Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Membangun Citra Diri

Ulah's picture

Ada kata-kata promosi yang digunakan oleh sebuah toko pakaian, yang intinya mengatakan tidak masalah siapa atau apa anda sesungguhnya, anda dikenali dari pakaian anda. Terlepas dari apa tujuan sesungguhnya toko pakaian tersebut, kata-kata sederhana ini cukup menarik untuk dikaji. Terlebih dalam kehidupan yang serba instan dan yang penuh kebohongan ini.

Sebagai seorang yang beriman, kitapun juga dituntut untuk membangun citra diri kita sebagai manusia yang beriman. Pakaian yang dikenakan orang beriman barang tentu sudah berbeda dengan pakaian yang dikenakan oleh orang yang tidak beriman. Manusia yang beriman dapat dikenali dari pakaian imannya, dan manusia tidak beriman juga dapat dikenali dari hal yang sama. Masalahnya terletak bagaimana kita mengenakan pakaian iman kita.

Pakaian yang dikenakan dapat dibagi dalam dua hal, yaitu pakaian dalam arti fisik maupun dalam makna yang lain. Pakaian dalam arti fisik, sebagaimana yang kita kenakan sehari-hari. Jika kita menjadi umat Kristiani dengan pakaian yang berbudaya, dalam arti mengandung kesopanan dan tidak bertentangan dengan norma-norma masyarakat sekitar, maka dapat dipastikan akan ada citra yang berbeda jika dibandingkan dengan ketika kita mengenakan pakaian yang lainnya.

Mungkin ada diantara kita yang masih menjadikan dirinya sebagai korban mode. Hal ini tidak menjadi masalah jika pengorbanannya diterima oleh masyarakat sekitar sebagai suatu yang wajar. Akan menjadi masalah jika tidak wajar. Terlebih lagi ketika hal ini dilakukan secara bersama-sama oleh suatu komunitas. Maka citra komunitas itu akan menjadi seperti yang digambarkan dalam cara berbusana.

Walaupun dalam arti fisik ini penting namun membangun citra dengan pakaian yang bermakna non-fisik jauh lebih penting. Akhlak, karakter, budi pekerti yang kita miliki akan menumbuhkan kesan yang lebih mendalam dalam membangun citra diri. Maka wajar ketika Rasul Paulus berusaha memberikan pemahaman kepada jemaat di Roma yang sangat pluralistik itu dengan harapan ada perubahan pada budi, dan tidak serupa dengan dunia.

Dalam kondisi masyarakat yang tidak menentu ini, tidak semua umat Kristiani mampu menampilkan dirinya melalui pakaian yang dikenakan dalam arti fisik. Tetapi masih dapat menampilkan citra diri dalam kesederhanaannya dengan meningkatkan pembaharuan budi yang dimiliki. Dengan karakter, pengetahuan, pengembangan diri yang baik dapat menunjukkan jati diri kita sebagai orang beriman.

Kepada Jemaat di Efesus Rasul Paulus juga memberikan gambaran pakaian yang lain, yang layak dikenakan oleh umat Kristiani, yaitu dengan berikat pinggang kebenaran dan berbaju zirah keadilan. Bahkan kakipun berkasut dengan kerelaan untuk pemberitaan Injil(Efesus 6:14-17).

Pada bagian akhir ini, ada sebuah kisah yang menarik untuk dituturkan.

Pada suatu hari, ada seorang petani yang baru pulang dari sawah. Karena lapar ia singgah disebuah rumah makan yang sangat terkenal di kotanya. Dengan hanya berpakaian kaos oblong dan ‘caping’nya serta dengan menenteng paculnya ia berhenti di rumah makan tersebut. Namun sayang, ketika ia membuka pintu rumah makan itu, seorang pelayan menghampirinya dan tidak memperkenankannya ia masuk. Walaupun ia mencoba menjelaskan bahwa dirinya hendak membeli makan, tetap saja pelayan itu berusaha mengusirnya dengan kata-kata yang halus. Akhirnya ia meninggalkan rumah makan itu.
Keesokan harinya, sepulang dari tempat pertemuan, ia kembali ke rumah makan yang kemarin menolaknya. Ia hanya ingin menikmati makanan di rumah makan itu. Dengan masih menggunakan jas hitam dan sepatu yang mengkilapnya, ia masuk ke rumah makan tersebut. Seorang pelayan yang kemarin mengusirnya dengan sangat ramah mempersilakan petani itu masuk untuk menikmati hidangan yang tersedia.

Kisah di atas adalah sebuah ilustrasi kehidupan dimana sering kali manusia melihat apa yang tampak, sebagai citra diri. Mungkin kita sering merasa dicurigai ketika kita berpakaian tertentu. Hal ini yang terjadi dan perlu diperhatikan dalam membangun citra diri kita. Siapa kita sesungguhnya bagi orang lain akan tercermin dari gambar diri kita ketika kita mengaktualisasikan citra itu sendiri.

Ketika orang berkata kita ‘begini’ atau ‘begitu’, maka tunjukkan bahwa anda sebenarnya seperti apa. Masalahnya terletak pada apakah anda mau menunjukkan citra diri anda yang baik ataukah tetap mempertahankan ‘vonis’ orang lain yang menunjukkan gambar yang buruk. (by mas’ul)

Josua Manurung's picture

citra diri

menurut saya citra diri seseorang terbentuk dalam 20 detik hitungan pertama saat orang itu muncul di depan anda.... hayoo... berhati-hatilah yang ingin wawancara atau mau ketemu calon mertua... hahaha... :) BIG GBU!
__________________

BIG GBU!

esther's picture

citra diri

Smilehi... shalom... met kenal... boleh ga gabung? aku dari purwokerto tolong balas ya ke emailku kalo kalian care ma aku... ada beberapa pertanyaan yang menyesakkanku untuk beberapa saat ini dan mulai terjawab dengan artikel ini. kenapa ya manusia suka bangets untuk menilai orang dari luarnya... padahal hati yang lembut kadang tampak buruk dari luar... dan mengapa penerimaan terhadap orang yang telah berbuat kesalahan terkesan sulit dan bahkan banyak yang menhindari??? thanks b4... and bye jbu Smile