konsekuensi dari "mematok kapling" padus di tempat tertentu saja. Jika majelis sudah memberi info tapi padus tidak punya lagu tsb, sebaiknya padus memberi tahu majelis gereja penerima sehingga keputusan (ya atau tidak) bisa diputuskan dan diberitahukan kembali jauh-jauh hari juga. Jangan sampai tiket sudah dibeli dan sebagainya informasi baru diperoleh sudah tinggal beberapa hari lagi atau malah pada hari "h"-nya. Menyedihkan sekali.

 
            
Belum lama ini seseorang anggota gereja kita menelepon menanyakan apakah padus dari kota Surabaya boleh tampil bulan September 2016. Agaknya beliau menjadi ‘penghubung’ padus ini. “Secara lisan mereka telah mengontak gereja kita pada tahun 2015, tapi sampai sekarang belum ada respon dari Karangsaru. Kalau sudah oke, gereja itu akan berkirim surat resmi,” begitu ceritanya.

            Bulan September? Nah loe! Di gerejaku itu Bulan Komisi dan sudah diputuskan tidak ada padus tamu karena padus harus datang dari setiap Komisi ‘dalam negeri’. Apa tidak jadi aneh – misalnya – kalau pas Minggu Komisi Anak muncul padus tamu yang anggotanya Oma & Opa? Apa pendeta harus berhalo-halo, “Kami persilakan sebuah koor anak-anak dari kota Surabaya tampil ke depan. Sebuah koor anak-anak yang dibentuk 60 tahun yang lalu dan semua anggotanya setia melayani dalam koor ini sampai hari ini.”
           

              Sudahkah tiba waktunya gerejaku menjadi gereja yang menyebalkan juga?

              Para aktivis gereja ini ternyata belum mengejar ISO 2000. Mereka lebih mengutamakan ISO SRAWUNG. Walau mereka telah membuat peraturan, mereka tidak ingin peraturan itu menjadi sebuah tembok. Mereka memilih merubuhkan tembok membangun jembatan. Jembatan untuk berhubungan dengan gereja-gereja lain.

** Keterangan Pic: sebuah padus pemuda gerejaku yang anggotanya tetap setia sampai berstatus Oma dan Opa dan berjemaah di berbagai gereja.

 

Zakheus's picture

Lagu yg menjadi Berkat

"Ketika aku tak tersentuh ayat Alkitab yang dibacakan pendeta untuk menyadarkan aku ini orang berdosa , bisa saja ketika padus menyanyikan lagunya aku baru ngeh aku ini najis."

 

Pak Pur.... kadang saya mengalami juga hal sprti ini..... , trima kasih utk artikel2nya, Gbu

 

 

Purnomo's picture

Pak Zakheus, thx

untuk apresiasinya.

Salam.