Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Ribut sama mertua

dara's picture

Dulu aku tidak percaya dengan penyakit syndrome baby blues, tapi setelah aku membaca pengalaman seorang ibu yang melahirkan anak pertamanya, saat itu mereka tinggal di iran, karena orang Indonesia cukup jauh dari tempat tinggal mereka, sehingga ia melahirkan anak pertamanya di dalam kesepian.
Pasca persalinan, kondisi psikologis ibu tersebut, benar-benar kacau, kondisi yang oleh para psikolog disebut BABY BLUES. Atas saran seorang dosen,
mereka pun berkonsultasi kepada lembaga konseling yang disediakan pihak sekolah. Kebetulan, yang menangani adalah langsung kepala lembaga itu, seorang ulama berjubah-bersorban-berjanggut.
Baby blues adalah perasaan kacau-balau yang melanda ibu yang baru melahirkan. Konon 80 persen perempuan mengalaminya setelah persalinan. Detik ini senang karena punya bayi, detik berikutnya tiba-tiba sedih dan menangis bercucuran air mata. Susah untuk konsentrasi pada sesuatu, hilang selera makan, susah tidur, kadang bawaannya pengen maraaaah terus.juga waktu itu gampang panik setiap kali bayi menangis dan kebingungan harus melakukan apa. Sebenarnya, hal ini biasanya banyak terjadi terhadap ibu-ibu yang melahirkan sendirian, jauh dari kampung halaman, dan tidak ada ibunda atau saudara perempuan yang mendampingi. Sharing kisah dari rumahpohonku.net / Bayisehat.Com 2006-2008
Pengalaman ibu tadi membuat saya sadar bahwa akan apa yang saya alami dua tahun yang lalu ketika melahirkan anak pertama saya di bandung. Dan itu mulai saya rasakan pasca melahirkan bulan-bulan pertama waktu itu sekitar bulan JUNI tahun 2007.
hanya dengan didampingi suami dan iparku tidak ada ibunda atau sanak saudara. Kontrakan kami pun jauh dari teman-teman. Saya mulai meraskan sesuatu kesedihan ketika usia kandungan saya ke-8 bulan, sebelumnya saya merasakan suatu penantian yang bercampur penasaran, akan kelahiran anakku yang dimana aku sudah tidak sabar lagi. Jauh sebelum kelahiran, saya dan suami sudah mempersiapkan biaya untuk kelahiran anak kami. Waktu itu suami terpaksa harus menjual usahanya karena tempat tinggal kami pisah yang manah aku masih bekerja di bandung. Aku menyarankan kepada suami untuk menjual usahanya dan membuat usaha yang baru di bandung agar kami tinggal bersama di bandung apalagi setelah aku melahirkan nanti. Dan akhirnya biaya untuk melahirkan kami sisihkan dari hasil penjualan usaha kami, dan sebagian untuk usaha kecil-kecilan, namun apa dikata sebelum semua itu terjadi, kami mengalami musibah yang mana uang buat persalinanku saat itu ludes dari ATM karena suamiku kena hypnotis lewat sebuah sms yang menawarkan pekerjaan. Dimana saat itu memang suamiku sangat butuh pekerjaan, sementara sebagian dari penjualan usaha suamiku kami terima dengan cara dicicil, terpaksa kami harus bersabar karena memang sudah perjanjian. Sementara kami juga harus membayar cicilan hutang kepada seorang kerabat di Jakarta, saat itulah aku merasakan suatu tekanan yang berusaha kututupi dari suami karena akupun sangat mengasihinya, dan ternyata dia pun melakukan hal yang sama kepadaku. Hari persalinan pun semakin mendekati, ternyata persalinanku harus melalui Caesar karena beberapa faktor medis yang tidak memungkinkan, kami pun semakin bingung akhirnya berbagai cara, suamiku mengupayakan agar kami dapat keringanan dari pihak RS yang akan menanganiku, singkat cerita, anak kamipun lahir, hari itu aku sangat bahagia begitupun suamiku, tapi hari pertama aku pulang dari RS amarah kutahan dalam dadaku, setiba aku di rumah aku melihat tidak ada tempat untuk kusandarkan tubuhku yang masih lemah karena kondisi tempat tidur yang bertumpuk pakaian, rumah yang sangat kotor, aku melihat piring kotor, cucian bertumpuk, dan jemuran pakaian anakku terbang kemana-mana, banyaknya pasukan dari teman-teman iparku yang menambah kebisinganku. Padahal saat itu yang kuinginkan berbaring di sebelah bayiku, tapi bayiku digendong kesana-kemari oleh teman-teman iparku dengan ketawa dan teriakan yang centil, kondisi kontrakan kami yang sangat kecil membuat aku muak dengan orang-orang saat itu, akhirnya dengan kondisiku yang masih sangat lemah aku harus mengepel, mengganti sprey dan merapikan jemuran/popok anaku yang terbang kemana-mana, dan pada malam harinya mertuaku tiba di rumah, kehadiran mertuaku kukira akan sedikit mengurangi bebanku, dan setidaknya aku bisa makan enak seperti masakan mamaku yang kurindukan, namun apa dikata ternyata mertua tidak bisa masak, akhirnya aku yang masak dan segala pekerjaan rumah kulakukan dari pagi hingga malam hari, terkadang aku nangis sambil mengerjakan pekerjaan rumah, aku berpikir kalau seandainya mamaku tidak sakit, ia akan datang, dan aku bisa makan enak, dia bisa mengajariku merawat bayiku, aku juga berharap mertua bisa sedikit mengontrol iparku yang memang terbilang sangat, sangat dan sangat malas dan jorok, namun ternyata apa yang terjadi, mertuaku pun jadi tukang cucinya iparku, dan menyiapkan segala keperluannya iparku termasuk perlengkapan pribadinya, beberapa hari kemudian suamiku harus pergi ke suatu tempat nan jauh, untuk mencari pekerjaan itupun atas saran mertuaku dan untuk menghindari kerabat yang di jakarta, padahal aku tidak menginginkan itu, tapi suamiku lebih mendengarkan ibunya daripada istrinya, akhirnya suamiku harus pergi meninggalkan istri dan bayinya yang masih merah, kegalauan di hatiku pun bertambah, bagaimana nanti aku merawat bayiku tanpa suamiku, bagaimana menghadapi mertua, bagaimana menghadapi iparku dll, beberapa kali aku curhat sama suamiku agar ia menasehati adiknya, ya setidaknya membantu sedikit-sedikit pekerjaan rumah namun tidak ada artinya, karena mamanya sendiri aja jadi tukang cucinya. Singkat kata kemarahanku menumpuk lagi di dada, aku tidak bisa mengendong bayiku sesuka hatiku, sementara mertua dan iparku sesuka hati memindahtangan bayiku padahal bayiku sedang tidur, tiap kali aku ingin menggendong bayiku, mertua selalu bilang nanti kalau dia sudah bangun kamu gendong, tapi setelah bangun mertuaku malah ngasih ke iparku, saat bayiku terbangun dan menangis kukira itulah kesempatanku untuk menyusui, tapi ternyata mertua malah mengocok susu sapi untuk anaku, dan akhirnya ASIku pun membengkak, yang membuat aku panas dingin tidak karuan, setiap tengah malam aku harus ganti baju beberapa kali karena ASIku tumpah, mertua selalu sedia susu sapi tiap rengekan kecil bayiku, tiap kali aku mau memberi ASI pada bayiku, kondisinya dalam keadaan kenyang, akhirnya ASI berhenti karena tidak pernah disedot. kemarahan yang menumpuk di dadaku naik sampai ke ubun-ubunku dan kemudian keluar dengan melemparkan sebuah piring yang tak sadar kulakukan, tubuhku bergetar tangisku pun tersendat tak bisa kumengerti kata-kata yang keluar dari mulutku sendiri yang sudah tidak beraturan dan sepertinya aku terkena post-partum depression.. sejak itu hari-hariku penuh dengan air mata, aku curhat kepada tanteku di aceh, dia mengatakan kamu tidak salah, kemarahan kamu memang harus kamu tumpahkan, aku pun jadi teringat dengan jurus ke-2 pengalaman ibu yang di Iran tadi dalam menghadapi syndrome baby blues :

Lepaskan saja emosi, gak usah ditahan-tahan. Mau nangis, marah, ya keluarin aja. Sadarilah, bahwa kondisi ini normal dan dialami oleh hampir semua ibu, jadi tidak perlu ada rasa bersalah, apalagi merasa:”Aku ini bukan ibu yang baik”.

Namun apa dikata suamiku jauh, semua aku pikirkan sendiri, termasuk kebutuhan hidup, aku hidup dengan gaji pas-pasan yang kuterima dari perusahaan dimana aku bekerja. Sementara pemahaman dari orang di sekelilingkupun tidak kudapatkan.
Kesedihanku mulai berakhir setelah aku memutuskan untuk pisah rumah dari iparku dan setelah mertuaku pulang, lambat laun bebanku berkurang, aku mulai menerima kitadakhadiran suami dalam rumahku, aku semakin terarah, ditambah dengan tawa dan teriakan-teriakan anakku yang semakin lucu,
Dan tak kuduga suamiku pulang di waktu yang tak kusangka-sangka, seperti mimpi karena ia datang pada malam hari, kebahagian begitu lengkap, tidak pernah kurasakan kebahagiaan seperti ini. aku tidak perduli makan apa kami nanti, yang jelas aku bahagia,
Seandainya suamiku mendengarkan aku saat itu, aku tidak akan mengalami syndrome baby blues, ongkos pesawatnya bisa kami gunakan buat bayar kontrakan rumah, tapi ya sudahlah yang penting aku bahagia sekarang.

cuma yang aku ingin tanyakan apakah aku salah, dan aku gak mau di cap jellek sama keluarga suamiku, apalagi aku melemparkan piring di hadapan mertuaku, aku ingin mereka mengerti keadaanku saat itu, aku ingin mereka mengerti bebanku dan masalah yang di hadapi rumahtanggaku. apalagi sejak pacaran, mertua sudah tidak menyukaiku. 

ebed_adonai's picture

@dara: saya mengerti

Jeng Dara yang terkasih,

Simpati saya yang sedalam-dalamnya atas apa yang anda rasakan.

Sejak pindah ke pulau Jawa ini, beberapa waktu lamanya kami tinggal di Villa PMI (Pondok Mertua Indah), sebelum menempati rumah yang sekarang. Saya juga mengalami masalah yang hampir mirip dengan yang anda alami. Siapa pun bisa kelepasan emosi kalau berada dalam situasi yang anda alami saat itu......

Maaf saya tidak bermaksud menggurui, tapi saran saya, berbagi bebanlah dengan suami dalam mengurus anak. Saya tahu ini tidak mudah, karena orangtua kita yang sudah duluan punya anak biasanya selalu merasa bahwa mereka lebih tahu dalam mengurus bayi, jadi tanpa sengaja mereka seperti "mengambil alih" semuanya dari anda, padahal mereka sebenarnya sayang juga kepada kita. Kalau kita menunjukkan kemandirian kita, biasanya mereka juga akan segan dengan sendirinya.

Saya laki-laki Jeng, tapi saya senang juga tuh meninabobokkan anak-anak saya, menyusui mereka pakai botol dot, memandikan, mengganti popok, dan lain-lain. Tahu tidak jeng, bayi kita itu paling cantik, kalau mereka habis dimandikan, disusui, lalu mengantuk dan tertidur...Cobalah, pada saat itu, kita pandangi wajah mereka...begitu tenang...damai......, sampai-sampai tanpa sadar kita berkata dalam hati: "Aduhh,...cuantik tenan anakku iki..."

Jangan patah semangat Jeng!

Shalom!

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Buronan Mertua"

(...shema'an qoli, adonai...)

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

dara's picture

@ebed_adonai : Suamiku Baik

Trims mas ebed,

Trus terang , suamiku adalah orang baik, ia semakin baik ketika masalah datang bertubi-tubi dalam rumah tangga kami, ia semakin rajin berdoa, dan selalu mengajakku berdoa bersama ketika malam hari, terkadang aku terbagun tengah malam dan mendapatkannya dalam posisi berdoa. ia selalu berdoa dan menopangkan tangannya diperutku ketika aku sedang hamil, sejak pacaran dia tidak pernah terlihat marah apalagi menangis, kalo dia marah dia hanya diam dan tidak pernah mengeluarkan satu katapun. ia selalu menjaga perasaan keluarga dan orang-orang disekelilingnya dan selalu mengingatkan aku dengan ayat yang menjadi ayat emas kami sejak pacaran :

(Ef 4:26) "janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu”.

ini lah yang membuat aku merasa kehilangan ketika ia tidak ada di rumah, ketika dia harus pergi demi masa depan keluarga dan anaknya. membuat ku terharu karena merindukan kidung Pujian dari mulutnya yang selalu ia nyanyikan ketika ia pengangguran. membuat air mata ini jatuh berlinang ketika aku membuka koleksi kaset rohaninya. membuatku terisak ketika aku memandang wajah polos anaknya saat tidur, terbayang saat ia meninabobokan anaknya dengan kidung pujian hingga larut malam dengan suara sendu di malam hening, dan mebuatku tersenyum bahagia ketika anakku tertawa dan kutemukan wajahnya dalam wajah anakku, Lord Jesus Satukan kami hingga ajal menjemput, Aku bukan lagi sekedar mencintainya, tapi dia adalah belahan jiwaku, saat dia bernafas menandakan ada kehidupanku. biarkan kami semakin kuat dengan pukulan-pukulan kecil kehidupan yang akan kami jalani, bukan gelimang kemewahan, penampilan modis, gaya hidup modern dengan tawa yang tiada arti layaknya orang-orang disekeliling kami. tapi damai sejahterah yang Engkau janjikan ribuan tahun yang lalu.

 "Mauliate Tuhan di rumahtangga nasonang" ...........

ebed_adonai's picture

@dara: baiklah, saya mengerti...

Baiklah kalau begitu ito dara. Semoga rumah tangganya dengan lae selalu bahagia. Kalau cuma sesekali marbada  sama mertua biasalah itu. Kata orang itu malah tanda holong ni roha (sayang) toh?

Shalom! 

(...shema'an qoli, adonai...)

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)