Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Susahnya Mau Jadi Penerjemah Alkitab
Ternyata tidak mudah menjadi seorang penerjemah Alkitab ke dalam bahasa suku. Setidaknya itulah yang saya rasakan ketika mengikuti orientasi selama dua minggu di salah satu organisasi misi yang ada di Indonesia.
Permakali datang, shock juga lihat jadwal yang begitu padat; ada jadwal tes sebanyak tiga kali, lalu ada sesi fonetik (mengelompokkan kata-kata berdasarkan cara pengucapannya) dan fonologi (mempelajari bagaimana bunyi-bunyi sebuah bahasa)...bah apa lagi itu pikirku. Kalau ethnomusikologi (jadi salah satu sesi yang juga harus kami ikuti), sudah tahulah tapi kedua benda asing tadi ... duh ...bagaimana bisa mahluk aneh itu bercokol di antara sesi-sesi yang lain.
Ternyata baik fonetik dan fonologi sama-sama akan menjadi 'mata kuliah utama' dan menjadi makanan harian kami selama 3 bulan pelatihan Linguistik beberapa bulan lagi ... bisa keriting lidahku nantinya.
Selama orientasi, kami juga mendengar kesaksian dari tenaga lapangan. Saya belajar tentang kerendahan hati dalam melayani sesama dari merka; orang-orang tulus yang tidak hanya bersoal secara teori, tapi kata-kata dituangkan dalam perbuatan kasih kepada suku-suku di pedalaman yang tidak sekedar membutuhkan Firman Allah tapi juga butuh orang-orang yang mau menolong mereka untuk lebih memperhatikan kesehatan jasmani. Saya jadi malu kepada diri sendiri bila ingat kalau kadang-kadang suka mengkritik khotbah atau cara yang saya anggap salah dari seorang hamba Tuhan. Kurasa, tak ada waktu bagi mereka untuk berpikir seperti itu karena akan lebih baik bagi merkea to do something daripada hanya sekadar bicara tanpa do something good.
Ada beberapa film yang kami saksikan... namanya juga orientasi di organisasi penerjemah Alkitab, filmnya sudah tentu yang berbau seperti itu. Film Wycliffe salah satunya. Sebelumnya saya sudah pernah menonton film ini bersama dengan teman saya sewaktu masih tinggal di kota S. Filmnya menceritakan bagaimana awal mula wycliffe berusaha menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Inggris. Usahanya tersebut tentu saja mendapat dari pihak gereja ... mau kelanjutannya? Tonton aja filmnya Film lain ialah 'Beyond The Gates' merupakan video klip dari Steven Curtis Chapman; terinspirasi dari kisah lima misionaris yang terbunuh di Guatemala, very encouragement! Video-video lain berupa video dari pada tenaga lapangan yang bekerja di antara suku-suku.
Tidak banyak yang ikut orientasi ini. Parahnya lagi, kebanyakan yang ikut bukannya dari teologi tapi dari bidang ilmu lain, padahal kita punya banyak lulusan teologi ... ke mana mereka? Ada 9 peserta yang ikut pelatihan, salah satu peserta malah seorang penerjemah bahasa X di propinsi Y, ikut dalam pelatihan ini untuk 'penyegaran'. Bersyukur juga punya temen sesama peserta yang sudah jadi penerjemah jadi bisa tanya-tanya tentang kehidupan 'aslinya' seorang penerjemah Alkitab. Ada juga peserta (teman sekamar) yang ikut orientasi ini karena diajak oleh teman dekatnya karena dia baru saja putus cinta Namun pada akhirnya, ia memutuskan untuk terlibat dalam penerjemahan Alkitab ...jalan Tuhan memanggil anak-Nya emang beda-beda ya?! Seorang teman dari salah satu pulau yang ada di Timur berangkat ke kota tempat pelatihan malah dibiayai oleh orang sekampungnya dari hasil menjual singkong ... Sangat berbeda sekali ya dengan gereja-gereja yang sibuk bangun gedung baru dan sibuk untuk menambah fasilitas gereja yang lebih canggih kata mereka, itu untuk memperluas Kerajaan Allah Mudah-mudahan, gereja kita tidak hanya memikirkan diri sendiri, jadi berkat bagi diri sendiri, mendoakan diri sendiri karena peran gereja lebih dari itu! Gereja harus bisa keluar dan menjangkau jiwa-jiwa, harus terlibat dalam tugas Amanat Agung, jangan mendengkur mulu dong.
Masih ada tahap lanjutan dari orientasi selama dua migngu ini. Akan ada pelatihan linguistik selama tiga bulan. Tolong dukung kami dalam doa. Jangan lupa untuk medoakan gereja-gereja kita, mulailah dari mendoakan gereja Anda.
- Kolipoki's blog
- 5250 reads
Kelas Fonologi
Sudah lama juga semenjak terakhir saya menyentuh fonologi. Itu memang mata kuliah yang rumit. Apalagi kalau diminta mempraktikkan pelafalan fonem tertentu. Teorinya juga rumit. Makanya dulu saya terpaksa mengulangi kelas tersebut (padahal 4 SKS).
Nah, yang saya pelajari itu baru fonologi bahasa Indonesia. Kalau fonologi bahasa Indonesia saja sudah rumit, bagaimana pula dengan bahasa asing?
Satu hal yang jelas, lidah kita orang Indonesia memang hanya terbiasa dengan 29 fonem (seingat saya). Sedangkan sejumlah itu saja kadang masih sulit dilafalkan secara sempurna. Konon lagi dengan fonem-fonem asing. Tidak tahu kalau fonem bahasa daerah. Memang musti banyak latihan, membiasakan diri.
Selamat berjuang!
"Karena bahasa Indonesia dahulunya adalah lingua franca"
_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.
semangat