Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Anak Pendeta Ingin Punya HP
"Pak, rasanya Andi sudah berdoa berbulan-bulan, kok belum juga dikabulkan Tuhan, ya?"
"Memangnya apa yang Andi minta?"
"HP! Teman-teman SMP Andi semua sudah punya HP, kecuali Andi. Padahal tahun ini Andi kan mau masuk SMA.... Apa karena Andi berdoanya kurang keras ya, Pak...?"
"Apa Tuhan tidak mendengar kalau Andi tidak berdoa dengan suara keras?"
"Andi sih yakin Tuhan mendengar doa Andi, tapi Andi tidak yakin Bapak mendengar...!"
"Itu tidak benar, Andi!"
"Iya, sih! Tapi apa itu tidak boleh disebut berhikmat?"
"Sebenarnya Bapak sudah tahu Andi ingin HP. Ibu sudah bicara sama Bapak. Andi bilang ke Ibu kan? Cuma Andi kan tahu kondisi keuangan kita?"
"Iya, iya, iya....! Jadi kapan bagian Andi?"
"Besok!"
"Besok, Pak?"
"Iya, besok!"
"Bapak tidak bercanda?"
"Tidak!"
"Besok? Pasti?"
"Pasti!"
Rencananya nanti sore Pak Agus, orang tua Andi, dapat jadwal kotbah di kota. Pak Agus memang seorang pendeta. Tentu saja orang-orang menyebutnya Bapak Pendeta Agus. Beliau menjadi Gembala pada sebuah gereja kecil di pinggiran kota. Anaknya dua. Andi yang tahun ini akan masuk SMA, dan Tono adiknya yang masih duduk di bangku SD kelas lima.
Ada sedikit uang yang sudah disisihkan Pak Agus untuk membeli HP Andi. Rencananya uang itu akan ditambah dengan uang PK Kotbah sore ini. Tentunya, setidak-tidaknya sebuah HP sederhana bisa terbeli.
*****
Sejak awal kedatangannya, Pak Agus sudah menyatakan permintaan maafnya kepada majelis, bahwa nanti seusai kebaktian Beliau tidak bisa berlama-lama beramah-tamah karena ada acara lain.
Majelis bisa memakluminya. Dan kebaktian pun berjalan dengan lancar.
Seusai kebaktian, Pak Agus langsung pamit. Seorang majelis cepat-cepat membuka tasnya, dan memberikan sebuah amplop. "Terima kasih, Pak! Jangan bosan melayani di sini, ya?"
"Ya, ya, ya.... Terima kasih!" Pak Agus cepat-cepat memasukkan amplop itu ke saku bajunya. Masih ada waktu ke toko HP sekarang! pikir Pak Agus. Tapi sebelum itu Pak Agus menyempatkan diri ke kamar mandi. Bukan karena ingin buang air kecil, tapi untuk memastikan jumlah uang yang tersedia untuk beli HP.
Pak Agus kaget! Sungguh-sungguh dia kaget. Amplop itu kosong. Tidak ada uangnya. Tidak ada apapun di amplop PK yang diterimanya barusan dari majelis. Apa yang terjadi? Ia jadi benar-benar ingin buang air kecil. Terpaksa Pak Agus membatalkan rencananya ke toko HP. Uangnya jelas tidak cukup.
Keluar dari kamar kecil semangatnya sudah loyo. Ia ingat pertanyaan anaknya, "Pasti?" Dan dia ingat ketika menjawab, "Pasti!". Mata anaknya begitu berbinar-binar mendengar jawabannya. Tapi kini? Dengan lesu dia berjalan ke arah sepeda motornya. Seseorang, yang dia tahu juga seorang majelis gereja, setengah berlari menyusulnya. Dia pikir akan menukar amplop. Ternyata tidak.
"Pak, sebenarnya saya ada perlu dengan Bapak!" begitu kata majelis yang menyusulnya itu. Sekarang rasanya tak ada yang membuat dia tergesa-gesa pergi.
"Ya Pak, ada apa?"
"Bapak ada waktu tidak?"
"Sebenarnya saya ada perlu, tapi .... saya pikir bisa saya tunda besok. Ada yang bisa saya bantu?"
"Begini, Pak. Kalau Bapak ada waktu, saya mohon Bapak bersedia ikut dengan saya. Tidak lama kok, Pak".
"Kemana, Pak?"
"Nanti Bapak akan tahu. Tidak lama kok, Pak. Mari, naik mobil saya saja....motor Bapak ditinggal disini saja, nanti Bapak saya antar kembali kesini. Mari, Pak....!"
*****
"Kita makan dulu ya, Pak...?" Majelis gereja itu membelokkan mobilnya ke sebuah restaurant. Jika ditanya, Pak Agus tak akan bisa menjelaskan perasaannya saat itu. Makan? Itu bukan kebutuhannya sekarang. Dia merasa belum lapar.
"Begini, Pak...." Majelis gereja itu mulai mengutarakan maksudnya. "Saya, terus terang, baru dapat rejeki. Kalau Bapak mau, saya ingin mengganti HP Bapak dengan yang baru! Maaf lho Pak, sekali lagi saya minta maaf, sekilas tadi saya sempat melihat Bapak menggunakan HP Bapak. Saya pikir Bapak pantas memakai HP yang lebih baru!"
Sejurus Pak Agus tidak bisa berkata-kata. Apa yang akan dikatakannya? Tapi kemudian dia menjawab, "Ya, saya sih tidak keberatan menerima kebaikan hati Bapak, asal Bapak iklas saja. Memang HP saya ini sudah tergolong HP jadul.... meskipun masih bisa saya pakai".
"Kalau Bapak mau, sebentar saya telpon teman saya supaya disiapkan, jadi setelah kita selesai makan nanti kita tinggal ambil barangnya!" Majelis gereja itu lalu menelpon temannya.
"Pak, boleh tidak kalau HP baru yang akan Bapak berikan kepada saya itu saya berikan kepada anak saya?"
"Lho? Ya, jangan! Saya kan membelikan HP itu untuk Bapak? Apa Bapak tidak suka, atau Bapak masih sayang dengan HP Bapak yang lama?"
"Maaf Pak, bukan saya tidak menghargai pemberian Bapak, tapi....."
"Tapi apa, Pak? Katakan saja!"
"Anak saya tahun ini masuk SMA, dia sangat membutuhkan HP. Sedangkan saya, saya masih bisa memakai HP lama saya".
"O.... jadi ceritanya Bapak mau memberi kado tho untuk kelulusan putra Bapak? Tidak apa-apa, Pak! Tapi saya tetap ingin melihat Bapak menggunakan HP baru!"
"Jadi....?"
"Bapak akan saya belikan dua buah HP!"
"Tapi, Pak?"
"Terus terang saya akan sedih sekali jika Bapak menolak pemberian saya. Sebentar, saya telpon kembali teman saya supaya bisa disiapkan dua buah HP!"
*****
Siang itu sepulang sekolah Andi menemui Bapaknya.
"Bak, Bapak jadi kan membelikan Andi HP?"
"Tidak!"
"Lho? Kenapa, Pak?"
"Karena Tuhan sudah menjawab doamu!"
"Maksud Bapak?"
Pak Andi mengeluarkan dua buah dos HP baru. "Kau boleh pilih satu!"
"Wow.....!! Ini HP mahal, Pak! Ini Smartphone! Harganya tidak lebih murah dari Blackberry! Bagaimana Bapak bisa mendapatkannya?"
"Karena kamu berdoa! Karena Tuhan menjawab doamu!"
Tiba-tiba HP Pak Agus berbunyi. "Selamat siang, Pak! Saya mau minta maaf, Pak. Sungguh-sungguh saya mau minta maaf. Amplop yang saya berikan kepada Bapak kemarin keliru. Saya kaget sekali tadi ketika saya membuka tas saya dan mendapati amplop yang seharusnya untuk Bapak masih ada di tas saya"
Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya (Yak 5 : 16b)
Seperti pembalakan liar, dosa menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan meluas. Akibatnya sampai ke generasi-generasi sesudah kita. Aku akan menanam lebih banyak pohon!
- Pak Tee's blog
- Login to post comments
- 4181 reads
Serius?
Don't believe everything easily, then believe to the truth you recieve