Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Ndeso!
Sebagaimana banyak orang lainnya, saya juga suka dengan acara 4 Mata yang dibawakan presenter aneh, Tukul Arwana. Acara yang sekarang ditayangkan 4 kali seminggu itu nampaknya telah menjadi saingan serius acara OM Farhan yang kemasannya lebih rapi dan dibawakan oleh Farhan yang presenter kawakan, bahkan mungkin juga sudah bisa diadu dengan talk show lain seperti Lepas Malam, Bincang Bintang, atau bahkan Ceriwis. Kok bisa ya?
Saya rasa hal tersebut sedikit banyak juga membuat heran banyak orang, para produser dan konseptor acara televisi bahkan bintang tamu acara itu sendiri juga nampak sering didapati terheran-heran melihat bagaimana acara tersebut bisa demikian populer. Bagaimana tidak heran? Si presenter, Tukul yang tampangnya seperti bapak-bapak anonim di jalanan itu, selama ini lebih dikenal sebagai pelawak Srimulat yang bukannya paling populer (kalah dong sama Tessy atau para pelawak muda yang entah kenapa lebih memilih disebut komedian itu). Dalam praktek, ia bisa dibilang sama sekali tidak seperti seharusnya seorang presenter. Ia jarang atau malah tak pernah mengembangkan pertanyaan selain yang dibaca persis berdasarkan apa yang tertulis di laptopnya. Yang ia lakukan hanya mencari celah agar bisa membuat gurauan berdasarkan jawaban si bintang tamu, esensi jawaban tidak penting karena saya rasa yang dinantikan penonton memang lebih kepada aksi si Tukul itu. Ini barangkali hampir mirip dengan sambutan penonton atas almarhum acara MTV Bujang dengan presenter Vincent dan Desta yang sukses didzolimi Global TV dulu. Belum lagi topik acaranya kadang juga tidak begitu jelas karena bintang tamu yang hadir dalam satu episode sering tidak memiliki koneksitas, misalnya sama-sama suka olahraga, atau sama-sama bintang panas, dll. Lha apa coba hubungannya Trio Macan dan Romi Rafael? Jadi, bisa dibilang susunan acaranya bebas atau malah seadanya saja. Pokoknya wawancara deh. Oya, bagi yang merasa memiliki selera tinggi mungkin juga akan merasa risih melihat acara ini karena topik yang dibicarakan tidak bermutu, sering juga bukan yang lagi banyak dibahas, pertanyaannya dangkal, dan walau terkesan maksa juga sering coba diserempetkan ke arah agak ngeres (tapi karena kekurang piawaian si presenter, serempetan ke arah ngeres itu tidak sampai keterusan, bandingkan bedanya dengan acara OM Farhan dll). Saya juga berani jamin tidak akan ada pengetahuan baru yang bisa didapatkan setelah menyaksikan acara ini.. hehe.. Lha terus, kembali lagi, kenapa kok bisa laris?
Mana saya tau? Yang menarik buat saya adalah lebih kepada bagaimana sesuatu yang ‘penuh kekurangan’ dan tidak ideal seperti itu ternyata bisa lebih menarik daripada yang disiapkan lebih sungguh-sungguh dan didukung sumber daya yang dapat diandalkan. Hm, sudah lihat judul saya kan? Tahukah Anda artinya? Ndeso! Kata itu sangat sering diucapkan di acara Empat Mata dengan intonasi jelas, nyaring dengan nada menuduh dan mungkin agak sengit, meski kalau di TV terdengar lucu. Kayaknya kata itu adalah kata khas Jawa Tengah dan DIY saja. Ndeso berarti kampungan, norak atau ndesit (istilah lawas yang kalau diucapkan sekarang justru menunjukkan ke’ndeso’an seseorang). Orang yang ndeso itu biasanya digambarkan polos, mudah heran, informasi di otaknya kurang update kalau dibanding yang dipunyai masyarakat kota, termasuk di sini dalam hal soal selera fashion, bahasa pergaulan atau hal yang bersifat tren lainnya, bisa juga ditambah dengan situasi dimana si ndeso itu kemudian akan berusaha mengejar ‘ketertinggalannya’ tapi dengan caranya sendiri, yang tentu sering membuat ia terlihat lebih ndeso lagi.
Di Kompas, produser (atau konseptor? pengarah?) acara tersebut berkomentar “Kekurangannya Tukul adalah kelebihannya acara Empat Mata.” Tuh, produsernya saja bahkan jadi ikut suka melucu seperti para penonton yang selalu diberi kesempatan oleh si Tukul untuk menghina dirinya. Ndeso, rasanya tepat kalau dikatakan itulah kata kunci acara tersebut. Ternyata menyaksikan dan juga dikata-katai ‘ndeso’ oleh presenter norak seperti Tukul malah memberikan sensasi dan kegembiraan tersendiri. Saling mengejek, dengan catatan kedua pihak juga mau menerima konsekuensi diejek balik (bahkan mengejek diri sendiri) ternyata menimbulkan suasana akrab. Saya jadi makin yakin kalau selera humor orang Indonesia itu sebenarnya memang tinggi. Kalau saja tidak terjadi salah kelola serta dibiarkannya perampok-perampok serakah memiskinkan banyak orang, mungkin orang Indonesia akan lebih banyak tersenyum bahkan lebih sering lagi tertawa.
Kenapa penonton dan bintang tamu ketawa terbahak-bahak kalau si Tukul mengatai orang dengan sebutan ‘ndeso!’ tadi? Rasanya ada dua kemungkinan. Orang tersebut menertawakan tingkah Tukul yang begitu beda dengan presenter lain tsb, jadi si Tukul di situ dilihat sebagai sesosok mahluk aneh, mirip situasi di sirkus. Soalnya saya tidak yakin kalau orang-orang Jakarta itu tau artinya kata ‘ndeso’. Yang kedua adalah karena cara menyampaikannya yang sangat akrab. Tukul berhasil membawa suasana perkampungan atau suasana seolah-olah lagi di sawah, di ndeso, apalagi kalau penonton dan bintang tamu tersebut asli Jawa Tengah atau Jawa Timur. Jadi suasananya seakan lagi mudik lebaran dan ketemu teman-teman lama saja. Tapi ini toh cuma perkiraan saya, jangan terlalu dianggap serius lho.. Atau kalau boleh ngasih kemungkinan ketiga adalah karena membiarkan kesan kalau saya norak, tidak cerdas, jelek, dll adalah sebuah tren perlawanan terhadap tuntutan di kota yang selama ini mengharuskan kita harus lebih cerdas, berkelas, lebih kaya, lebih cakep dari orang lain. Hukum rimba atau yang bahasa kerennya kompetisi itu lho…
Tukul lewat acara tersebut antara lain juga mempopulerkan kalimat-kalimat seperti "fis to fis", "sailen pliiis" dan “kembali ke leep… tooop”, meski kalau dipikir sayang juga laptop sebagus itu cuma untuk menjalankan satu program (mungkin power point). Kenapa ia harus memakai laptop, dan kenapa tamu-tamunya biasanya perempuan-perempuan cantik dan seksi atau pria-pria metropolitan yang gaul serta modern, pastinya itu disengaja untuk mengkontraskannya dengan karakter presenter yang ndeso yang bertampang seperti bapak-bapak anonim di jalanan itu. Kurang ajar? Ah, ya sama sajalah dengan eksploitasi tampang-tampang cantik atau kebarat-baratan atau keF4-F4an dulu itu. Malahan ironis juga kan melihat tampang dan karakter seperti Tukul yang (mestinya) lebih merdeka karena tidak perlu banyak bersandiwara (karena katanya kejelekan itu tidak perlu dibuat-buat, atau mungkin karena manusia selalu merasa yang tidak diapa-apakan itu tidak bagus), ternyata bisa mengalahkan tampang-tampang bule, Arab atau oriental yang harus selalu berusaha keras merawat dan menjaganya agar tidak berubah jadi seperti tampang si Tukul. Namanya apa ini? Wolak waliking jaman, atau dekonstruksi apalah itu. Cuma rasanya sih belum, jaman belum bisa diwolak-walik, saya merasa ini masih hanya menjadi selingan dan bukan tren. Saya tidak percaya akan ada tren potongan rambut seperti Tukul, paling-paling hanya tren sesaat istilah “ndeso!” saja.
Ya, last but not least, (wuaduh!) saya juga paling suka dengan bahasa Inggrisnya Tukul yang bahkan pernah berani dipraktekkan ke bule beneran, Inggris mawut, medhok, bener-bener kayak orang yang nggak bisa Inggris plus susah juga nirunya. Saya juga mengucapkan salut pada TV7. Stasiun yang dulu juga memperkenalkan Riyanni Djangkaru, mau menampung V & D walau gagal mengulang kesuksesan MTV Indonesia, cuma sayang sekarang stasiun tersebut sudah dibeli grupnya Chaerul Tanjung. Ah sudah dulu… nggak enak nih tulisannya ntar dibaca wong ndeso hehehe...
mohon maaf kalau foto di atas menganggu kenyamanan Anda
- y-control's blog
- 6647 reads
masa sih??
Masa sih acara itu peminatnya banyak? Aku sendiri sering tidak menangkap kelucuan dalam acara tersebut dan betul kata y-control lebih sering tidak ada tambahan pengetahuannya. Tetapi jika acara tersebut benar-benar digandrungi banyak orang, itu berarti memang orang-orang sekarang butuh sekali hiburan. Yang sering terjadi di acara ini, saat para bintang tamu mencoba menjawab dengan serius pertanyaan Tukul, eh si Tukul menimpali dengan plesetan-plesetannya, akhirnya jawaban si bintang tamu gak selesai dan malah fokus ke candaannya si Tukul.
Loh kok saya bisa komentar sebanyak ini ya? Apakah ini berarti diam-diam saya jadi suka tayangan si "arwana" televisi ini? Ah ndeso ....
Btw, Y-Control, kamu sekarang banyak nonton tv ya .... gak boleh sering-sering nongkrong di depan tv ya, Nak!
Love and Peace
tambahan
nambah pengetahuan secara langsung sih engga, cuma kadang cukup 'ngasih inspirasi' juga. kayak kemarin pas bintang tamu nya angelina sondakh (makin lama kok makin benci sama orang ini), anggota dewan yang kalo ngomong kesannya kayak guru lagi nuturi muridnya. jadi, karena pengetahuan yang diperoleh si anggota dpr itu masih belum diolah, jadi masih kayak kalimat-kalimat di buku diktat, ketemu orang model tukul tau rasa dia. kalo orang kota denger kata-kata sulit sok manggut-manggut biar keliatan ngerti dan terpelajar, kalo kemaren mah malah jadi bahan lawakan..
la wong ngomongnya suka pake kata-kata sulit, basa inggris an, biar keliatan terpelajar, padahal ga bisa menerjemahkan kalimat-kalimatn yang dia ucapkan kepada kelompok yang katanya 'dibelanya' (entah karena dia cuma mengulang yang di buku tanpa tahu bener-bener atau apa). ya kayak kebiasaannya banyak anggota dewan, pejabat atau mahasiswa gitu lah.. tuh, inspiratif bukan?
Tetap di 4 ..... Mata !
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
Tidak Heran Lah
Majalah Sobek
kelebihan tukul...
BIG GBU!