Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Jari Tengah

PlainBread's picture

Pagi tadi aku menjemputnya, seperti biasa. Sebelum menjemputnya, aku hampir setiap hari mendengar suaranya di radio di tempat kerjaku. Sudah kedua kalinya aku ikut berpartisipasi dalam tebak-tebakan ringan yang dia buat selagi siaran, dengan menghubungi nomor yang dia berikan.Termasuk di pagi hari ini. Beberapa kali aku mencoba, hanya terdengar nada sibuk. Setelah kesekian kalinya, baru terdengar nada sambung. Aku menjawab pertanyannya. Dia hanya tertawa, dan berkata jawabanku salah. Lalu operator radio yang bertugas membantu si penyiar yang sedang bertugas langsung menutup telepon. Menggemaskan.

 

Mendengar suaranya di radio, aku teringat dengan beberapa radio di kota kelahiranku yang sering aku dengarkan. Ada radio Prambors, di saat masih SMA aku sering menelpon ke sana jika si penyiar memberikan tebak-tebakan. Ada juga radio Suara Kejayaan, tempat lahirnya kelompok lawak warkop DKI dan Bagito. Sayang radionya sudah bubar.  Aku juga sering mendengar radio Sonora. Aku masih ingat nama programnya. AM KM; anda meminta kami memutar. Lagu-lagunya enak didengar, sehingga aku sering merekam lagu-lagu di radio tersebut di kaset-kaset bekas. Sehingga AM KM sering aku pelesetkan menjadi Anda Memutar Kita Merekam. Selain diriku, kadang sepupu atau tetanggaku juga ikut merekam. Maklum, kami tidak ada uang untuk membeli kaset atau album musik baru. Lalu ada juga beberapa radio lain yang kadang aku dengarkan, misalnya radio Mustang, Pelita Kasih, dan lainnya. 

Bicara soal cuap-cuap di radio, aku rasa dia memang punya bakat di situ. Bahkan aku pernah bilang, kalau ada orang paling pendiam sedunia, pasti dia punya cara untuk mengajaknya berbincang-bincang. Dia sendiri tidak suka dengan sebutan ice breaker. Terdengar kejam, katanya. Dia lebih senang memakai istilah buatannya sendiri: ice melter.

 

Selagi menyetir pulang ke rumah, aku baru menyadari bahwa ada banyak kendaraan yang sama yang kami lihat setiap pagi. Bahkan nomor pelatnya pun sama. Istriku juga berkata bahwa dia melihat yang sama, tapi baru kali ini dia juga menyadarinya. Hal pertama yang paling jelas adalah truk pengaduk semen. Truk tersebut selalu ada entah di depan atau di belakang mobil kami. Truknya sama, pengemudinya sama, begitu juga orang yang berada di sebelah pengemudi. Begitu katanya. Dalam durasi jam atau menit yang sama. Belum lagi mobil polisi yang selalu parkir di tepi jalan tertentu. Atau mini van berwarna putih yang dikemudikan oleh seorang berkulit coklat dan berambut keriting. Dia bilang si pengemudi mirip Erick Estrada. Atau sebuah mobil Honda keluaran terbaru berwarna biru tua. Seorang wanita berambut pirang menyetir mobil tersebut. Berkacamata hitam, dan jendela tersebuka sedikit karena dia menyetir sambil merokok Tampaknya dia dalam perjalanan ke kantornya. Orang yang sama, setiap harinya. Kami jadi merasa kecil, bagian dari sesuatu yang lebih besar menuju ke arah yang sama.

 

Di dalam mobil, dia bertanya apakah blogku yang aku mulai tulis tiga hari yang lalu sudah selesai. Aku bilang, kemarin sudah aku hapus. Kenapa, katanya. Aku jawab dengan spontan, "Gak ngerti." Setiap aku jawab seperti itu, dia tahu apa maksudku. Jawabanku bisa terlalu luas atau terlalu banyak. Bisa jadi aku tidak sedang mood menyelesaikannya. Atau aku merasa tulisanku itu jelek. Dan bukan pertama kali aku berbuat seperti itu.

Berbicara soal tulisan, dia pernah meledekku ketika dia membaca sebuah artikel di majalah. Itu terjadi bertahun-tahun yang lalu tidak lama setelah kami bertemu pertama kali. Aku bilang bahwa aku yang menuliskan artikel tersebut. Dia tertawa dan malah menoyor kepalaku. 'Gak sopan, demikian kataku dalam hati. Sebulan kemudian, perusahaan penerbitan tersebut mengirim surat kepadaku. Suratnya aku biarkan di atas meja di ruang tamu, tidak menyadari bahwa dua jam kemudian dia akan datang mengunjungiku. Seperti biasa, dia mau tahu semuanya. Termasuk membaca surat tersebut. Gak sopan, kataku dalam hati.

 

Kenapa kamu gak bilang bahwa memang  benar kamu yang menuliskannya, tanyanya saat itu. Aku jawab, 'kan aku sudah bilang. Tapi dia malah berkata bahwa aku seharusnya meyakinkannya bahwa itu benar tulisanku. Aneh. Kenapa aku mesti meyakinkan orang lain untuk percaya apa yang aku katakan? Perbincangan hanya untuk mendiskusikan mengenai hal tersebut memakan waktu satu jam. Tapi itu bukan yang paling lama. Kami pernah berdebat berminggu-minggu setiap hari selama dua tiga jam tentang hal yang sama. Kalau itu adalah acara makan-makan di restoran buffet, mungkin berat badan kami akan naik pesat. Sayangnya bukan.

Sepuluh menit terakhir dari satu jam tersebut aku tutup dengan menceritakannya apa yang pernah diceritakan ibuku saat aku masih kecil. Beliau pernah bercerita bahwa dahulu ada seorang anak raja menyamar menjadi pengemis, lalu orang-orang di jalan mengolok-ngoloknya dan mencercanya sebagai pengemis. Beliau bertanya, apakah menurutku anak raja itu akan marah. Aku jawab, tidak. Beliau bertanya lagi, apa alasanku mengatakan demikian. Aku bilang karena dia anak raja. Saat itu ibuku mengusap kepalaku, dan memberitahukanku sambil tersenyum bahwa aku adalah anak raja.  Hanya pengemis yang benar pengemis akan marah jika dicerca sebagai pengemis. Itu pun tidak semua pengemis. Ada juga pengemis yang sangat bijaksana. Demikian cerita beliau. Begitu aku menceritakannya kembali kepada dirinya. Dia hanya berujar bahwa ibuku pintar mendongeng. Gak sopan, sahutku dengan jelas kepadanya. Dia hanya tertawa dan mengangguk-angguk. Dia sering mengingatkanku akan beliau.

 

Begitu sampai di rumah, dia mengeluarkan baskom berisi adonan dari kulkas di dapur. Sebenarnya adonan tersebut sudah dia buat tadi malam. Bahkan dia sudah mengiris-iris  pisang. Awalnya kami berencana untuk menggoreng pisang-pisang tersebut pada saat yang sama, tapi entah kenapa kami melakukan hal yang lain.

Aku sudah bilang kalau nanti aku yang akan menggorengnya. Dan tadi pagi aku menggoreng beberapa pisang yang sudah dilumuri di dalam adonan tersebut. Sambil menggoreng, dia berteriak dari dalam kamar, mengingatkanku supaya apinya tidak terlalu panas. Tapi dasar aku tidak mau mendengar, aku tetap saja memasang apinya di ukuran yang paling tinggi. Pikirku, aku sudah lapar dan belum sarapan, dimasak dengan api sedang atau api tinggi akan sama saja. Padahal aku tahu, seperti kata guruku pernah bilang, ada alasan tertentu kenapa orang menulis resep masakan.

 

"Aduh!"

Aku berteriak keras sekali. Dia sampai tergopoh-gopoh melangkah ke arah dapur. Aku memegang lengan kananku. 

"Kenapa?" Tanyanya. Aku hanya meringis. Lenganku berlumuran minyak panas. Baru kali itu aku lihat pisang goreng yang sudah ada di dalam penggorengan, meloncat keluar beserta letusan minyak. Gerakan reflek, aku melindungi wajahku dengan telapak tangan kananku.

Aku ambil Pepsodent, teriaknya sambil berlari ke kamar mandi. Pasta gigi kami bukan bermerk pepsodent, tapi dia selalu menyebutkan merk tersebut. Begitu juga dengan salah satu teman kerjaku. Setiap dia mau membuat salinan memo, memo tersebut selalu dia bilang akan di-xerox. Padahal mesin foto copy di tempat kerjaku bukan bermerk Xerox.

Jangan, aku menyahutinya. Aku langsung mengambil panci berlapis metal dan aku isi air dingin. Tak lupa kompor sudah aku matikan terlebih dahulu. Lalu aku rendam tangan kananku di dalamnya. Rasanya sejuk, walaupun tanganku tetap terasa panas sekali dan berdenyut-denyut.

Kenapa jangan, tanyanya kembali dari kamar mandi. Aku jawab bahwa pasta gigi kalau dioleskan ke kulit yang terbakar bisa menimbulkan bekas luka yang biasanya tidak akan hilang. Kecuali kalau operasi plastik, timpalku. Sok tahu, sahutnya. Aku cuma menyengir. Memang tahu, aku balik menyahutinya.

 

Setiap sepuluh atau lima belas menit aku tarik tanganku keluar dari panci. Aku coba tahan sekitar dua-tiga menit. Setengah jam berlalu. Setiap aku tarik tanganku, rasa panas dari dalam kulit terasa sekali, juga masih berdenyut-denyut. Aku lihat jari-jari tangan kananku. Sepertinya 2nd degree, demikian pikirku. Dia sibuk berbicara di telepon, menghubungi orang-orang yang punya pengalaman dan pengetahuan dengan luka bakar. Dia menyerah. Jawaban orang-orang yang dihubunginya sama dengan jawabanku.

Masih sakit ya, tanyanya. Aku mengangguk. Aku ilustrasikan bahwa sakitnya sebenarnya bisa ditahan, tapi karena terasa konstan akhirnya terasa lebih sakit. Bayangkan kamu digigit lebah, ceritaku, tapi lebah tersebut terus mengigigt kamu selama satu jam lebih. Itulah yang aku rasakan, kataku kepadanya. Wajahnya bergidik. Aku sengaja bercerita tentang gigitan lebah karena dia pernah digigit lebah dan dia alergi gigitan lebah. Jika dia digigit lebah, maka secara refleks dia atau aku jika ada di sampingnya atau siapapun, harus menusukkan EpiPen ke pahanya. Kalau tidak begitu, dia bisa mengalami reaksi alergi anaphylaxis yang akibatnya bisa fatal. Dia membawa Epipen ke mana-mana. Di rumah ada satu. Di tas kerjanya ada satu. Di mobil juga ada satu.

 

Satu jam sudah berlalu. Jari-jari tangan kananku masih terasa perih dan berdenyut-denyut, walaupun tidak separah sewaktu satu jam pertama. Aku kembali menarik lenganku dari panci yang airnya sudah dia ganti dua kali. Semakin dingin semakin enak rasanya, tapi jangan diisi air es. Demikian aku mengingatkannya. Aku lihat lukanya tidak seberapa parah. Ada beberapa jendolan di jari-jariku yang aku tahu berisi air.

Blisters, kataku kepadanya. Dia memegang lenganku seperti memegang lengan seorang bayi. Hati-hati sekali. Lalu menatapnya lekat seakan sedang menghitung berapa jendolan yang timbul akibat letusan minyak itu. Aku pegang ya tangan kamu selama jari-jarinya kamu rendam di dalam panci, demikian tanyanya kepadaku. Aku tersenyum. Aku berikan tangan kiriku. Kamu pegang tangan yang ini saja.

Sudah hampir dua jam. Matanya sudah mulai sayu. Kamu tidur saja, aku tidak apa-apa, begitu kataku kepadanya. Dia hanya menggelengkan kepalanya. Tapi tidak sampai lima belas menit kemudian, dia memutuskan untuk merebahkan badannya di samping kiriku. Kami berdua ada di ruang tamu, sambil menonton film Contact. Film tersebut mengisahkan seorang ilmuwan wanita yang berhasil mengarungi beberapa wormholes, diperankan oleh Jodie Foster. Sambil tetap rebahan, dan aku duduk di sampingnya, dia mengelus-elus jari-jari tangan kiriku. Cincinku satu-satunya berada di jari tengah tangan kiriku. Itu juga disentuh dan dielusnya.

 

Dua jam sudah berlalu. Sepertinya tidak terasa nyeri dan berdenyut lagi. Film yang kami tonton sudah selesai ditayangkan. Aku tarik lenganku dari panci tersebut untuk kesekian kalinya. Tidak begitu terasa nyeri dan pedih. Ada beberapa warna coklat kehitaman seperti garis-garis di telapak tangan kananku, seperti buntut meteor. Bedanya ini akibat dari minyak yang meletus. Dan jendolan yang paling besar ada di jari tengah tangan kananku. Jendolan tersebut melebar mulai dari kuku jari sampai ke pangkal jari. Aku teringat akan anekdot yang bertahun-tahun dahulu aku pernah dengar: "There are 3 rings in a marriage: an engagement ring, a wedding ring, and a suffering." Aku tersenyum, megingat dahulu dia tertawa ketika aku menceritakan anekdot tersebut.

 

 

Dirinya sudah tertidur pulas. Perlahan aku tarik lengan kiriku yang sejak semula dia gengggam erat. Aku nyalakan air conditioner di ruang tamu kami. Aku merebahkan badanku disamping dirinya. Sebelum aku menutup mata, aku perhatikan semua jari-jariku, baik di tangan kiriku dan di tangan kananku. Ada satu perbedaan yang mencolok. Jari tengah di tangan kiriku terbalut oleh sebuah cincin lambang ikatan antara diriku dengannya. Sementara jari tengah tangan kananku ada jendolan besar berisi air.

dReamZ's picture

plain,

pilem contact itu dari novel nya carl sagan, my idol ..hehehe , kalian bdua suka ga sih ma pilemnya? ^^

jari lo trus gmana dah baekan ga, kejadiannya kapan se...

PlainBread's picture

@Dreamz latihan menulis

Dua blog terakhir, saya lagi coba latihan menulis yang baru. Goalnya ada 2:

1. Bagaimana menulis suatu tema tanpa menyebutkan kata atau tema itu sendiri di dalam cerita tersebut. Saya pernah menuliskan sesuatu mengenai cinta tanpa menyebut2 kata cinta. Hasilnya lumayan, dia juga suka. Saya ada rencana menuliskan cerita narasi seperti ini tentang Tuhan tanpa menyebut2 kata Tuhan.

2. Saya sengaja menaruh beberapa lambang dan simbol di dalam cerita narasi. Kayanya enak membuat pembaca menerka2 simbol dan makna di dalam sebuah cerita narasi. Seperti cerita di dalam cerita (cerita berbingkai), atau makna dibalik makna.

It's good to read your comment, berarti dua point tersebut tidak begitu kelihatan jelas. Itu yang gue mau. Tapi di sisi lain, gue masih belum puas, gak seperti yang gue harapin. Kalo elu perhatiin, hampir semua percakapan di atas gue tulis dalam bentuk kalimat tak langsung. Gue pengen tau hasilnya gimana.

Ngomong2 jawab pertanyaan elu,

Film contact itu bagus, gue sama dia suka nontonnya. Tapi sayang dia kecapekan, jadi uda tidur sebelum filmnya abis. Sebenarnya isi filmnya nyambung dan sejalan sama tema cerita narasi yang gue susun di atas bukan cuma kebetulan pop up gitu aja.

Ini kisah 2-3 minggu lalu kayanya. Gue malah sempet chatting di kotak ijo di SS, nawarin Joli makan pisang goreng karena lagi goreng pisang waktu itu. Blisternya udah pecah sejak 4-5 hari setela kejadian, hasilnya kulit jari tengah gue bopeng hehehe. Untung cuma kulit luar aja yang pecah. Blister2 yang lain masih gembung sampe semingguan, mungkin karena kecil2 jadi lama pecahnya. Tapi udah pecah smuanya kok. Thank you ya for asking :)

dReamZ's picture

plain, bole dijelasin ga

maksudnya kalimat ga langsung gmana sih.. ^^

trus mang yang elo harapin itu yg gmana?

 

niwei plain, gw mang lemot kalo simbol2. N gw kdang ga bisa bedain klo ceritanya make simbol ato mang beneran kyak gitu eheheh...

misalnya kyak yang blog make gambar liel yg anak cewe nangis, gw masi nebak2 itu simbol ga ya ^^ n yg luna maya lewat, gw kirain mang beneran terjadi, kyakna bukan klo ga salah gw baca yg lo jelasin di komen selanjutnya..^^

PlainBread's picture

@Dreamz Kalimat Tak Langsung

Saya jarang menulis kalimat tak langsung. Kalo kalimat langsung misalnya begini:

"Hai Dreamz, kamu cantik sekali hari ini," Kata PlainBread.

Kalo kalimat tak langsung jadi begini:

PlainBread berkata kepada Dreamz bahwa hari ini dirinya cantik sekali.

 

Gue sendiri gak tau jelasinnya gimana soal yang gue harapin. Tapi gue ngerasa tulisan gue di atas ini masih kasar. Kalo ibaratnya buang kursi, blog gue ini kaya kursi yang permukaan kayunya masih kasar karena ngegergajinya belum bagus, dan juga model kursinya masih yang sederhana dan belum dipelitur. Mau dipelitur /dicat pun sepertinya sayang pelitur atau catnya.

Kalo soal simbol dan lambang, gue juga lemot Dreamz. Itu enaknya cerita narasi. Ada hal2 yang emang beneran terjadi DAN bisa dijadiin lambang, ada juga hal2 yang tidak terjadi tapi ditaruh di situ dengan sengaja untuk dijadiin lambang. Kebanyakan isi cerita gue adalah yang pertama. Elu mau gue jelasin yang mana kan ada banyak.

ronggowarsito's picture

@PB, jempol atau jari tengah?

Saya suka cara anda menulis blog ini, tapi karena saya belum paham maknanya maka saya ngga sampai hati mau kasi jempol. Kalo sudah jengkel ngga paham-paham juga bisa-bisa saya kasi jari tengah buat blog anda ini.
Entah kenapa saya sering menaruh curiga pada tulisan-tulisan yang dibuat dengan cara demikian. Jangan-jangan karena saya terkadang juga menulis dengan cara serupa ya? ;)

salam hangat,
rong2

__________________

salam hangat,
rong2

PlainBread's picture

@Rong Saya belajar dari anda

Saya belajar dari anda menulis, makanya anda curiga itu wajar hehehe :)

 

Kalo soal kasih jempol atau jari tengah, buat saya gak masalah kok. Sama2 jari kan :) Masalah orang kasih pujian atau makian itu buat saya nomor sekian, yang penting orangnya bereaksi dulu. Kalo orangnya gak bereaksi, baru saya merasa gagal hahaha.

bertzzie's picture

Judul

Ko Pb, judulnya... Waktu pertama kali baca entah kenapa (kemungkinan besar karena emang gw yang error) malah kepikiran soal jari tengah yang buat bilang f*ck tuh :p

Nice blog anyway, dan ditunggu soal konsep nulis tanpa nyinggung tema :D. Tulisan ko selalu ditunggu-tunggu, terutama karena gw banyak belajar nulis dari lu. You are no. 2 after Dee ^^

PlainBread's picture

@Bertz Welcome

Akhirnya elu bisa masuk lagi ya ke SS, good :)

Yup, itu sering terjadi kok. Pikiran kita dipenuhi oleh simbol dan lambang2. Kata-kata sendiri adalah simbol dan lambang. Jari tengah memang dipakai orang untuk apa yang anda bilang, tapi ga SELALU kan. Itu juga yang dipikirkan TonyPaulo ketika dia baca soal threesome di blog saya. Buat saya, meruntuhkan simbol dan lambang lalu membangunnya kembali dengan cara dan isi yang lain merupakan hal yang cukup mengasikkan. Agak mirip ketika Yesus bilang rubuhkan bait Allah ini Aku akan membangunnya dalam 3 hari. Yang ngamuk2 sapa? Tau sendiri lah. Bait Allah itu dirobohkan maknanya oleh Yesus.

No 2 after Dee? Gila lu, Dee bisa ngamuk hahahaha.

tonypaulo's picture

cerita yang menarik...

Ada satu perbedaan yang mencolok. Jari tengah di tangan kiriku terbalut oleh sebuah cincin lambang ikatan antara diriku dengannya. Sementara jari tengah tangan kananku ada jendolan besar berisi air.

 

walaupun bukan suatu kebiasaan yang lazim untuk mengunakan cincin pernikahan di jari tenggah (kebiasaan yang umum di jari manis) namun ini cerita yang menarik, yang berasala dari keseharian rumah tangga anda dan dapat menjadi inspirasi banyak orang yang membacanya

 

tapi ga SELALU kan. Itu juga yang dipikirkan TonyPaulo ketika dia baca soal threesome di blog saya

 

saya semakin penasaran rasanya, apakah anda bisa melakukan survey sendiri, misalnya anda tanyakan ke 10 orang secara acak (sebaiknya yang tidak anda kenal dekat), tanyakan kepada mereka apa konotasi dari threesome...kira-kira apa respon mereka....menarik untuk diketahui bukan

 

salam

 

PlainBread's picture

Pakai Piyama

Tony: walaupun bukan suatu kebiasaan yang lazim untuk mengunakan cincin pernikahan di jari tenggah (kebiasaan yang umum di jari manis) namun ini cerita yang menarik, yang berasala dari keseharian rumah tangga anda dan dapat menjadi inspirasi banyak orang yang membacanya

PB: Terima kasih komennya. Memang kami berdua memakai cincin di jari tengah. Pernikahan kami pun dress codenya adalah piyama. Buat kami makna pernikahan adalah tempat tidur, dan melihat keluarga dan teman menghadiri pernikahan kami dengan memakai piyama sungguh menyegarkan sekaligus mengharukan. 
 

Tony: saya semakin penasaran rasanya, apakah anda bisa melakukan survey sendiri, misalnya anda tanyakan ke 10 orang secara acak (sebaiknya yang tidak anda kenal dekat), tanyakan kepada mereka apa konotasi dari threesome...kira-kira apa respon mereka....menarik untuk diketahui bukan

PB: Saya tau kok respons pembaca seperti apa, karena biasanya sebelum tulisan saya post di suatu website, saya biarkan beberapa orang membacanya terlebih dahulu. Tapi dari sekian puluh pembaca, kan hanya satu yang sudah berani menulis sangkaannya bahkan menyertakan ayat2 alkitab untuk mengkotbahi saya :) Seperti saya pernah ingatkan ke anda, judul blog tersebut adalah PERSEPSI.