Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Penguasaan & Pengendalian Diri
Tiap-tiap
orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya
dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu
mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang
abadi.
(I Korintus 9 : 25)
Pada
keadaan serta kondisi tertentu, terkadang seseorang tidak bisa menahan
emosi yang berkecamuk didalam hati dan pikirannya, karena seseorang
tersebut sudah tidak bisa lagi mengendalikan dirinya untuk tidak
melepaskan amarahnya itu.
Dalam Firman Tuhan, tidak ada satu pun
ayat yang menyebutkan, kalau marah itu dilarang. Bisa diartikan,
sebagai bagian dari sifat manusia, emosi manusia bisa saja diungkapkan.
Namun ada satu ayat dari Firman Tuhan yang jelas-jelas mengatakan :
kalau kita marah, janganlah kita berbuat dosa.
Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa : janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu. (Efesus 4 : 26)
Seseorang
terkadang tidak dapat mengendalikan dirinya ketika rasa amarah sedang
melingkupi dirinya. Ketika keadaan itu terjadi, disadari atau tidak,
seseorang tersebut telah melakukan atau mengucapkan sesuatu hal yang
salah. Kesalahan yang terjadi, pada akhirnya bisa membuat diri
seseorang itu dianggap telah melakukan kesalahan, atau mendapat sikap
bermusuhan dari orang lain.
Banyak diantara anak-anak Tuhan yang
pernah mengalami pergumulan karena sikap emosional yang tidak mampu
dikendalikannya, kemudian membuat diri mereka, harus menghadapi adanya
permasalahan baru, yang pasti sangat tidak diinginkannya terjadi. Siapa
sih, orang yang senang hidup dalam kondisi penuh polemik kehidupan?
Perkataan
yang diucapkan dengan tidak simpatik (berisikan kata-kata kotor, kasar,
hinaan, merendahkan, dll), maupun tindakan menyerang fisik, merupakan
tindakan serta pernyataan yang ditujukan untuk membangkitkan rasa
amarah orang lain atau menyakiti diri seseorang, merupakan sebuah
keadaan yang bisa menghadirkan adanya penilaian bersalah, tidak hanya
dari sisi pandang manusia, namun juga di mata Tuhan.
Mungkin
kita bisa saja menyatakan, bahwa apa yang kita lakukan itu, adalah
sebuah upaya untuk membela diri. Padahal, apabila kita mampu menahan
rasa amarah kita, maka kita akan sangat tahu serta menyadari, kalau
tindakan atau pernyataan kita itu, memang tidak dapat dibenarkan,
dimana segala alasan yang kita nyatakan kemudian, dapat dinilai sebagai
sebuah pembenaran.
“Segala
sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna.
“Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu
membangun.
(I Korintus 10 : 23)
Terkait
dengan isi Firman Tuhan itu, kita harus mengingat, apabila kita dalam
kondisi marah, kita harus segera menyadari lebih awal, kalau segenap
tindakan atau perkataan bernada tidak simpatik, bukanlah sebuah keadaan
yang bisa membuat kita menerima keadaan yang lebih baik di masa yang
akan datang.
Kemarahan diri yang diikuti oleh adanya tindakan
menyerang fisik orang lain maupun mengucapkan kata-kata yang bisa
memancing amarah orang lain, bukanlah sebuah perbuatan benar atau
tindakan yang bisa dibenarkan.
Bagaimanapun, sebagai orang yang
percaya dan beriman kepada Kristus, kita harus bisa menempatkan hukum
kasih itu sebagai landasan kita dalam berucap serta berbuat sesuatu
kepada orang lain. Kita harus mengingat, sebelum kemarahan itu berada
pada puncaknya, kita harus bisa mengendalikan diri kita.
Well, ternyata tindakan penguasaan diri itu, merupakan bagian dari buah-buah Roh, dimana letaknya, ada pada bagian akhir.
Tetapi
buah Roh ialah : kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri. (Galatia 5 : 22)
Adanya
tindakan penguasaan diri sebagai bagian dari buah-buah Roh yang
dinyatakan dalam Firman Tuhan, itu menandakan, kalau upaya diri kita,
untuk mampu menahan rasa amarah agar tidak menghadirkan dosa, serta
agar segenap perilaku kita, tidak mengundang rasa amarah dari orang
lain, merupakan satu bagian dari perbuatan yang menghasilkan buah-buah
Roh.
Kuatnya kemauan diri untuk mampu mengendalikan dan
menguasai diri kita sendiri, merupakan sebuah keputusan yang harus
segera kita ambil pada saat amarah telah melingkupi diri kita. Kita
harus sadar lebih awal, bawah segenap tindakan atau ucapan salah,
memiliki konsekuensi yang akan kita tuai di hari esok.
Bukankah
lebih baik, apabila kita menghindari dosa sejak awal daripada kita
harus melakukan pergumulan untuk mengatasi adanya konsekuensi dan dosa,
di masa yang akan datang?
Lalu, bagaimanakah caranya agar kita dapat memiliki kepribadian diri, yang mampu menguasai diri?
1. Belajarlah untuk bersabar dan mampu menahan emosi.
2. Usahakanlah untuk tetap bersikap tenang pada saat kita menghadapi konflik atau pertentangan sikap dengan orang lain.
3. Berusahalah untuk bisa menghormati atau menghargai orang lain.
4.
Tumbuhkanlah sikap pengertian dan pola pemahaman yang begitu mendalam
kepada keadaan atau pernyataan yang diungkapkan orang lain.
5.
Cobalah untuk menumbuhkan sikap tidak mudah terpengaruh atas sikap
yang bisa memancing kemarahan besar dari dalam diri kita, sehingga
kemarahan diri kita, tidak mudah dikuasai atau terbawa arus oleh emosi
orang lain.
6. Berikanlah pemahaman yang baik tentang keadaan
atau situasi pelik yang sedang kita hadapi, dengan menggunakan
kata-kata yang tidak membangkit-bangkitkan rasa kesal atau amarah orang
lain.
Tuhan Yesus sendiri juga pernah menunjukkan amarahNya,
yaitu pada saat diriNya menemukan kondisi halaman Bait Allah yang
dipenuhi oleh para pedagang. Pada saat itu, Tuhan Yesus menunjukkannya
dengan penuh wibawa, yaitu sebagai Pribadi yang Empunya Kerajaan Sorga,
sehingga sikap marahNya pada saat itu, tidak membuat diriNya terjatuh
kedalam dosa.
Kita boleh saja marah. Kita boleh menunjukkan rasa
amarah kita. Namun kita harus mengingat dan memberi batasan atas
kemarahan kita itu, dengan tetap menguasai diri, agar kita tidak
terbawa arus kemarahan kita, sehingga ketika kita marah, kita tidak
jatuh dalam dosa.
Besarnya keinginan untuk memperoleh kehidupan
kekal bersama orang-orang terpilih lainnya didalam Kerajaan Sorga,
merupakan dambaan setiap orang percaya, sebagai sebuah tujuan akhir
kehidupan. Ingat, kehidupan kekal adalah tujuan akhir…
Impian
teramat indah tersebut, jangan hanya menjadi impian semata, oleh karena
kita lalai atau tidak mampu menjaga sikap, perilaku serta perkataan
kita, pada saat emosi sedang melingkupi diri kita.
Janganlah
membuat diri kita jatuh kedalam dosa dengan membangkit-bangkitkan rasa
kesal dan amarah orang lain. Namun kita harus membuat diri kita
memiliki kerinduan, untuk melihat orang lain bertumbuh didalam kasih
karunia, sehingga orang lain juga tahu bagaimana mereka harus
mengendalikan amarah mereka.
Apabila kita bertindak dengan cara
demikian, telah membuat kita melakukan hal yang sama seperti yang Tuhan
kehendaki dan telah Ia contohkan agar kita pun melakukan tindakan yang
sesuai dengan kasih Allah.
Saudara-saudara,
memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu
mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam
dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.
(Galatia 4 : 13)
Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan. (Galatia 4 : 15)
Tuhan Yesus memberkati kita semua.
.Sarlen Julfree Manurung
Disarikan
dari khotbah Pdt. R. Lumbanraja, STh. yang disampaikan dalam acara
Pemberkatan Nikah Jhon Paul Marthin Sibarani dan Hotmaida br. Sihotang,
pada tanggal 5 Juli 2008, di Gereja HKBP Tebet – Jakarta Selatan.
- sarlen's blog
- 22697 reads
sarlen: cuma
Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan. (Galatia 4 : 15)
cuma Kasih yang memungkinkan ayat ini
___________________________
giVe tHank’s wiTh gReaTfull heArt
www.antisehat.com