Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Obituari Candra Purnomo
*PENDEKAR DIAKONIA BAYANGAN*
Sosoknya mirip karakter Bocah Tua Nakal alias Ciu Pek Tong dalam cerita Pendekar Rajawali Sakti. Ia suka seenaknya sendiri. Suka sekali bikin sebal orang lain. Tak jarang beberapa orang ingin menamparnya.Kata orang Jawa, dia ini kemaplok alias banyak orang yang ngaplok saking sebelnya.
Walau demikian, ilmunya tidak bisa diremehkan. Dia punya ilmu sakti yang bernama "“Tangan Kanan Melawan Tangan Kiri”. Dengan ilmu ini, tangan kanan dan kiri bisa bergerak secara bebas seolah-olah tangan kanan dan tangan kiri dimiliki oleh dua orang yang berbeda.
Ilmu ini tidak bisa dikuasai secara sembarangan. Ilmu ini hanya bisa dikuasai oleh orang yang tidak punya beban pikiran dan tidak punya akal sehat.
Seperti itulah sosok Candra Purnomo, seorang pendekar "Diakonia Bayangan" dari Semarang. Tindakan dan perilakunya sering ngeselin banyak orang, tapi dalam lubuk hatinya, dia adalah seorang yang mudah iba atau jatuh kasihan. Sudah tak terhitung lagi orang-orang yang berhutang budi kepadanya. Dia adalah seorang filantropis yaitu seorang dermawan.
Saya pertama kali berkenalan dengan engkong Purnomo ini karena sama-sama menjadi blogger di Sabdaspace, sebuah platform ngeblog keroyokan yang cukup riuh pada masanya. Melalui blog-nya, Purnomo banyak menceritakan pengalamannya dalam menggalang dana dan menyalurkan bagi orang miskin. Dalam tulisannya, dia banyak memasukkan sisi humanisme (human interest). Sehabis berjumpa dengan orang-orang, Purnomo lalu menuliskan kisah dan refleksinya. Dia mahir merangkai kisah yang membuat pembaca penasaran sehingga menyeret orang untuk terus membacanya sampai akhir. Seringkali ujung ceritanya tak terduga. Kadang bikin ngakak, tapi tak jarang ngeselin juga. Orangnya memang kemampleng.
Bagi ukuran generasi Baby Boomer, engkong Purnomo termasuk orang yang sudah melek internet. Pada zaman 1990-an, ketika milis masih berjaya, Purnomo membuat buletin rohani (Ah, aku namanya lupa). Dia mengambil tulisan-tulisan bagus dari milis, kemudian ngeprint dan menggandakannya dengan difotokopi. Lembaran-lembaran ini disebarkannya dengan gratis. Tentu saja dengan uangnya sendiri. Orang-orang yang menyukainya, lalu memfotokopi dan menyebarkannya lagi sehingga bisa menjadi viral. Dengan demikian, engkong Purnomo termasuk pelopor pemviralan pesan dari internet. Pada saat itu, akses internet adalah sebuah kemewahan. Tidak semua orang bisa mengaksesnya sebab harus ke warung internet atau dial up dengan sambungan Japati yang sangat mahal. Karena itu, Purnomo menyebarkan tulisan dari dalam jaringan (daring/online) ke luar jejaring (luring/offline).
Sebagai seorang wiraniaga, Purnomo banyak berinteraksi dengan orang-orang dengan berbagai macam karakter dan pergumulan kehidupan. Hal ini yang menggerakannya untuk menjalani panggilan sebagai filantropis. Kebetulan Purnomo berjemaat di GKI Karangsaru. GKI memiliki ciri khas sebagai gereja yang gemar berdiakonia atau dalam istilah umum sering disebut kepedulian sosial. Akan tetapi GKI juga punya kebiasaan yang kadang nyebelin, yaitu segala sesuatu harus dirapatkan dulu. Corak manajemen dan kepemimpinan di GKI adalah kolegial. Pengambilan keputusan dilakukan secara konsensus. Jika ada satu saja yang tidak sepakat, maka keputusan urung dibuat untuk menunggu tercapainya konsensus. Rupanya Purnomo tidak sabar dengan model seperti ini. Dia termasuk tipe yang cak-cek. Begitu ada orang yang lapar ya harus diberi makan. Tidak perlu menunggu rapat. Itu kelamaan. Itu sebabnya, Purnomo berinisiatif melakukan aksi Diakonia Bayangan. Begitu mendengar ada orang butuh bantuan, dia langsung mengetuk pintu dermawan untuk menyodorkan bathoknya. Selanjutnya isi batoknya itu diberikannya pada orang yang butuh bantuan, seperti bea siswa, pengobatan, dan dukungan bagi pendeta-pendeta miskin.
Dalam menerima bantuan dari dermawan, sikapnya juga sering ngeselin. Julia pernah bercerita ketika dia menawarkan sumbangan untuk beasiswa, responsifnya tak terduga. Alih-alih berterimakasih, Purnomo malah berkata, "Saya nggak mau menerima sumbanganmu kalau cuma sekali." Tapi memang ada benarnya. Kalau sumbangannya hanya hit and run, maka dia akan mengalami kesulitan untuk mencarikan kelanjutan bea siswa bagi murid yang terlanjur dibantunya.
Kopi darat saya dengan Purnomo terjadi tidak terencana. Saat itu Purnomo dan teman-temannya dari GKI Karangsaru berkunjung ke kantor GKI Klaten. Mereka baru saja mengantarkan seorang bapak yang terkena serangan stroke dari Semarang ke Klaten. Setelah itu, mereka sengaja datang ke GKI Klaten untuk "menitipkan" bapak tersebut supaya mendapatkan pelayanan pastoral. Sayangnya saat itu saya asyik berkutat dengan komputer kantor gereja yang sedang mengalami masalah sehingga agak abai dengan Purnomo dan kawan-kawannya.
Kopi darat kedua terjadi pada Desember 2012. Saat itu, beberapa Blosas (blogger Sabdaspace) mengadakan aksi sosial Natal di Gunungkidul. Kamis (27 Desember), pagi-pagi benar Purnomo, berangkat dari Semarang dengan menggandeng Iik dan pak Atang menuju Salatiga. Tujuan mereka adalah menghampiri pondok Pidia, yang terletak di sebuah kampung di kota Salatiga dekat Damatex. Di sebuah rumah milik pak Yesaya ini sejak 13 Maret 2008 telah digunakan untuk menampung anak-anak yang nyaris terlantar pendidikannya karena orang tuanya kurang mampu. Mereka datang dari berbagai tempat: Ungaran, Semarang, Pekalongan, Purwokerto.
Mereka disekolahkan di Salatiga dan setiap libur sekolah mereka dikirim kembali ke rumah orang tuanya agar hubungan kasih sayang mereka tidak pudar. Kapan saja orang tuanya bisa mengambil kembali anaknya. Dalam liburan kali ini, Purnomo ingin mengajak anak-anak di pondok Pidia ini untuk rekreasi di pantai Gunungkidul yang terkenal dengan pasir putihnya.
Pukul sembilan pagi, rombongan anak-anak ini sudah sampai Klaten sebagai titik pertemuan pertemuan. Rombongan Blosas dari Solo yang terdiri dari Tante Paku, Joli, dan Kittin lalu bergabung. Mereka juga membawa blogger luar kota, yaitu Merry dari Surabaya, Johan dari Kalimantan dan Titi dari Tangerang. Bersama-sama kami menyantuni dua sekolah kristen di Gunungkidul.
Kopdar terakhir adalah saat Purnomo bersama rombongan kolintang dari GKI Karangsaru melayani di GKI Klaten. Saat itu, dia baru saja pulih dari serangan stroke. Meski secara fisik sudah menurun drastis, tapi kenakalannya tak pernah luntur.
Sejak terkena serangan stroke memang aktivitas engkong Purnomo menurun sangat drastis. Tampaknya dia sangat menyadari bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Karena itu, dia menulis kesimpulan dalam hidupnya begini:
Ada yang dari mata airnya di pucuk gunung langsung mengarah ke laut sehingga menciptakan beberapa air terjun yang curam menjadi sumber tenaga listrik yang berlimpah dan arus airnya yang ganas memberi kesukaan bagi penggemar olahraga rafting. Ada yang berkelok-kelok mencari turunan landai sehingga aliran airnya yang tenang menyukakan banyak petani di sepanjang jalurnya dan banyak sampan mengarunginya membawa pasangan kekasih merajut cinta. Ada yang di setiap kelokan membuat cabang baru sehingga jalurnya seperti belalai cumi-cumi menyuburkan tanah datar yang teramat luas sebelum bermuara ke laut. Ada yang setelah beberapa kilometer menghilang menyusup ke bawah tanah untuk kemudian menjadi sumber air sumur-sumur di pedesaan yang tak pernah kering.
Tak banyak berbeda dengan hidup setiap manusia, memiliki lintasan yang khas dan menciptakan kelokan-kelokan unik di sepanjang jalurnya menuju ke satu titik yang pasti. Dan aku merenung, sebelum tiba ke titik itu seberapa banyak orang yang ada di sekitar lintasanku telah mendapat berkat dan kesukaan. Apakah hanya keluargaku; ataukah juga beberapa orang di antara yang mengenal aku; ataukah juga mereka yang ada dalam komunitas-komunitas di mana aku pernah ada di dalamnya?
Aku ingin ketika tiba di titik itu bertemu dengan Pencipta Alam Semesta mampu berkata, “Tuan, walau hanya 1 talenta yang Tuan percayakan kepadaku, aku telah berjerih-payah membelanjakannya sehingga sekarang menjadi 2 talenta. Terimalah.”
Aku rindu mendengar-Nya bersabda, “Hai hamba-Ku yang baik dan setia; engkau telah setia walau dalam perkara kecil. Mari masuk dalam kebahagiaan Tuanmu.”
------
Hidupmu adalah aliran sungai yang telah menjadi sumber kehidupan. Tak terhitung pohon-pohon yang menyerap air dari sungaimau. Tak terhitung ikan dan hewan air yang mengalami kehidupan dalam aliranmu. Kini aliranmu telah sampai kepada Samudera Kehidupan Maha Luas. Selamat bersatu dengan-Nya. Selamat jalan Bocah Tua Nakal.
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 1963 reads
Saya merasa berduka dan
Saya merasa berduka dan kehilangan, meski tak kenal Pak Purnomo secara pribadi. Beliau salah satu blogger SS yang tulisannya wajib saya baca. Tulisannya menyentuh, menyentil kadang menohok, tapi temanya tak jauh dari "ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan". Pak Purnomo mengajarkan saya, melakui tulisannya, bagaimana berdiakonia dengan cerdas dan bijak.
Tak lagi bisa saling menyapa dengan Pak Purnomo lewat kolom komentar seperti dahulu, saya berharap beliau sekarang bersukacita bertemu dengan Dia yang dilayaninya. Untuk keluarga yang ditinggalkan, Tuhan Yesus kiranya memberi kekuatan.
Terimakasih, Pak Purnawan, atas informasinya.
------- XXX -------
Terima Kasih
Terima kasih Pak Purnawan sudah menginformasikan ini. Pak Purnomo sudah banyak mewarnai kehidupan di komunitas ini. Banyak tulisan yang sudah beliau bagikan kepada kita semua. Bahkan, kalau ada lomba di SS, beliau ikut.
Kiranya beliau penuh damai sejahtera dan sukacita bertemu Bapa di surga, dan Tuhan Yesus memberi penghiburan dan kekuatan bagi keluarga Pak Purnomo. Amin.
waduh...
waduh... engkong Pur sudah meninggal ???
walo ga pernah ketemu beliau secara pribadi, saya suka gaya tulisan2 nya. hmm, bingung juga mau ngomong apa... sungguh disayangkan SS kehilangan seorang sekaliber beliau.
walau telat banget, ijinkan saya turut mengucap, "selamat jalan bos Pur, sampe bertemu nanti".