Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Dalam Pot Retak
Prak….!!! Suara berdebum itu membuatku berlari menuju ke arah sumber bunyi itu. Kudapati di sana pot gantung plastik ibu jatuh dan nyaris terbelah dua tergeletak di antara ceceran tanah yang mulanya berada di dalamnya. Semula aku berpikir untuk membuang pot itu. Namun ketika aku memandang sulur-sulur tumbuhan berdaun ungu itu, terlintas sebuah pertanyaan dalam benakku. Mungkinkah tanaman itu tetap tumbuh dalam wadah yang nyaris hancur?
Pertanyaan itulah yang membuatku mengikat seutas kawat mengelilingi pot itu, kembali memasukkan tanah dan memperbaiki letak tumbuhan berdaun ungu itu sebelum kemudian perlahan menggantungkannya kembali. Satu hari, kemudian satu minggu dan hingga kini beberapa bulan telah berlalu. Pot itu masih tergantung di depan rumah dan nyaris tak seorang pun memperhatikan bahwa pot itu pecah karena daun-daun ungu yang tumbuh lebat telah menutupi pot—jauh lebih lebat dari tumbuhan sejenis yang tumbuh dalam pot yang utuh. Tanaman itu tetap tumbuh meskipun wadahnya retak dan nyaris hancur.
Tanaman ungu dalam pot retak itu membuatku berpikir tentang keluarga kami yang utuh namun rapuh, dan retak – persis seperti pot plastik itu. Dalam pikiran kekanak-kanakanku yang kadang masih muncul di usiaku yang sudah seperempat abad ini, aku sering bertanya kenapa Tuhan mengijinkan aku berada di tengah keluarga yang retak lengkap dengan segala konflik, masalah, dan luka yang harus diatasi dari hari ke hari.
Satu permohonan yang selalu kuajukan, kiranya Tuhan menyatukan kembali retakan dan pecahan itu. Permohonan yang entah mengapa belum diijinkan terkabul olehNya. Maka, bertahun-tahun, kami belajar bertumbuh, belajar tertawa dan menangis lalu mengambil hikmah dari tiap retakan yang ada sambil berusaha tetap utuh – meski retak dan rapuh. Ketika kecewa itu datang, sering aku berteriak dalam hati, ”Andai aku ada di keluarga lain – yang terus mendukung dan memudahkan jalanku untuk tumbuh.” Tapi tentu saja, teriakan egois dan kekanak-kanakan itu tak pernah terwujud.
Ketika pot itu hancur, kukira tanaman berdaun ungu itu akan mati bersamanya. Ketika Tuhan mengijinkanku menyaksikan retaknya keluargaku, aku pun sempat berpikir bahwa kami pun akan retak dan hancur. Namun tanaman berdaun ungu itu mengajariku bahwa kami bisa terus tumbuh bahkan dalam wadah yang nyaris hancur – bahkan lebih subur dan berakar lebih kuat dari yang lain. Karena ketika kita tak punya tempat pijakan yang kuat, maka Tuhan akan membimbing dan memberi kita akar yang kuat untuk bertahan.
I do not have to be broken just because I live in a broken home. Kita jelas tidak bisa memilih dalam keluarga bagaimana kita dilahirkan, namun ketika ia retak kita masih bisa memilih untuk terus tumbuh – bahkan lebih baik dari yang lain. Karena buluh yang terkulai pun tak akan dipatahkan-Nya…
… tiba-tiba saja terlintas dalam benakku hingga aku ingin berteriak lantang penuh suka cita, “Aku bersyukur lahir dalam keluarga ini!”
- clara_anita's blog
- Login to post comments
- 4469 reads
another post that i like from Ms Clara
but the one who endure to the end, he shall be saved.....
but the one who endure to the end, he shall be saved.....
Dear AES, Suatu hari
Dear AES,
Suatu hari tiba-tiba saja entah mengapa tanpa diminta seorang teman memberi nasihat pada saya.
Katanya, "Nit, kalau kamu kecewa sama bapa di dunia, Bapamu di Surga tak pernah mengecewakanmu."
Entah kenapa, sejak saat itu saya tak pernah lagi kecewa.
GBU
anita