Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Nonton Anaknya Rhoma Irama Mendalang [Updated]
Kalau saya menyebut nama "Adam Ghifari", mungkin banyak orang tidak memberikan perhatian khusus. Tapi jika saya menambahkan nama bapaknya menjadi "Adam Ghifari, anak dari Rhoma Irama," maka mungkin banyak orang akan memberi perhatian. Ya, Adam Ghifari adalah anak dari seniman musik yang dijuluki "raja dangdut" itu. Adam adalah anak Rhoma dengan Gita Andini Saputri, seorang perempuan asal Solo keturunan Pakistan.
Sebagaimana bapaknya yang seniman, rupanya darah seni juga mengalir di urat nadi bocah kelahiran, Surakarta 13 September 1999. Jika bapaknya menekuni kesenian modern, maka anaknya menaruh minat di bidang kesenian tradisional, yaitu pedalangan. Sejumlah prestasi berhasil diraih dalam dunia seni pedalangan, termasuk sukses sebagai juara satu, dalam festival dalang bocah di Dinas Pendidikan Nasional pada 2007.
Hari Minggu, 26 Desember, saya mendapat kesempatan untuk menyaksikan kebolehan Adam di Rumah Turi, Solo. Dengan diiringi oleh musik dari bambu, Adam menggelar pertunjukan wayang beber dengan lakon "Pasar Ilang Kumandange." Berbeda dengan pertunjukan wayang tradisional, pertunjukan wayang beber sebenarnya tidak menggunakan boneka sebagai media pertunjukan. Sebagaimana namanya, wayang beber menggunakan lukisan yang dibeberkan atau dibentangkan di hadapan penonton.
Aslinya, beberan ini menggunakan lembaran kulit binatang yang dilukisi dengan berbagai ilustrasi. Untuk memainkannya, sang dalang hanya mendeskripsikan gambar-gambar yang ada di depannya sehingga membentuk jalinan cerita. Untuk memusatkan perhatian penonton, maka sang dalang menggunakan tongkat dari bambu panjang yang sudah diraut untuk menunjuk bagian tertentu dalam lukisan tesebut. Usia wayang beber ini sudah sangat tua. Konon berasal dari zaman Majapahit. Salah satu gulungan wayang beber paling kuno masih disimpan di desa Gelaran, Gunungkidul. Dekat sekali dengan desa saya.
Akan tetapi dalam pertunjukkan ini, Adam telah melakukan modifikasi. Dia tidak menggunakan suluk. Untuk menarik perhatian penonton, Adam menggunakan berbagai medium pertunjukkan seperti wayang golek, wayang kulit, bahkan tepas (kipas bambu) yang dilukisi wajah tokoh wayang. Namun untuk media utama, masih menggunakan lembaran lukisan yang digulung. Namun lukisannya tidak berasal dari kisah Mahabarata atau Ramayanan, tetapi mengangkat kehidupan sehari-hari, yaitu kehidupan pasar tardisional yang berisik, bising, bau, kotor, dan becek.
Pertunjukan dibuka dengan protes seorang pembeli karena keracunan makan mie instan. Menggunakan wayang golek yang bisa mengeliarkan asap dan mie instan dari mulutnya, Adam berhasil menarik minat penonton untuk mengikuti kisah selanjutnya. Dengan bahasa yang komunikatif dan diselingi guyonan segar, Adam mengisahkan suasana kehidupan tradisional yang masih guyup dan bernuansa hubungan pribadi.
Akan tetapi situasi ini tidak berlangsung lama. Dengan alasan "renovasi", buldozer kapitalisme menggusur pasar tradisional ini dan menggantikannya dengan bangunan baru yang lebih bersih, teratur, wangi dan bersih. Akan tetapi pola hubungan antara penjual dan pembeli sudah berubah. Tidak ada lagi hubungan personal. Pembeli tidak bisa menawar, apalagi ngutang. Penjual juga tidak bisa curhat kepada pembeli seperti yang biasa terjadi dalam pasar tradisional. Hubungan antara penjual dan pembeli hanya dilandasi transaksi ekonomi.
Sementara pedagang lama yang tidak mampu membayar uang sewa kios tergusur menjadi pengasong di pinggiran pasar modern. Pemuda-pemuda pengangguran mulai terjerat oleh kecanduan alkohol. Warga yang terpinggirkan mulai mudah marah. Muncul keresahan. Sampai di sini, Adam berhasil mengangkat isu-isu aktual. Namun sesungguhnya yang memilih lakon ini bukan Adam. Adalah seorang seniman bernama Dani Iswardana yang jeli menangkap femona ini, kemudian mengangkatnya ke atas lembaran wayang beber sepanjang 3 meter.
Lalu bagaimana sang dalang akan mengakhiri cerita ini? Pertanyaan ini cukup menggelitik mengingat yang akar dari pesoalan ini adalah gurita kapitalisme yang telah membelit dan menusuk hampir di semua sektor. Perjanjian pasar bebas yang diikuti Indonesia, tanpa disertai penguatan pasar dan industri domestik, telah menempatkan Indonesia ke dalam posis yang sangat rentan. Utang luar negeri yang menumpuk membuat pemerintah pusat tak mampu membiayai pembangunan di daerah-daerah. Maka dibuatlah kebijaksanaan "desentralisasi" yang dibungkus dengan atribut demokratisasi, padahal sesungguhnya tidak lebih dari upaya melempar tanggungjawab. "Silakan urus daerahmu sendiri. Pemerintah pusat tak punya cukup uang untuk memelihara kalian," itulah pesan tersirat dari Desentralisasi.
Karena harus mencari dana sendiri untuk memenuhi kebutuhan APBD, maka para penguasa daerah cenderung mengambil jalan pintas. Mereka melakukan privatisasi terhadap aset-aset negara, termasuk di dalamnya juga pelayanan publik yang semestinya bersifat non profit. Mereka menggadaikan kekayaan negara kepada swasta demi meraih fulus dengan mudah. Maka segala hal yang bisa "dikerjasamakan" dengan pihak swasta pun ditempuh. Urusan parkir diserahkan ke pihak swasta. Pihak dipenda hanya mau tahu terima setoran bersih sekian rupiah ke pundi-pundi mereka. Pasokan air minum juga diswastanisasi. Pasar pun tak luput dari gerusan pemodal ini.
Menjelang akhir pertunjukkan, Adam mengisahkan ada huru-hara, yang mengingatkan penonton pada kerusuhan pada Mei 1998 di Solo. Sebagai penutup, Adam menekankan perlunya peningkatan keimanan dalam beragama sebagai solusi dari persoalan ini. Solusi ini nampaknya belum menjawab persoalan yang sebenarnya. Pasar tradisional yang sudah kehilangan gaungnya itu adalah korban dari ketidakadilan struktural. Maka kesalehan yang bersifat pribadi belum bisa mengatasi masalah itu. Kesalehan yang dicapai seseorang hendaknya terwujud dalam tindakan nyata untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi ketidakadilan itu. Lembaga-lembaga agama dipanggil sebagai nabi untuk menyerukan ketidakdilan yang nampak di depan mata. Sayangnya, banyak lembaga agama yang justru mendapat kenikmatan dan memetik keuntungan dari arus global yang timpang ini. Termasuk di dalamnya, lembaga agama yang saya ikuti.
Lalu bagaimana dong? Entahlah, saya masih menggumulkan soal ini.
Cuplikan Videonya dapat dilihat di sini
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 10054 reads
tidak sepaham
salam hangat,
rong2
Undang bang Haji
He..he..he.. undanglah bang haji ngeblog di sini untuk bertarung dengan Hai Hai
------------
Communicating good news in good ways
@wawan,@rong2
Menurut berita beberapa tahun lalu yang saya dengar, kabarnya si Bapak belum mengakui dalang kecil ini sebagai anak biologisnya. Lain halnya dengan Ridho Rhoma.
Duh, kasihan betul si dalang kecil ini. Atau mungkin sekarang si Bapak sudah mengubah pendiriannya?
Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?
Kayaknya diakui
Perkawinan Rhoma dan Gita Andini Saputri sangat misterius. Konon mereka menikah siri September 1999 silam. Mulanya Gita adalah santri di Pondok Pesantren Al Ahad Solo. Dan Rhoma menjadi donatur di pesantren itu. Dari situlah mereka bertemu usai dikenalkan Ustad Amrul Chairi, pimpinan Ponpes Al Ahad.
Sampai sekarang kabarnya Rhoma kerap mondar mandir Jakarta-Solo menemui Gita dan Adam. Perhatian itulah yang membuat Adam nyaman bersama Rhoma. Ia kerap menyapa Rhoma dengan panggilan Papa.
Gita adalah istri kesekian yang dinikahkan Rhoma. Pertama dikenal istri Rhoma adalah Titiek. Berikutnya pemilik nama lengkap Raden Oma Irama itu menikah dengan Veronica pada 1972. Dari Veronica lahir Debby, Vicky, dan Romi. Mereka akhirnya bercerai pada Mei 1985.
Sebelum bercerai dari Veronica, Rhoma menikah dengan Ricca Rachim. Ricca adalah pasangan main Rhoma di sejumlah film di antaranya Cinta Segitiga dan Satria Bergitar. Perempuan yang memeluk Islam setelah menikah dengan Rhoma ini dipilih Veronica. Almarhumah memahami keinginan mantan suami dia yang menjalani poligami. "Sudah rahasia umum ayah saya menikah lebih dari satu kali," Debby.
Berturut-turut Rhoma kemudian menikah dengan Marwah Ali. Dari pernikahan ini lahir Ridho Roma dan Zilla. Penyanyi dangdut kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Desember 1946 itu juga menikah siri dengan Ayu Soraya pada 1996. Baru kemudian menikah dengan Gita dan Angel Lelga yang kini berganti nama menjadi Angelic. Dikutip dari sini
Waktu Adam disunat, bang Haji pun datang.
Di berita lain, kepala sekolah tempat Adam menuntut ilmu menunjukkan akta kelahiran dengan nama Rhoma sebagai bapaknya.
------------
Communicating good news in good ways
Akurat
Komplet pakai telur, Pak Wawan
Sulit tidak mengatakan salut untuk anda
Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?