Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Aku Tak Bisa Pulang
Hari ini hari terakhir ujian nasional. Hari terakhir perjuanganku di bangku SLTP. Mata uji pertama, IPA, adalah mata pelajaran favoritku. Aku paling senang saat guru-guruku menunjukkan berbagai keajaiban alam di laboratorium sekolah kami. Mata uji kedua adalah Bahasa Inggris. Meskipun aku tak begitu tertarik pada bidang bahasa, aku pun tak benci pada bidang ini.
Tapi hari ini tak seperti hari-hari ujian sebelumnya. Di depan sekolah jalan raya yang biasanya selalu ramai mendadak senyap. Pengawasan ujian pun tak seketat biasanya. Bapak-bapak pengawas jadi lebih sering keluar ruangan meninggalkan kami. Mereka pun lalu memburu-buru kami menyelesaikan tes saat itu. Padahal biasanya mereka selalu berpesan agar kami hati-hati dan tak perlu terburu-buru.
Sayup kudengar mereka bicara, "Pasar swalayan dekat sini sudah dijarah dan dibakar massa."
Dan kami pun jadi tak peduli pada ujian. Secepat kilat, tanpa membaca pertanyaan, asal saja kusilang lembar jawab, dan secepat kilat pula aku keluar meninggalkan ruang ujian. . .
Aku ingin pulang . . .
Ternyata Bapak sudah menunggu di gerbang sekolah. Kami pun pulang berjalan kaki, yang tak pernah kulakukan sebelumnya.
Ternyata keadaan sudah demikian ricuh. Penduduk tumpah ruah menutupi jalan raya.
Ada yang berusaha menyelamatkan diri. Ada pula yang menuju pusat perbelanjaan dan menjarah apapun yang ada. Saat itu aku hanyalah seorang gadis 13 tahun yang bertanya-tanya, seperti inikah hasil berbagai moralitas yang dijejalkan pada kami setiap hari di sekolah?
Akhirnya, sampailah kami di rumah . . .
Namun tak lama . . .
Menjelang sore, rolling door rumah digedor dengan hebatnya. Seiiring dengan setiap hentakkan, teriakan-teriakan yang seharusnya digunakan untuk memuliakan sang pencipta pun menggelegar. Dan kami pun tahu, kami tak bisa lagi tinggal di rumah . . .
Senja mulai turun saat kami keluar lewat empang belakang rumah. Aku tak lagi takut menginjak pecahan beling ataupun tergigit ular. Kuseberangi empang berlumpur itu.
Saat berhasil keluar, aku baru sadar aku telah kehilangan sepatu biru kesayanganku. Tapi tak ada waktu lagi . ..
Aku berlari telanjang kaki, melintasi tanah lapang sementara beberapa helikopter terbang rendah di atas kami.
Aku mulai menangis. Aku takut tak bisa lagi kembali ke rumah. Aku paling benci berlari, tapi aku terus berlari . . .
Entah berlari dari apa . . .
Dan kenapa aku harus lari. . .
Aku tidak mengerti
Sampailah kami di rumah petak kecil di tengah kawasan suku asli Jakarta. Aku bukannya tak sadar mereka memandangi kami penuh curiga. Tapi tak ada tempat lain. Dua minggu kami bersembunyi di tempat itu, dan berusaha meyakinkan bahwa kami adalah "orang pribumi", dan bisa membaca ayat-ayat tertentu.
Dan akupun bertanya, mengapa harus ada perbedaan?
Dua minggu itu pula aku tak berhenti menangis, karena satu pertanyaan: mungkinkah aku pulang?
Dan ternyata kami memang bisa pulang. Bersyukur rumah kami tak ikut dibakar, meski hampir semuanya telah dijarah.
Tapi May sembilan tahun lalu sudah menggoncang segalanya
cara pandangku
keyakinanku
kepercayaanku
kehidupanku
Hal-hal terpenting yang ikut terjarah dari hidupku.
dan hingga kini,
rasanya aku belum sepenuhnya pulang . . .
- clara_anita's blog
- 5530 reads
mei 98
waktu itu gosipnya kerusuhan akan menjalar ke bandung. sialnya aku tinggal di satu kompleks yang isinya 100% "kaum yang diuber2".
kami di-briefing di satu lapangan. "kalo sampe terjadi yang terburuk, tusuk saja duluan; kamu ga salah - kamu cuma membela diri", begitu kata seorang tentara dari kompleks AURI yang kami sewa untuk melindungi kami. tanganku yang membawa samurai sedikit bergetar, ngebayangin gimana rasanya kalo aku harus membunuh orang.
bener2 seminggu yang penuh ketegangan. siskamling ga kenal waktu, pagi, siang, sampe malam. serasa libur, tapi mencekam. ga semuanya buruk sih.
efek bagusnya adalah kami "dipaksa" untuk saling kenal:
"oh jadi dia itu yang buka toko disana toh?". "oala, kamu toh orangnya yang begini dan begitu ...". dll.
dan aku bersyukur banget bahwa aku gak dihadapkan kepada suatu moment dimana mungkin aku harus memilih untuk membunuh atau dibunuh oleh seseorang. wuihhh, lega banget waktu semuanya selesai.
Saling Kenal
"efek bagusnya adalah kami "dipaksa" untuk saling kenal:"
Benar. Saya jadi ingat ketika masih tinggal di Medan. Suasana memang mencekam di wilayah Jalan Gatot Subroto itu. Tiap malam, setiap warga harus menghancurkan bentengnya masing-masing dan berbaur dengan tetangga kanan-kiri -- sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Mayoritas warga keturunan pun berlaku demikian, entah karena takut "dikerjain" atau bagaimana, yang jelas kehangatan yang tidak pernah tercipta sebelumnya merebak di kalangan warga kota.
Jangan segan untuk mampir ke Corat-Coret Bahasa saya.
_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.
rasanya aku belum sepenuhnya pulang . . .
Setelah mey hitam kelam '98
banyak orang tak bisa pulang
tak peduli berapa berusaha
tetap tak pernah pulang
tak perlu memaksa pulang sayang
mari kita coba dirikan rumah di sini
mungkin rumah bukan syarat
tuk mulai kelana kita
yo ... melangkah
susuri jejak Sang Langit
biarlah ingatan kan rumah kita dulu
pelahan sirna
bila pun tidak
pada anak cucu kita
kan cerita
dulu aku punya rumah t
empatku lukis mimpi-mimpiku
mey hitam kelam '98
rumahku bukan rumahku lagi
mimpiku bukan mimpiku lagi
atas ridho Sang Langit
aku mulai lukis mimpi baru
dan inilah aku
salam
hai hai
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Aku Punya Mimpi
Saat satu mimpiku punah
butuh waktu buat hati ini berbenah
tapi meskipun aku jatuh
kutahu luka itu tak selamnya menganga
biar kututup dan kembali ku melangkah
luka di atas luka
ah, hidup memang luka
luka di atas luka
ha ha ha
perih ...
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Kapan Mereka Akan Pulang?
Aku sudah bilang berkali-kali...
jangan panggil mereka Cina...
mereka salah apa?
apa karena mereka dicap sebagai kapitalis?
hedonis-hedonis yang memiliki modal?
lalu kau membela mereka???
bukan... bukan karena itu...
mereka juga bangsa kita...
mereka adalah saudara kita
kita lahir di bumi Indonesia
mati juga tetap ada di sini...
ijinkan mereka menjadi tentara
untuk buktikan mereka dapat bela negara
ijinkan mereka jadi polisi
ijinkan mereka jadi pegawai negeri...
takut?..... apa yang harus kau takutkan...
Tuhan memakai mereka sebagai saluran berkat...
buang saja harga dirimu...
ke selokan parit di sebelah sana...
apakah sukumu lebih baik dari mereka
fanatisme sempit yang harusnya dihapus
dari sejak jaman kemerdekaan...
jangan anggap mereka berbeda...
hanya karena warna kulit atau matanya...
kita semua
biji mata Tuhan!!!
Pulanglah dengan damai...
masih ada kami-kami di sini
yang akan menjagamu...
BIG GBU!
Bila waktunya tiba
Dunia dimana kita berada
Hanyalah tempat sementara
Jika kemah ini dibongkar
Kitapun tak sanggup menahannya
Mau tak mau kita harus pulang
Saat itu kita sudah pasti pulang
Ke rumah, ke istana
Dan hari itu pasti tiba
Sebab kita semua tahu, jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga, suatu tempat kediaman yang kekal, yg tidak dibuat oleh tangan manusia.
So,
Bila waktunya tiba, kita pasti pulang...
nelco
Salam kenal clara... hai
Salam kenal clara...
hai hai telah melinkkan blog ini kepada saya.
Air mataku menitis ketika membaca cerita anda. Saya turut bersimpati.
Saya harap anda dan teman2 lain sudah pulih walau belum pulang sepenuhnya
Salam kenal juga
Salam kenal juga Turbine,
Terima kasih sudah mampir ke blog saya..
Setiap manusia pasti punya cerita sendiri; ada cerita yang sedih tapi ada juga yang indah. Seperti kata pengkhotbah, segala sesuatu ada masanya. Dan memang kami harus melalui masa-masa itu agar semakin tumbuh dewasa; lebih baik tiap harinya.
semua yang hilang terkadang tidak benar-benar hilang; ia hanya bersembunyi dan minta ditemukan suatu waktu -- meski kadang pada saat, dan dengan cara yang tidak sesuai dengan harapan kita. Begitu pun saya yakin kepingan yang hilang sebelas tahun lalu itu akan kembali pada masa dan dengan cara-Nya yang ajaib.
GBU
anita