Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
LEBARAN KALI INI BEDA, KARENA ADA CINTA
MALAM minggu semakin indah, bulan bulat seperti dijangka. Kulangkahkan kaki menuju ke rumah Umi, pacarku kali ini. Seperti biasa, kedatanganku selalu disambut dengan senyum menawannya. Ah, rasanya semakin cerah saja kalau kau tersenyum, sayang.
"Um, lebaran kurang beberapa hari lagi, kau punya rencana apa?"
"Paling pesta-pesta aja setelah sungkem-sungkeman ama orang tua."
"Cuma itu?"
"Iya, habis mau apa lagi?" Umi ganti bertanya. Heran, kebiasaannya setiap lebaran selalu itu saja. Berhura-hura tanpa menghayati makna lebaran. Aku ingin lebaran esok ia harus terbuka mata batinnya, lebaran bukan hanya untuk hura-hura saja.
"Um," tanyaku pelan tapi serius. Ia mengernyitkan jidat, menyimak.
"aku pinta lebaran esok kita rayakan hanya berdua."
"Berdua? Ah kamu ini ada-ada saja. Aku kan sudah janji pada teman-temanku, lebaran esok akan kubikin pesta lebih meriah daripada lebaran sebelumnya, kau ini gimana sih?"
"Umi sayang....., aku bicara sungguh-sungguh. Kumohon lebaran esok setelah kamu sungkeman ama keluargamu, jumpai aku di taman seperti biasanya," kataku menatap tajam matanya, untuk menunjukkan bahwa aku serius lebih dari biasanya. Ia balas menatapkan, heran.
"Aku tidak mengerti apa maksudmu? Kau tampak aneh malam ini," ujarnya sambil menghela nafas, kesal.
"Umi, aku bicara sungguh-sungguh serius. Kau mau kan dengan ajakanku? Mau kan?" kataku sambil kugeser dudukku mendekati.
Umi diam. Tetap menunduk, hanya memainkan jemarinya yang lentik itu. Ngambek? Biarin. Aku harus memegang teguh rencana yang telah kususun jauh hari. Biasanya kalau dia sudah ngambek, hatiku pasti luluh, maklum dia anak bungsu yang sangat dimanja mami papinya.
"Umi, kamu kok diam saja sih? Kali ini saja aku minta kamu nuruti keinginanku," ujarku sembil mengelus rambutnya yang hitam panjang dan harum itu.
"Aku tidak bisa mas. Aku sudah janji pada teman-teman. Janji ibarat hutang, kalau aku mengingkari janjiku sendiri, niscaya aku pasti dianggap menyebalkan. Aku minta pengertianmu juga, mas."
"Aku juga minta ketegasanmu. Kau mencintaiku atau teman-temanmu?"
Umi cemberut. Wajahnya yang cantik berkabut. Hatinya pasti jengkel, kesal, geram campur aduk.
"mas Baja, apakah masih meragukan kesungguh-sungguhanku?"
Aku mengangguk.
"Baik. Aku menuruti permintaanmu," jawabnya lirih. Selirih embun yang menetes dari daun pagi hari. "Jam berapa aku menemuimu di taman?" lanjutnya datar.
"Jam sebelas tepat."
"Jam sebelas? Jam sebelas pestaku baru mulai. Aku akan menemuimu jam empat sore saja mas."
"Kalau lewat dari jam sebelas, kuanggap kamu nggak memenuhi janji. Dan kita nggak usah bertemu lagi!" kataku tegas.
"Mas Baja ini gimana sih? Sudah senewen ya? Atau kamu memang mau cari gara-gara supayahubungan kita putus? Iya?"
"Tidak, sayangku. Aku mencintaimu. Dan karena itu aku meminta kesediaanmu untuk datang menemuiku di hari yang indah itu."
Gadisku itu menggigit bibir bawahnya dengan gigi atasnya. Airmatanya berlinang dengan sendirinya. Ia hanya menunduk, diam saja.
"jangan menangis dong, yang. Kau hanya harus memilih, datang atau tidak datang ke taman. Bukankah cinta membutuhkan pengorbanan?"
Umi tak menyahut. Ia terisak. Ia sedih. Kukuatkan hati untuk tidak ikut larut dalam kesedihannya. Cinta harus kuat kalau kita mau mengikatnya. Jangan biarkan cinta membuatmu lemah.
"Baiklah. Kau memang harus memikirkan itu lebih dahulu. Sampai esok nanti, sayang," sambil mengatakan itu aku beranjak bangkit, mencium keningnya, mengucapkan selamat malam. Kubiarkan Umi yang duduk sambil menunduk dengan airmata yang masih menetes.
*****
Hari lebaran tiba. Suara takbir menggema di setiap sudut kota, karena ini di Indonesia, demikianlah adanya. Sementara di rumah Umi tampak meriah. Teman-temannya sudah pada datang. Umi ternyata bersikukuh melaksanakan pestanya. Gaun baru yang dibelikan papinya ketika berada di Paris bulan lalu, menambah cantik penampilannya. Ia menyalami sohib-sohibnya satu persatu dengan ceria. Tanpa sengaja matanya menatap arloji besar yang dikenakan temannya. Hatinya tercekat.
Jam sebelas kurang seperempat, ah, haruskah aku datang menemuinya? Dan kutinggalkan pesta ini yang baru akan dimulai? Tapi Umi mencoba melupakan Baja. Tapi bayangan Baja kembali hinggap. Dan aneh, semakin ia mencoba untuk menepiskan bayangan Baja, semakin lekat bayangan kekasihnya itu hinggap.
Tiba-tiba, seperti ada kekuatan yang mendesaknya, Umi masuk ke kamar, kemudian melepaskan gaunnya. Dengan cepat ia mencomot jeans kesukaannya, mengunci pintu kamar, memakai kaos oblong putih dan tanpa membenahi make upnya yang jadi acak-acakan, ia membuka jendela dan kabur ke jalan lewat pintu belakang rumahnya, agar lolos dari perhatian orang. Ia ke jalan raya, mencegat taksi dan melaju ke taman, tempat biasa ia bertemu mas Baja.
Tiba-tiba saja hanya ada mas Baja dalam hatinya, dalam benaknya, dalam hidupnya. Hanya mas Baja, mas Baja. Ah, itu dia mas Baja dan Umi berlari menghampirinya.
"Katakanlah, apakah mas benar-benar mencintaiku?" tanya Umi dengan nafas tersengal-sengal.
Baja mengangguk.
"Lalu kenapa mas menghancurkan pesta lebaranku?"
"Mari ikutilah aku," kataku pelan.
Kami berjalan hingga keluar taman. Terus menjauh, menjauh, menjauh, hingga taman itu tak kelihatan lagi.
"Mau mas bawa kemana aku ini?" tanyanya keras. Lalu kugandeng lengan Umi. Aku bercerita tentang kehidupan padanya. Sambil berjalan, kuajak ia melewati perkampungan-perkampungan kumuh dengan penduduknya yang boleh dikatakan di bawah garis kemiskinan.
"Mereka adalah orang yang menderita, miskin karena kesempatan yang sempit. Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi (Ams, 22:9). Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin.(Ams. 22:9). Untuk itulah sayang, hari lebaran ini kuajak kau kemari untuk menyaksikan sisi lain dari kehidupan ini. Sayang.....orang yang menindas orang lemah untuk menguntungkan diri atau memberi hadiah kepada orang kaya, hanya merugikan diri saja. (Ams. 22:16). " Kekasihku matanya berkaca-kaca melihat kenyataan yang ada. Maklum, selama ini ia hidup dalam kemewahan yang indah, seperti Budha tatkala masih di istana.
Kutarik nafas dalam-dalam. Kemudian ia kugandeng pulang, untuk meneruskan pestanya.
Sesampainya di rumah. Umi melanjutkan pestanya. Semula mereka pada bingung mencarinya. Tapi Umi memberikan alasan yang tepat dengan dukungan anggukanku. mereka pun memahaminya.
Pestanya berlangsung meriah.
Dan yang membuatku gembira, di akhir pesta Umi mengajak semua temannya menyisihkan sejumlah uang untuk diberikan pada kaum miskin yang membutuhkan. Semua temannya setuju.
"Sayang...., lebaran kali ini beda, karena ada cinta. Cintaku padamu, cintamu padaku dan cinta kita pada sesama."
Jemari kami saling menggenggam erat.
Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
- Tante Paku's blog
- Login to post comments
- 3626 reads
lebaran yang mana ya....
ini lebaran yang mana ya? kalau lebaran umat islam....bukan hura2 kayak cerita diatas...kenapa ada acara makan2 ? itu karena saat lebaran pasti ada kunjungan dari sodara2...jadi kan mesti siap kan hidangan...masak tamu gak di suguhi...trus tetep ada acara berbagi dengan orang miskin yang namanya zakat fitrah.....ada lagi zakat mal, sedekah,dll.....dan intinya umat islam yang lebih mampu harus berbagi dengan yang kurang mampu....
dan di saran kan bila lebaran yang harus di laksanakan adalah sujud syukur kepada Allah SWT....saling memaafkan,dll...
untuk yang saling memaafkan seharusnya di luar lebaran pun juga harus di lakukan, jadi tidak harus tunggu lebaran
namun kalau ada yang merayakan lebaran secara berlebihan tanpa berbagi dengan yang lebih miskin...lha itu yang ndak bener.....
pada dasarnya kegiatan berbagi dengan fakir miskin pun tidak harus bulan puasa dan lebaran....kapan pun ada rizki kita harus berbagi...namun kalau lebaran ada istilah yaitu zakat yang hitunganya sudah di tentukan...kalau di luar lebaran namanya sedekah bukan zakat....
Sebuah Tradisi.
MOHON MAAF LAHIR dan BATHIN foto : R. Dicky Yudhanto
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat