Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
BAGAI BOLA BEKEL
Kemarin secara kebetulan saya bertemu dengan seorang teman. Kebetulan juga dia adalah salah satu orang yang menjadi tempat curhat saya ketika saya mengalami peristiwa yang menyakitkan dua tahun lalu.
Sambil asyik menyeruput bubur ayam, pembicaraan pun mengalir. Entah bagaimana, kami pun membahas peristiwa dua tahun lalu. Saya bertutur bahwa saat ini saya sudah benar-benar memaafkan meski belum dapat melupakannya.
Dia pun menyibak fakta yang sebetulnya diketahuinya namun tak diungkapnya dulu. Mungkin dia berpikir andai saat itu saya tahu yang sesungguhnya terjadi, saya akan makin merasa diperlakukan dengan tidak adil, dan makin terpuruk dalam lembah depresi.
Fakta itu memang mengejutkan, ...
tapi tak lagi terasa menyakitkan.
Justru saya merasa bersyukur TUHAN menunjukkan banyak hal lewat penolakan itu.
Saya tak mau munafik. Usai penolakan itu, saya merasa hancur. Segala pencapaian dan kualifikasi saya terasa tak bermakna. Selama setahun setelah peristiwa itu pun saya tak lagi bersemangat menjalani hidup. Tiap hari saya hanya berusaha untuk bertahan, dan bukannya bergerak maju.
Tiga pelarian saya ketika depresi itu mendera adalah bekerja, makan, dan berdoa. Praktis tubuh saya yang sudah gempal jadi bertambah gempal. Hubungan sosial saya pun mulai retak karena saya membenamkan diri dalam pekerjaan.
Di titik paling rendah dalam hidup saya itulah saya meratap, dan tatkala harapan itu nyaris pergi saya tersungkur dalam doa. Saat itulah bayangan tentang permainan bola bekel muncul. Saya sendiri heran, karena saya tak pernah benar-benar menyukai permainan ini.
Bayangan itu tak lekas pergi. Lama ia bertahan hingga saya sadar maknanya. Ketika bola karet itu dilempar ke bawah, ia akan memantul saat menghantam lantai. Semakin keras ia dilempar, semakin tinggi pula pantulannya.
Seketika itu pula saya tersadar. Saya telah mencapai dasar jurang kepahitan akibat penolakan itu. Tiba-tiba saya pun tertawa geli. Alangkah bodohnya saya menyia-nyiakan hidup saya hanya karena satu pintu yang tertutup. Padahal beribu pintu lain terbuka lebar buat saya.
Sudah cukup!!
Saya telah menghantam dasar jurang dan saatnyalah, bersama DIA, saya harus memantul tinggi.
Semudah itukah?
TIDAK
Banyak hal-hal yang menahan saya, tapi semuanya menghilang saat setahun lepas peristiwa itu saya akhirnya mampu memaafkan mereka, dan juga diri saya. Saat maaf yang tulus itu berhasil saya beri, saya pun mulai membumbung tinggi.
Teman saya itupun bertanya, apakah saya sudah merasa damai sekarang? Saya pun melihat apa yang saya miliki saat ini. Genggaman tangan TUHAN yang erat, keluarga yang penuh kasih, sahabat-sahabat yang baik, pekerjaan dan posisi yang relatif baik, senyum murid-murid kecil saya yang ceria, kesempatan merengkuh ilmu yang tak ternilai, dan banyak hal lain yang tak terhitung jumlahnya.
Dan senyum itupun mengembang saat saya menjawab YA.
- clara_anita's blog
- 4297 reads
alhamdulilah
alhamdulilah ...
beberapa post terakhir kamu kesannya "surem" bener. thank's to jesus akhirnya kamu "mental" ke atas lagi
Senyum...
Senyum seorang anak kecil juga memberi kehangatan di dalam hati kita.
Saya..pernah dapat sebuah kata-kata yang indah, dibalik pemeliharaan Bapa yang seperti berkerut penuh liku dan menyakitkan, tetapi Bapa juga tersenyum melihat kita...mungkin itulah cara untuk mendidik kita jadi supaya bejana yang sempurna.
Cie btw tampilan sabdaspace baru.... selamat-selamat!!
suit....suit...plok...plok...
Pukulan Yang Tidak Mematikan
Pukulan yang tidak mematikan membuat yang dipukul semakin kuat.
Pepatah ini diucapkan oleh antony Queen, ketika berperan sebagai Sang Singa Dari Padang Pasir.
Jadi, yang perlu kita lakukan ketika dipukul adalah, berusahalah untuk jangan mati. Ketika waktu berlalu, rasa sakitnya akan hilang sendiri dan kita akan mengenangnya sebagai sebuahkisah dalam hidupku.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
If something doesn't kill you . . .
if something doesn't kill you, it'll strengthen you. . .
itu kata seorang teman yang juga mengalami peristiwa yang sama. Bedanya, dia tidak diberi harapan palsu. . .
dulu saya cuma bisa tertawa getir mendengar perkataannya.
Betul peristiwa tersebut tidak membunuh saya secara fisik, tetapi batin saya hancur lebur.
Tapi saya harus akui bahwa dia benar.
butuh waktu lama, tapi bagai burung phoenix.... mimpi saya pun bangkit dari abu kemtiannya.
GBU
ada cerita bagus...
cerita ini saya dapat dari film berjudul "Facing The Giants"... Pendeta itu bilang begini... "Ada dua orang petani yang sedang mengerjakan tanah mereka ketika musim paceklik... mereka sama-sama berdoa minta turun hujan pada TUHAN, tapi yang satu bermalas-malasan sedang yang lain selalu menyiapkan ladangnya untuk datangnya hujan... Menurutmu mana yang doanya dikabulkan terlebih dahulu?... Tepat! Orang yang selalu menyiapkan ladangnya untuk hujan walaupun saat itu sedang paceklik..." Siapkan ladangmu sekarang dan selalu...
BIG GBU!
JM.
Josua, Anda Luar Biasa
Josua Bin Nun, ini hai hai bin YHWH, biasanya kita harus diskusi panjang dulu sebelum sepakat, bahkan sepakat untuk tidak sepakat. Tetapi kali ini, dengan rendah hati dan tulus hai hai harus mengakui, NASEHAT kamu luar biasa. hai hai BENAR-BENAR TAKLUK dan memujinya. Tetapi jangan bilang-bilang mama ya?
Karena di surga, yang terbesar adalah anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak