Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Dimanapun Kau Ditanam
Memandang kaktus yang saya tanam di belakang rumah, saya teringat pada teman yang memberikan sepotong kecil kaktus itu beberapa tahun lalu. Kaktus itu telah dua kali menemani saya pindah tempat tinggal. Setiap pindah, saya ambil sebagian lalu saya tanam di tempat tinggal baru sebagai kenangan atas teman saya itu dan kebijakan yang diajarkan kaktus itu pada saya.
Mulanya saya menemui teman saya yang mengambil jurusan biologi itu untuk menanyakan mengapa kembang kenikir yang saya tanam tak kunjung juga berbunga meskipun daunnya begitu hijau dan lebat. Padahal kembang jenis itu seharusnya cukup mudah tumbuh dan berbunga. Dasar orang biologi, jawabannya cukup sulit untuk dicerna. Namun mungkin karena sulitnya untuk dicerna itu saya berusaha memahaminya dengan sepenuh daya pikiran saya hingga masih ingat betul kata-katanya hingga hari ini.
"Tagetes ya? Mungkin kamu namemnya di tempat yang kurang matahari Nit. Jadi ter-etiolasi deh," begitu kata-kata teman saya itu. Karena bingung dengan istilah teknis itu akhirnya saya memintanya untuk menjelaskan dengan "bahasa manusia."
"Tanaman bunga itu perlu banyak cahaya matahari. Kalau nggak cukup kena sinar dia nggak akan berbunga. Namanya teretiolasi," begitu penjelasannya. Teman saya yang satu ini sepertinya memang kurang berbakat jadi guru; atau mungkin saya bukan murid yang baik, sehingga saya tidak mengerti juga. Tapi demi melihat "perjuangan"nya menjelaskan konsep rumit itu pada saya akhirnya saya ber oooo ria, dan pura-pura paham.
"Kalau tempat tanamnya lembab dan gelap, kayaknya aku punya satu tanaman yang cocok buat kamu," katanya sembari menuju ke satu sudut di depan bangunan Taman Tani (tempatnya bekerja; saya menemui dia di tempat kerjanya). Ia merogoh pisau lipat yang selalu berada di sakunya, dan memotong sebagian kecil kaktus besar yang tumbuh disitu. (eh.. kalau dia baca pasti saya diprotes; "Ini bukan pisau biasa!" begitu pasti katanya).
"Nih, buat kamu. Gampang kok. Di stek biasa aja. Nggak perlu perawatan sulit-sulit. Kamu kan sering lupa nyiram taneman," katanya sembari mengulurkan potongan kaktus itu. Reaksi saya kala itu lumayan terkejut. Menurut saya memberikan kaktus pada seorang gadis bukanlah suatu tindakan yang cukup manis, tapi saya terima juga dengan ucapan terima kasih dan wajah bingung.
"Cocok buat kamu," katanya singkat.
Aduh yang benar saja Mas satu ini. Saya datang untuk berkonsultasi bagaimana tanaman saya dapat berbunga, kenapa malahan saya diberi sebatang tanaman penuh duri. Jauh dari elok. Masih ditambah kata-kata kalau saya cocok dengan tanaman berduri itu. Tapi karena saya anggap itu berkat, saya tanam juga kaktus itu di pojok yang nyaris tak terlihat.
Awalnya kaktus itu tak pernah menarik perhatian saya. Tamanan lain yang berbunga indah lebih elok dipandang. Hingga tiba musim kemarau. Ketika tanah semakin kering dan bertepatan dengan puncaknya tugas-tugas kuliah kala itu, tanaman bunga saya mulai layu satu persatu, namun si kaktus tetap berdiri tegap dan bahkan terus tumbuh membesar. Tetapi yang paling menarik perhatian saya adalah beberapa duri yang berubah menjadi bunga berwarna merah muda. Ternyata kaktus itu berbunga!!
Ketika terakhir saya bertemu teman saya itu dua tahun lalu, saya amat berterima kasih atas kaktus itu. Ternyata dia benar. Meski awalnya tak terlalu sedap dipandang, kaktus itu tanaman yang luar biasa. Dia tahan banting. Tak peduli ditanam dimanapun; tak peduli apakah ada yang memperhatikan ia tetap berjuang hidup, dan berakar dalam. Duri-durinyapun ternyata berubah menjadi bunga pada waktunya. Ia bunga yang indah meski tak semua orang dapat memahami keindahannya.
"Akhirnya kamu paham juga ya Nit. Kaktus itu memang cocok buat kamu," begitu kata temanku yang kini telah hijrah ke luar Jawa sana.
Semoga dia betul, karena penilaiannya masih kurang tepat. Saya belum setahanbanting kaktus yang diberikannya. Namun setiap kali saya memandang kaktus itu, saya akan terus belajar tegar.
- clara_anita's blog
- 3810 reads
bener banget
GBU
Happy Birhday Clara
@bu Joli: thanks...
Terima Kasih Ibu,
Saya cukup sabar kok menunggu kaktusnya berbunga..
Saya tunggu ya bu
Tuhan Memberkati
anita