Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Dalam Sebuah Gerbong
Risih rasanya menceritakan hal ini karena menyangkut dengan yang namanya pemberian. Kalau pun saat ini aku mau menceritakannya hal ini adalah karena saya ingin agar kita tahu bahwa segala sesutu yang terjadi itu tidak ada yang kebetulan.
RENCANA HARI ITU
Biasanya setiap akhir pekan saya pergi ke luar kota, ntah itu untuk bertemu dengan adik saya yang sedang kuliah di kota Jogja atau berkunjung ke kota Salatiga untuk bertemu dengan teman-teman sepersekutuan. Tapi hari itu, saya hanya ingin saya hanya ingin punya waktu bersama-Nya, punya banyak waktu untuk berdoa dan baca Alkitab. Tapi ternyata rencana kita dan rencana Bapa sangatlah berbeda, entah kenapa waktu sedang berdoa kata hatiku mengatkan agar aku pergi ke Jogja. Tentu saja aku kaget, ... bukankah hari itu telah kukatakan pada-Nya bahwa aku hanya mau di rumah saja, aku ingin punya banyak waktu untuk ngobrol dengan-Nya. Tapi Ia menyuruhku ke Jogja.
Kuturuti kata hatiku, aku tak mau menyia-nyiakannya. Mungkin kedengarannya aneh bagi yang lain tapi hal seperti ini sudah kerapkali kualami, Ia sering menjawab/berbicara padaku pada waktu aku sedang berdoa dan aku hanya perlu taat saja, taat dan patuh pada apa yang Ia katakan.
Maka segera kukemas barang-barangku, walaupun aku sendiri tidak tahu apa yang harus kulakukan di sana. Tidak lupa sebuah amplop yang berisi gajiku bulan itu kubawa. Pikirku, siapa tahu ada anak Tuhan yang membutuhkannya, siapa tahu juga di sana ada seseorang yang Tuhan mau agar aku memberikan berkat itu kepadanya. Segalanya kusiapkan dengan terburu-buru ... kelak aku akan mengerti mengapa aku perlu buru-buru.
Aku berangkat ke stasiun diantar oleh seorang teman padahal sebelumnya aku berencana naik becak agar aku dapat membagikan berkat itu sebagian kepada bapak becak yang akan mengantarku. Tapi karena dapat tawaran untuk diantar ... ya tidak apalah, pikirku, mungkin berkatnya bukan untuk bapak becak tapi buat orang yang istimewa. Di tengah jalan ternyata sedang ada pemeriksaan kendaraan bermotor. Di situ aku udah deg-degan, takut nantinya ketinggalan kereta.
JANJI
Sebelum bekerja, saya berjanji pada Tuhan bahwa saya akan memberikan semua gaji pertama saya untuk anak Tuhan. Tapi hal itu tidak saya laksanakan waktu menerima gaji pertama kali malah hal itu saya lakukan setelah gaji ketiga itu pun setelah saya berunding tentang nazar dengan seroang teman saya. Saya merasa bersalah, saya merasa telah membohongi Tuhan padahal kasih-Nya kepada saya begitu luar biasa.
DALAM GERBONG
Beberapa menit lagi kereta Solo-Jogja akan berangkat. Bersyukur karena aku tidak ketinggalan kereta siang itu. Itu adalah pengalaman pertama bagiku naik kereta jurusan Solo-Jogja karena sebelumnya saya terbiasa naik bis.
Di dalam gerbong kucari tempat duduk yang kira-kira nyaman bagiku. Waktu itu penumpangnya tidak banyak padahal itu hari Sabtu, mungkin karena kereta siang. Aku mengambil posisi duduk di bangku yang kosong tapi entah kenapa aku seperti ditarik dan dituntun untuk menuju sebuah bangku lain. Bangku yang diduduki seorang wanita muda.
Wanita itu ternyata bernama Novi, ia ibu dari dua anak. Tak kusangka ia punya dua anak karena ia masih tampak sangat muda, usianya pun sama denganku, ... atau aku yang telat nikah ya?:p
Mulanya percakapan kami hanya sekedar pertanyaan mau ke mana, dll pertanyaan/omongan basa-basi lainnya. Pembicaraan serius kami dimulai saat ia mengatakan tujuannya ke Jogja untuk pelepasan karena ia menghadapi begitu banyak masalah. Ia bercerita tentang suaminya yang sering memukul dan tidak pernah memberikan nafkah bagi keluarga mereka malahan suaminya berselingkuh dengan perempuan lain setelah sebelumnya mencuri motor pamannya dan dengan uang hasil penjualan motor tersebut suaminya berselingkuh dengan perempuan lain. (Ia menceritakan semua sambil menangis)
Ia tahu bahwa ia salah memilih suami karena sebelum menikah, ia pernah melihat suaminya memukul ibunya. Ia tahu bahwa ketika seorang laki-laki tidak dapat menghormati ibunya/keluarganya itu berarti dia juga tidak dapat menghormati orang lain. Terbukti setelah menikah suaminya kerap memukulinya. Ia berpikir suaminya akan bertobat tapi suaminya malah makin parah. Ketika sedang berdoa, ia sedang diejek dan diganggu. Suaminya bukan orang yang percaya adanya Tuhan, lama-lama Novi juga makin jauh dari Tuhan dan total meninggalkan pelayanannya ... emang tidak baik punya pasangan yang tidak seimbang ya ...?
Ia juga menceritakan masalahnya yang lain, seputar masalah rumah tangganya. Aneh juga rasanya mendengarkan segala keluh kesahnya karena kami baru saja bertemu tapi ia mau menceritakan segala bebannya padaku. Waktu itu, ia juga menceritakan kesulitannya akan keuangan karena suaminya hanya meninggalkan amat sedikit uang. Ia bercerita kosnya (ia tinggal di kos) yang tiga bulan belum dibayar dan beberapa kali bapak kosnya memperingatkannya, bulan itu adalah bulan terakhir dimana ia harus membayar kosnya.
BETAPA ALLAH PEDULI
Lama kupandangi Novi, aku tergerak untuk meringankan bebannya tapi ... "apakah ia menipuku?" pikirku. Waktu itu ia tidak membawa tas. Ia hanya pergi dengan sebuah brosur dari sebuh gereja yang menawarkan konseling sekalian pelepasan. Ia juga menunjukkan padaku bawaannya yang hanya terdiri atas dompet di saku kanan belakangnya dan splash cologne di saku kiri belakangnya. Kala ku sedang berpikir/mempertimbangkan keinginanku untuk membantnya, aku diingatkan ... berapa kali sudah aku sering direcoki oleh pikiran seperi itu, menghalangiku untuk berbagi berkat. Akhirnya aku berdoa di dalam nama Yesus dan kuteguhkan diriku untuk membantu Novi.
Kupandangi lagi ia yang sedang menceritakan hubungannya dengan Tuhan dan juga bercerita tentang anak-anaknya. Aku berpikir ... betapa sebenarnya Novi orang yang dangkal, tidak hanya imannya tapi pemahamannya akan Tuhan juga begitu dangkal. "Tuhan", kataku dalam hati, "ia dangkal sekali ..." Tiba-tiba aku tersadar dan tercengang, aku tidak layak berpikir seperti itu, memalukan sekali karena punya pikiran seperti itu ... betapa Ia mengasihi Novi, Ia sangat mengasihinya! betapa Ia peduli pada Novi sampai-sampai Ia harus menggerakkan orang lain (disini adalah aku) untuk mengulurkan tangan kepadanya. Ia tidak peduli bahwa Novi memanggilNya hanya waktu ia kesesakan saja, Ia tetap peduli. Ia pasti menjawab seruan anak-anakNya. Betapa Ia Allah yang ajaib!
Kurogoh amplop yang memang sengaja kubawa, keberikan padanya yang menjadi kebutuhannya. Ia terkejut sekali karena kami belum kenal, ia sangat berterima kassih. Kukatakan padanya untuk ucapkan terima kasih pada Allah karena Ia begitu memperhatikannya. Lalu kuceritakan padanya kenapa kami bisa bertemu di sini dan ia sangat takjub sekali.
Tidak kebetulan kalau hari itu Tuhan menggerakkan aku untuk ke jogja, tidak kebetulan juga kalau aku harus buru-buru ke stasiun karena di sana ada kereta yang sudah akan berangkat dan kereta itu seakan-akan memang menungguku. Tidak kebetulan kalau kemudian aku pindah tempat duduk dan duduk persis di depan Novi, ... tak ada yang kebetulan. Ia sengaja merancang semuanya untuk suatu tujuan.
- Kolipoki's blog
- 5092 reads
di dalam Kristus memang