Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Tahun Ini Nenek Genap berumur 102 Tahun
NENEK, aku tidak tahu namanya, semua orang di kampungku memanggilnya nenek. Aku sudah bertanya kepada banyak orang dan tak seorangpun yang tahu siapa namanya. Namun, di kampungku, tidak ada satu orang pun, baik tua maupun muda bahkan anak-anak yang tidak mengenalnya. Ayahku berumur 68 tahun, menurutnya, ketika dia dewasa, nenek sudah dipanggil nenek. Salah satu pamanku, kakak kedua ayahku umurnya 85 tahun, beberapa tahun yang lalu menjelaskan, bahwa nenek sudah dewasa ketika dia masih anak-anak. Beberapa orang tua di kampungku yang berumur di atas 75 tahun sepakat, nenek jauh lebih tua dari mereka. Beberapa hari yang lalu aku dan Happy Lee berjumpa dengannya, saat itu nenek berkata, umurnya tahun ini genap 102 tahun.
Ketika meninggalkan kampungku akhir tahun 1970 saat itu aku berumur 6 tahun. Ketika kembali ke kampungku bersama Happy Lee pada tahun 2003 untuk menghadiri pemakaman pamanku, kakak ketiga ayahku, siang itu kami bertemu dengan nenek yang mampir untuk menjual tape. Aku hanya ingat dia dulu menjual tape namun tidak ingat wajahnya sama sekali. Dia tidak kenal aku, namun dengan dua kali tebakan dia tahu siapa ayahku, bahkan dia juga tahu adik siapa ibuku dan nama ayah Happy Lee. Kami ngobrol seolah sahabat-sahabat lama yang sudah lama tidak bertemu sementara dia menghitung jumlah tapenya yang belum terjual karena Happy Lee berjanji untuk memborongnya.
Saya lupa berapa harga tapenya saat itu, sekitar tujuh ribu sekian ratus rupiah. Sambil tersenyum saya bertanya apakah boleh menawar? Dia memandangku heran sebab di kampungku tidak ada orang yang menawar harga tapenya, saya membalas tatapan matanya mantap, “Boleh nawar nek?” Dia menatap saya ragu, saya menekan dengan yakin tanpa peduli handai taulan yang menatap heran, termasuk Happy Lee. “Kalau nggak boleh nawar, saya nggak jadi beli!” Kataku pasti walau masih tersenyum. Nenek memandangku dengan pandangan aneh, sementara Happy Lee yang mencium aroma kejailan mulai menebar umpan. Ragu-ragu nenek berkata, “Boleh nawar sedikit!” Saya tertawa mendengar jawabannya lalu bertanya kembali apakah dia yakin saya boleh menawar barang dagangannya? Nenek menjawab cukup yakin bahwa saya boleh menawar harga tape yang dijualnya sementara handai taulan yang jumlahnya belasan orang saat itu memandangku heran. Mungkin mereka menilai betapa kejamnya saya. Namun saya tidak peduli, saya ingin menawar harga tape yang saya beli maka sayapun melakukannya.
“Karena nenek bilang saya hanya boleh nawar sedikit maka saya akan nawar sedikit, berapa harganya tadi?” Nenek lalu menyebutkan harganya, saya lupa mungkin sekitar tujuh ribu sekian ratus rupiah, dia juga mengatakan bahwa tiga atau empat bungkus tape yang telah kami makan sebagai hadiah. Saya mengeluarkan dompet dari kantong lalu mengambil selembar uang lima puluh ribu dari dalamnya. Sambil berkata “Saya tawar harganya lima puluh ribu ya nek?” saya mengangsurkan uang lima puluh ribu kepadanya. Nenek menatapku dan berkata uangnya tidak cukup untuk kembalian dan minta aku membayar dengan uang pecahan yang lebih kecil. Saya menatapnya, “Lho, tadi nenek bilang boleh nawar? Saya nawar lima puluh ribu!” Nenek menatapku heran, begitu juga handai taulan yang lain, Happy Leemulai ngakak.
Saya menatap nenek tajam sambil mengambil kembali uang lima puluh ribu dari tangannya dan mengembalikan kantong berisi tape ke tangannya lalu berkata, “Kalau tidak boleh nawar, saya tidak jadi beli tape nenek. Kalau boleh nawar, saya menawar lima puluh ribu, tidak lebih tidak kurang, pas, karena tadi nenek bilang saya hanya boleh nawar sedikit.” Saya lalu mengangsurkan uang itu ke tangannya yang keriput, dia menerimanya ragu-ragu, wajah keriputnya sangat lucu saat itu. Saya ambil kembali uang itu dari tangannya, lalu bertanya tegas, “Saya boleh nawar nggak?” Nenek tertawa serba salah, wajah keriputnya nampak cantik walau renta, matanya berbinar-berbinar bingung sumringah.
Saya mengedarkan pandangan kepada handai taulan yang lain, nampaknya mereka sama bingungnya dengan nenek. Mungkin mereka menilai saya kurang ajar karena berani mempermainkan nenek. Saya bertanya sekali lagi, “Saya boleh menawar? Bila tidak boleh menawar saya tidak jadi beli!” Nenek tertawa serba salah, “Boleh nawar sedikit!” Jawabnya. Saya menatap nenek dengan pandangan pasti, “Kalau begitu saya tawar sedikit, lima puluh ribu, kalau boleh saya beli kalau nggak boleh nggak jadi beli.” Happy Lee ngakak, beberapa handai taulan juga ngakak, sementara beberapa yang lainnya sama bingungnya dengan nenek. “Lima puluh ribu, kalau boleh saya beli, kalau tidak boleh nggak jadi beli. Boleh?” Nenek bingung, ragu-ragu dia menjawab, “Boleh!” Saya mengambil tape dari tangannya lalu memberikan uang lima puluh ribu sebagai gantinya. Dia tertawa bingung, memamerkan gusinya yang ompong. Saya tertawa ngakak, Happy Lee tertawa ngakak, beberapa handai taulan ikut tertawa ngakak, sementara yang lainnya tertawa bingung seperti nenek.
“Nek, menawar itu kan terserah saya. Saya mau menawar lebih murah atau menawar lebih mahal itu kan terserah saya kan? Nah, sekarang saya menawar lebih mahal, masa nggak boleh?” Mendengar ucapanku itu suara tawa membahana, sekarang semua orang mengerti kejadian sebenarnya, termasuk nenek. “Wo ala …” Nenek memukul bahuku sambil ngakak. Aku suka melihat wajah rentanya sumringah, aku suka suara ngakaknya yang lepas bebas agak serak, aku suka melihat mulutnya terngangah memperlihatkan gusinya yang ompong, aku suka melihat bibir keriputnya yang bergetar, aku paling suka melihat mata tuanya yang berbinar-binar tulus. Setelah tawanya reda, dia menatapku dan berkata, “Terima kasih ya?” Sambil memegang tanganku, aku membalasnya dengan menepuk dan membelai bahunya yang ringkih lalu meremas tangannya.
Itu salah satu hari bahagia di kampungku, sementara jenazah pamanku terbaring tenang di dalam peti matinya. Sejak hari itu aku dan Happy Lee pun menjadi legenda di kampungku, dua orang preman dari Jakarta yang membuat orang-orang tertawa senang. Sejak hari itu, setiap tahun aku dan Happy Lee pulang kampung, di mana kami hadir, di situ pasti suara tawa lepas menggelegar. Karena memiliki dua orang adik yang dokter, maka akupun dijuluki orang kampungku sebagai kakaknya dokter.
Dokter adalah profesi yang sangat dihormati di kampungku, lucunya banyak orang kampungku yang lugu menyangka sebagai kakaknya dokter maka ilmuku lebih sakti, itu sebabnya mereka sering konsultasi masalah kesehatan padaku. Suatu hari ketika berkumpul dan ngobrol dengan orang-orang kampungku, dua orang wanita merasa dirinya paling tahu, mereka lalu berkata, “dokter itu ada spesialisasinya, ada yang spesialisasi penyakit biasa, ada yang spesialisasi penyakit jantung, ada yang spesialisasi penyakit tipus, tbc dan lain-lainnya, jadi bila hendak berobat harus tahu dulu dokter itu spesialisasi penyakit apa?” Mereka lalu terlibat dalam obrolan yang seru tentang dokter-dokter yang ada dan spesialisasinya masing-masing. Tiba-tiba salah satu wanita itu bertanya, kedua adikku yang dokter spesialisasi penyakit apa? Dengan santai saya menjawab, “Kedua adik gua spesialisasi semua penyakit karena yang berobat kepada mereka penyakitnya macam-macam.” Tentu saja saat itu saya sedang bercanda menyatakan bahwa kedua adik saya adalah dokter umum. Namun rupanya mereka salah paham dan menganggap kedua adik saya dokter yang hebat. Apalagi dalam beberapa kali pulang kampung keduanya sempat menunjukkan kemampuannya.
Tahun 2007 aku dan Happy Lee kembali pulang kampung. Ketika sedang melaju berboncengan naik motor, kami melihat nenek melaju dengan sepeda tuanya. Kami menyapanya, nampaknya dagangannya pada hari itu kurang laku, karena tapenya masih banyak yang belum terjual. Happy Lee bertanya, bila dia memborong semuanya, apakah nenek bersedia mengantarkannya ke rumah-rumah yang dikehendaki? Tentu saja nenek bersedia. Maka Happy Lee pun lalu memborong semua tapenya setelah menawar harganya. Tape itu lalu dibagi menjadi beberapa kantong dan Happy Lee memberi tahu nenek ke mana setiap kantong itu harus dikirim.
Entah dapat ide dari mana, tiba-tiba Happy Lee berkata, “Nek, jangan bilang tape itu dari kami ya? Malu, masak kita hanya mengirim tape?” Nenek menatapnya tersenyum, setelah berkali-kali bertemu kami, dia langsung dapat mencium bakal menghadapi kejailan Happy Lee. “Kalau ditanya nenek harus bilang apa?” Happy Lee menahan tawanya, “Bilang hari ini nenek ulang tahun jadi bagi-bagi tape!” Mendengar ucapan Happy Lee aku dan nenek ngakak. Nenek ragu-ragu namun Happy Lee dengan keahliannya berhasil meyakinkan dia. Itu adalah salah satu hari yang menggemparkan di kampungku, karena nenek mengunjungi beberapa rumah handai taulan kami memberi hadiah tape karena hari itu dia merayakan ulang tahunnya. Mereka bingung namun menerima tape itu dengan senang hati karena nenek benar-benar mengatakan dia merayakan ulang tahunnya hari itu dan memberi tape gratis.
Dua minggu yang lalu aku dan Happy Lee kembali pulang kampung, kali ini untuk menghadiri pemakaman istri pamanku, kakak keempat ayahku. Ketika meluncur berboncengan motor di jalan kami melihat nenek sedang melaju dengan sepeda tuanya. Happy Lee ingin menegur, namun saya melarangnya karena takut nenek hilang konsentrasi sehingga terjadi kecelakaan. Happy Lee memperlambat motornya sehingga dari boncengan saya dapat menatap nenek puas-puas. Dia orang Jawa, memakai sarung dan kebaya, matanya menatap lurus ke depan, kedua tangannya menggenggam stang sepeda dengan santai, sementara tubuhnya tegak. Kayuhannya mantap bertenaga dan berirama, sepedanya melaju lurus di jalan aspal, setengah jengkal dari batas pinggir. Dia nampak sangat anggun di atas sepedanya. Kami mendahuluinya seratus meter di depan kami mampir di sebuah rumah makan, salah satu tempat kami biasa nongkrong ketika pulang kampung. Ifumi goreng, Kwetiau goreng dan bihun gorengnya cukup istimewa, selain itu harganya juga relatif murah.
Seperti dugaan kami, nenek mengenali kami, itu sebabnya dia juga mampir di warung itu dan menemui kami. Kami bersalaman dan saling menepuk dan mengelus bahu, membuat beberapa orang yang ada di sana heran melihat kami ngobrol dan bercanda sangat akrab dengan nenek seolah-olah teman lama. Dagangan nenek hari itu laris manis, hanya tinggal tiga bungkus tape yang tersisa dan nenek menolak untuk dibayar, dia bilang itu hadiah dari nenek untuk kami. Happy Lee awalnya tetap ingin membayarnya, namun saya memberi tanda agar dia mengurungkan niatnya. Kami mengucapkan terima kasih dan memuji nenek karena mentraktir kami tape. Kami segera melahap tape itu sementara ngobrol dan bercanda dengan nenek. Dengan penuh semangat nenek bilang, tahun ini usianya genap 102 tahun. Kami memuji kesehatannya dan mendoakan agar dia panjang umur dan sehat-sehat selalu serta bahagia.
NENEK. Apabila anda ke kampungku, dan bertanya tentang nenek tukang tape, dan orang itu menjawab bahwa dia tidak mengenalnya, maka itu berarti orang itu adalah orang gila atau orang itu sudah pikun atau dia orang baru atau dia bukan orang yang tinggal di kampungku. Nenek tukang tape, umurnya tahun ini genap 102 tahun, setiap hari, sepanjang tahun, sejak muda, dia melaju dengan sepeda tuanya untuk menjual tape keliling kampung kami. Anaknya sudah renta, cucunya sudah tua cicitnya sudah dewasa dan menikah, mungkin sudah bercucu pula, namun dia tetap tegar dan mandiri.
Semua orang kampung kami menghormatinya kami membeli tapenya bukan karena kasihan namun karena tapenya memang enak. Saya dan Happy Lee menyebutnya nenek namun kami menganggapnya sahabat dan memperlakukannya sebagai sahabat, ngobrol bercanda dan saling menggoda. Apabila jadi pulang kampung bulan Agustus nanti saya berjanji akan membuat foto nenek sehingga anda semua dapat melihatnya. Nenek bukan satu-satunya sahabatku dan Happy Lee, kami masih memiliki beberapa orang sahabat tua di kampung, namun nenek adalah yang paling tua, paling sehat, paling tegar dan paling lucu serta paling lugu.
Mungkin anda menyangka nenek tetap berkarya karena anak cucunya tidak sanggup membiaya hidupnya? Anda salah sangka! Nenek tetap berkarya karena baginya hidup memang untuk berkarya dan dia MENIKMATI hidup dan karyanya. Dia bahagia sebagai penjual tape, itu sebabnya dia tetap menjual tape walaupun umurnya tahun ini genap 102 tahun.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
- hai hai's blog
- 7024 reads
NEnek-ku luar biasa..
Ternyata Cucu Tukang Jamu
Wah non, ternyata kamu cucu tukang jamu tho? Pantes pinter jualan. Dari cerita kamu aku menyimpulkan bahwa nenek kamu orang bahagia, itu sebabnya dia sangat baik. Saya suka membaca kisahmu dengan nenekmu. Kapan-kapan menulis lagi ya?
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Aku rindu
Setiap kali mengingat nenek-ku (nenek yang cantik dengan hidung mancung dan kelopak mata indah yang hanya dipunyai puteri keraton)
.. membuatku selalu terharu..karena kebaikannya.. dia sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu.. tetapi dia selalu ada dihatiku dan didekatku..
setiap kali aku melihat wanita tua berkeriput aku melihat nenek-ku..setiap kali aku memberi kepada pengemis aku melakukannya untuk menggantikan perannya..karena dia selalu dinanti banyak orang ketika hari kamis...ketika aku mengunjungi orang sakit..aku kepingin memberi jamu seperti nenek-ku..
setiap kali menulis ..selalu membuatku meneteskan air mata ..merindukannya..
so....sampai disini aja tulisannya..
untuk nenek-ku yang membuat aku menjadi orang baik, karena mengingat kebaikkannya....
sayang gak sempet inget wajah nenekku :(
Umurnya Sudah Panjang Nona
Cecilia, nenek sahabatku itu umurnya memang sudah sangat panjang, tahun ini dia genap 102 tahun. Aku tidak tahu sampai kapan dia akan bertahan. Namun bila ketemu dia lagi aku akan sampaikan padanya bahwa Cecilia berdoa agar dia panjang umur. Thanks sudah mendoakan sahabatku.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Nenek
Kita Tidak Tahu Kapan akan Mati
Nona Liesiana, kita tidak tahu akan mati, jadi yang bisa kita lakukan adalah bersiap seolah kita akan mati hari ini juga bersiap bahwa kita akan mati 100 tahun lagi. Selain menjaga kesehatan juga harus mempersiapkan bagaimana cara kita mengisi waktu ketika kita tua renta nanti, telinga tuli, mata rabun dan ingatan datang pergi sedangkan tubuh tidak bugar lagi.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
nenek sobatnya hai-hai ... oke ya"
Kenapa Tidak Minum Obat?
Mbak Esti, obat dari dokter itu berguna. Makanlah ketika gejalanya muncul. Kalau mau obat dalam bentuk buah, silahkan coba belimbing. Nah, mamaku ada menanam daun obat, namanya Cit Ci Cau (daun tujuh bintang) papaku menggaransi itu baik untuk menurunkan tekanan darah tinggi bila dikonsumsi secara teratur, 3-4 daun, di kunyah setiap hari. Saya sedang mencari tahu nama bahasa indonesianya. Klo dah ketemu nanti saya kasih tahu dech.
Olahraga itu memang baik nona, jalan pagi atau jalan sore sore itu baik, nggak perlu ngoyo, bukan jaraknya yang penting namun rutinnya. Bila mau olah raga, saya anjurkan belajarlah Tai qi, itu senam kesehatan yang sangat baik. Bila ada yang bilang Tai qi itu ilmu menyembah Setan, maka itu berarti mereka nggak kenal Taiqi sama sekali.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Aku tidak suka minum obat, ...
Dear Hai-hai,
Aku gak minum obat karena takut kena ginjal seperti temanku yang kena ginjal atau aplastc anemi spt ibuku krn kebanyakan minum obat, obatnya sudah kuminum 2 hr, karena gak merasakan apa2 maka gak kuminum lagi.
Lebih senang yang alami tak beresiko, belimbing n sirsak kadang buat selingan, tapi ketimun agak lumayan sih. Kalau ada resep asal jangan obat dokter aku mau. Suamiku kerja di rs bag keuangan, sebenarnya aku bebas berobat, tapi aku tidak begitu senang ketemu dokter2 itu.
Salam"
Efek Samping Obat
Obat memang memiliki efek samping, misal hampir semua obat untuk rhematik efek sampingnya adalah iritasi lambung. Itu sebabnya sangat penting menemukan seorang dokter yang bijaksana dan pinter. dokter-dokter demikian akan memberitahu kita bagaimana cara mengkonsumsi obat dengan cara yang benar sehingga efek sampingnya tereliminasi.
Yang alami belum tentu tidak memiliki efek samping. apa yang dikatakan selama ini bahwa yang alami tidak memiliki efek samping sebenarnya tidak benar sama sekali. Sedikit daun ganja akan membuat makanan sedapnamun kebanyakan akan membuat otak berhalusinasi dan berbahaya, begitupun dengan opium dan jamur yang dikenal dengan nama jamur tai babi/sapi.
Saat ini banyak multivitamin yang mengaku alami namun sebenarnya tidak alami sama sekali. untung saja BPOM beberapa saat yang lalu menertibkan jamu-jamu tanpa merek.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
sudah baikan
Halo Bu Esti, dan yang lain2...
Papa saya sudah semakin baik, kata dokter besok sudah boleh pulang. Sebetulnya dokter punya syarat tensi harus 130/90 baru boleh pulang, tapi untuk seusia papaku rasanya itu nyaris mustahil... pagi ini saja 170/100, tapi dia sudah merasa baikan. memang biasa tensi tinggi sih, kalo masih di bawah 180 masih belum berasa apa2, katanya... tapi memang sebaiknya tidak dibiasakan tensi tinggi... jadi nanti setelah pulang akan mulai perjuangan baru, makan serba tidak enak, tidak asin, tidak gurih, tidak manis (karena dia juga diabetes)... bleh.... :p
thanks buat doa2 seluruh penghuni pasar klewer, Jesus loves you all...
Bakul pasar klewer
Bakul Klewer Toh?
Wah, batur klewer toh? Pantesan cerita kamu tentang Klewer sangat akurat, tadinya aku pikir itu karena kamu sering belanja di sana.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
"Selamat Ul-tah Oma, Semoga Panjang Umur..."
Oma, Memang Sakti
Salah satu cara orang tua memarahi anak atau cucunya yang sok tahu adalah, "Lu tahu nggak, gua makan garam jauh lebih banyak dari nasi yang lu makan!" Sejak purbakala, orang-orang Tionghua sangat menghormati orang-orang lanjut usia. Ketika Raja Tiongkok kuno melakukan perjalanan mengelilingi negaranya setiap lima tahun sekali, salah satu agendanya adalah mengunjungi orang-orang lanjut usia guna menyampaikan rasa hormat danminta petunjuk.
Adna beruntung Louise, karena kedua oma anda lanjut usia dan sehat. bila bertemu mereka, tolong sampaikan salam hormat saya.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
salam kenal..hai-hai
salam kenal untuk sdr hai-hai...mungkin aku blom bisa mencurahkan kedalam tulisan tentang nenek...maklum baru mencoba- coba nulis sedikit aza sy mau cerita..saya banyak lihat tulisan hai-hai--pokoknya top deh..saya jadi tergerak untuk nulis di pasar klewer ini,,,Nenek itu.....aku seneng banget waktu kecil ...jadi inget deh,,,nenek ku ada 2 yang satu dari Cina daratan yg satu lagi pribumi asli Indo,,,tapi aku paling deket ama yang pribumi ini walaupun ibu ku lahir dari yang cina daratan,,,kenapa aku dekat sekali waktu kecil karena...kesederhanaan,,ketulusannnya,,dan cerita rakyatnya ..sebelum tidur..he...he..satu hal yg kuingat lagi , waktu kecil aku mengalami tabrakan disekitar pasar,,,saat itu orang yang ada mendampingiku bukan mamah..papah..tapi dia...nenek...aku menyebutnya..ema ii....dia begitu sangat perhatian padaku...sayang tak lama dari itu dia suadah tiada tanpa aku tau ...kenapa,,,maklum masih kecil...tapi yang aku tau ema yg satu itu...Tulus,,,hikz...jadi inget...dulu ..udah dulu ah...Salam untuk semua di pasar klewer ini......i love u...Ema...aa....
Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.
Salam Kenal Taksakanoid
Taksakanoid, terima kasih atas pujiannya. Saya senag anda menyukai tulisan-tulisan saya, jangan lupa mengujinya kawan. Kenangan akan nenek memang selalu indah. Banyak orang bilang, kenyakan orang lebih sayang cucunya dibandingkan anaknya. Waktu kecil saya tidur dengan nenek, setiap malam selalu dapat cerita. Nenek saya asli dari Tiongkok, dia meninggal pada tahun 1991 ketika berusia 91 tahun. Dia sangat hebat. Suatu saat nanti saya akan cerita tentang dia. Mungkin kamu juga hrus melakukannya, menulis cerita yang lebih lengkap tentang kedua nenek kamu.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Jadi teringat sama Oppung
Teringat pada Oppung Boru dari Mama aku... Beliau wafat tahun lalu, tepatnya di bulan Februari tahun 2007 karena usia lanjut. Usia sebenarnya, tidak diketahui. Namun diperkirakan, usia Beliau 89 tahun.
Dulu, setiap kali Beliau datang ke Jakarta, Oppung selalu bertanya, "Kapan salah satu dari antara kalian yang menikah? Aku ingin melihat salah satu dari kalian menikah..." Begitu ucapan yang sering dikatakannya kepada kami, cucu-cucunya.
Well, setelah Oppung wafat, bulan September 2007, Kakak aku menikah. Lalu Abang aku juga menikah bulan Maret 2008 kemarin.
Sebenarnya ada kesedihan besar karena pernikahan di dalam keluarga kami, tidak dihadiri satu pun Oppung kami, baik dari pihak Bapak, maupun Mama aku. Mereka kembali kehadirat Bapa di Sorga sebelum sempat salah satu dari kami ada yang menikah. Hiks... sedih... karena aku pun, belum menikah...
.Sarlen
Sarlen, Kamu Sedih Karena Apa?
Sarlen, kamu sedih karna Oppung sudah meninggal atau kamu sedih karena belum menikah?
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
karena...
Makasih Tuhan
Lakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia ...
Jangan Biarkan Sejarah Berulang 3m1
3m1, apa yang sudah terjadi mustahil diperbaiki apabila orangnya sudah meninggal. Relakanlah yagn sudah meninggal. apabila ada yang kamu rasakan kurang, maka satu-satunya yang bisa dilakukan adalah jagnan biarkan sejarah berulang. Mamamu mungkin sudah layak dipanggil nenek sekarang, begitu juga papa kamu, sudah layak dipanggil kakek. Nah, jangan biarkan nenek dan kakek pergi tanpa kenangan, kawan!
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
om hai hai
makasih ya untuk masukannya
senang sekali bisa kenal sama om hai hai
oia 3m1 sudah liat foto om hai hai, cakep ya... yang rambutnya panjangkan??
karena di surga dan di neraka yang terbesar adalah TuHAn,
hehehe....
Lakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia ...
Asyk Dibilang Cakep
3m1, saya juga senang kenalan sama kamu. Terima kasih memuji saya cakep. Hanya wanita-wanita berhati lembut dan baik saja yang memuji saya cakep. Ha ha ha ... Yakin di surga dan neraka yang terbesar adalah Tuhan? Menurut saya Tuhan tidak ada di mana-mana, tidak di dunia, di surga juga di neraka.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Bang Sarlen sedih karena...
Debu tanah kembali menjadi debu tanah...
Debu Tanah gak nyambung
Korelasinya apa? Gak nyambung Pak Debu Tanah... Boleh kan, ada alasan-alasan dari diri saya sendiri tentang mengapa saya belum menikah tapi tidak ingin saya sharing dengan rekan-rekan sekalian karena memang bukan konsumsi publik? Boleh donggg...
Keep on Smiling Face, Pak Debu Tanah.
GBU
.Sarlen Julfree Manurung
Bang Sarlen salah paham..
Debu tanah kembali menjadi debu tanah...
Kasih Terhadap Sesama
Sementara yang lain2 bernostalgia tentang kasih kepada kerabat dekat mereka, Hai2 menyatakan kasih nya terhadap orang biasa, the common people.
Jadi ingat Kasih Ibu Theresa kepada orang2 terbuang di Kalkuta India dan Kasih orang Samaria yang baik hati di Injil Lukas.
Sincere
Dulu Nenek Sangat Baik Sama Aku
Sincere, aiku ingat, waktu kecil nggak dapat uang jajan dan tape, baik tape ketan maupun tape singkong adalah salah satu makanan kesukaannku, saat itu nenek sering memberiku tape dengan cuma-cuma.Menurut cerita, sampai saat ini nenek masih memberikan tape gratis kepada anak-anak yang tidak punya uang untuk membelinya.
Nenek yang mencintaiku dulu tanpa pamrih, itu sebabnya aku menyayanginya tanpa pamrih. tidak ada hubungan keluarga diantara kami, dia orang Jawa, saya orang Tionghua namun, ketika bertemu dengannnya tahun 2003, saya merasakan adanya ikatan cinta kasih diantara kami.
Uang bukan masalah bagi nenek, karena sejak muda dia sudah hidup sederhana dan anak cucunya mampu membiayai hidupnya. Namun dia tetap berkarya karena baginya hidup adalah berkarya. dia menerima uang dariku bukan karena dia butuh, namun nampaknya karena dia tahu aku dan happy lee menyayanginya.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Love Without Any Reasons
Bukan kah manusia membutuhkan pra-syarat, kondisi (cause, reason) untuk mencintai sesama? Rasa empati ketika melihat penderitaan sesama, hubungan kekerabatan/emosional, memori masa lalu, dll. Love Without Any Reasons, itu sih di syair lagu2 romantis.
Hai2 sendiri menjelaskan syarat kenapa ia mengasihi nenek sahabatnya “Dulu Nenek Baik Sama Aku”. “Nenek yang mencintaiku dulu tanpa pamrih, itu sebabnya aku menyayanginya tanpa pamrih”.
Klo seumpama nenek penjual tape itu adalah nenek pelit dan judes, mungkin tidak, Hai2 sdh lupa siapa si nenek ketika pulkam?
Sincere
“Cinta Tanpa Syarat; Anda Bullshit!! Kata Nosid”
JF SAID: CINTA TANPA SYARAT ITU ADA.TAPI HANYA TUHAN YANG MAMPU MEWUJUDKANNYA
Sincere, Saya Tidak Tahu
Sincere, bila nenek dulu judes dan pelit, apakah kami akan akrab ketika bertemu lagi setelah puluhan tahun berpisah? Jawabannya saya tidak tahu. Ketika bertemu dengannya, saya merasa akrab dengannya. Tidak terpikir sama sekali untuk berakrab-akrab ria dengan dia apalgi mencari alasan untuk akrab. Kami akrab dan itu terjadi begitu saja.
Ada nenek yang lain, sudah lama meninggal, dia meninggal akhir tahun 90 an, umurnya saat itu juga seratus lebih. Walaupun menikah dengan orang Tionghua, namun dia orang Jawa. Waktu saya kecil dia benar-benar judes dan pilih kasih.
Di halaman rumahnya ada beberapa pohon jambu biji yagn berbuah lebat. Agak jauh dari halaman rumahnya, dipinggir sungai tumbuh beberapa pohon petai cina. Dia sangat baik dengan Happy Lee kakak beradik dan sangat judes pada saya dan adik-adik saya. Happy Lee dan adik kakaknya bebas memetik jambu dan petai cina, bahkan dia akan membantu mereka memetiknya. Sedangkan aku, bila ketahuan, pasti dikejar-kejar.
Dia selalu memakai sarung dan BH jawa. Tubuhnya legam dan keriput, tenaganya luar biasa kuat, sekali tertangkap, mustahil mampu melarikan diri lagi. Saat itu saya berumur antara 5 hingga 7 tahun. Dia selalu mengancam untuk menjejali kami dengan Lao Len Po bila mencuri dan tertangkap. Ketika melihat aku dan saudara-saudara serta teman teman mencuri petai cina tau jambunya atau apa saja, dia akan berteriak sambil mengneluarkan lao len po-nya. kontan kami kabur serabutan seperti dikejar setan.
Saya berpisah dengannya akhir tahun 1970 dan bertemu lagi pada tahun 1985. Saat itu dia sudah sangat tua, menurut cerita, mungkin sudah seratusan tahun. Dia sudah tidak lincah lagi, namun masih sehat dan mengurus diri sendiri dan anak lelakinya yang tidak menikah. Selama satu bulan di kampung, belasan kali aku mengunjunginya dan ngobrol dengannya. Tidak ada dendam sama sekali. begitu juga ketika aku pulang kampung tahun 1988 dan 1990. Aku mengunjunginya dan kami asyk ngobrol tentang berbagai hal. Memang saat itu saya tidak selucu sekarang sehingga obrolan kami saat itu tidak seasyk obrolan dengan nenek tukang tape.
Setiap kali pulang kampung, walaupun sedikit, namun ada rasa rindu kepadanya ketika mengingat pengalaman kami waktu kecil.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak