Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Ibu Bermata Satu
Ibu Bermata Satu
Di suatu desa kecil di pinggiran Jawa Tengah, hidup seorang perempuan dengan satu anaknya laki-laki, sebut saja Deni. Suaminya, seorang pegawai negeri di Kantor Kecamatan, meninggal karena kecelakaan lalu lintas, ketika dia sedang mengandung 5 bulan. Dengan uang pensiunan dari suaminya dia menghidupi dirinya dan anak laki-lakinya.
Ketika anaknya masuk sekolah, karena uang pensiunan suaminya kurang mencukupi, perempuan ini berjualan pisang goreng, bakwan, mendoan dan goreng-gorengan lain yang diedarkannya keliling kampung dan dititipkan ke kantin SD dan SMP yang ada di desa itu. Namun itu membuat malu anaknya. Satu hal lagi yang membuat malu anaknya adalah matanya yang hanya satu. Mata kiri perempuan itu terpejam, tidak ada bola matanya.
Kalau ibunya mengantar gorengan ke kantin SD itu, Deni segera lari sembunyi. Demikian pula ketika Deni SMP, ibunya masih jualan gorengan dan menitipkannya ke SMP desa itu. Demikian pula yang dilakukan Deni. Setiap melihat ibunya masuk ke kantin sekolahnya, dia lari sembunyi. Suatu hari, sambil menitipkan gorengan ke SMP itu, perempuan ini sengaja mencari anaknya karena uang sakunya tertinggal di rumah. Ketika ia melihat anak laki-lakinya, dia berteriak, "Deni...Deni...ke sini sebentar Nak...ini uang sakumu ketinggalan...!" Dengan ogah-ogahan Deni melangkah kemudian mengambil uang sakunya, dan dengan cepat berlalu tanpa mengucap kata sepatahpun. Rupanya ada seorang teman Deni yang memperhatikan hal itu, kemudian ketika di dalam kelas dia berkata dengan keras, "Eh teman-teman, ternyata ibu penjual gorengan yang matanya picek itu ibunya Deni..." Dan teman-temannya pun tertawa... Betapa malunya Deni...
Pulang ke rumah dengan hati yang sangat malu bercampur marah, Deni berkata kepada ibunya, "Kenapa Ibu membuat aku malu? Kenapa Ibu memanggilku di sekolah tadi? Bikin malu saja! Kenapa Ibu tidak mati saja!" Deni berlari masuk kamar sambil menangis... Ibunya hanya diam, mengelus dadanya dan menitikkan air mata.
Lulus SMP, Deni melanjutkan SMA di kota Kabupaten. Dia kost di sana. Hanya sekali sebulan dia pulang untuk minta uang saku bulanan ke ibunya. Dia tidak pernah mengijinkan ibunya menengoknya ke kota atau datang ke sekolahnya.
Lulus SMA, Deni melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi negeri yang terkenal di Jakarta. Deni memperoleh beasiswa karena kepintarannya. Namun, ibunya tetap mengirimkan uang setiap bulan, walaupun tidak seberapa. Hanya dalam waktu tiga setengah tahun Deni lulus kuliah, lalu diterima bekerja di suatu perusahaan asing. Dengan gajinya yang besar, Deni membeli mobil, lalu membeli rumah mewah di pinggiran Jakarta. Deni sudah mulai melupakan ibunya di kampung.
Dua tahun kemudian, Deni menikah. Kepada isteri dan mertuanya, Deni mengaku sebagai yatim piatu. Setahun kemudian, isteri Deni melahirkan seorang anak perempuan yang cantik. Dua tahun kemudian, lahir anak ke dua, seorang anak laki-laki yang ganteng.
Setahun kemudian, di suatu hari Minggu, seorang perempuan tua bermata satu berdiri di depan rumah mewah itu, melihat dua orang anak kecil sedang bermain-main di halaman rumah. Perempuan itu menyapa anak-anak itu, "Halo anak cantik dan tampan....apa papamu ada di rumah?"
Anak-anak itu berlari masuk ke rumah, lalu anak perempuannya berkata "Papa...Papa... di luar ada nenek-nenek mata satu, mencari Papa." Kata Deni kepada anak-anaknya, "Ya udah kalian di dalam sini saja, barangkali itu orang jahat".
Deni ke luar dan tertegun melihat ibunya di luar pintu gerbang, lalu berkata: "Ngapain Ibu ke sini? Bikin takut anak-anakku saja!" Isteri Deni muncul dari pintu dan bertanya, "Ada apa Pah...siapa itu?". Perempuan bermata satu itu berkata, "Oh maaf Nak...saya salah alamat....maaf...permisi..." katanya sambil berlalu. Isteri Deni bertanya lagi, "Siapa nenek-nenek tadi Pah?" "Orang salah alamat..." kata Deni.
Seminggu kemudian, melalui Facebook Deni melihat ada acara reuni SMP-nya, yang akan diadakan di suatu hotel di Kota Kabupaten. Deni berbohong kepada isterinya bahwa dia ada tugas ke luar kota beberapa hari. Deni datang ke reuni SMP itu, mengendarai mobil mewahnya. Dengan bangga dia menceritakan kesuksesannya kepada teman-temannya. Dia menginap tiga hari di hotel itu. Sebelum kembali lagi ke Jakarta, Deni menyempatkan diri mampir ke rumahnya dulu di desa. Ketika dia sampai ke rumahnya, tak ada seorangpun di situ. Tetangga di sebelah rumahnya berkata bahwa kemarin sore mereka baru saja memakamkan ibunya. "Ini ada titipan surat dari ibumu..", kata tetangga itu.
Tertulis di surat itu,
"Deni, anak ibu tersayang, ibu bangga kamu sudah sukses sekarang Nak. Ibu minta maaf, kalau minggu yang lalu lancang mencarimu ke Jakarta dan membuat anak-anakmu ketakutan. Maaf ya Nak...tapi ibu bahagia, ibu sudah punya cucu yang cantik dan ganteng...sungguh ibu bahagia sekali Nak...
Deni, teman sekelasmu waktu SMP si Yani, kemarin cerita ke ibu, katanya kau datang ke reunian di hotel di kota... Maaf ibu tidak bisa menemuimu di hotel itu, karena ibu sedang sakit. Sejak pulang dari Jakarta minggu lalu, ibu sakit, kata Pak Mantri kecapean...tapi ibu yakin pasti kamu akan menengok ibu..
Deni, ada yang mau ibu ceritakan. Waktu kamu berumur satu tahun, ketika kamu baru bisa berjalan, kamu terjatuh Nak, mata kirimu terbentur sudut meja. Kata dokter, mata kirimu jadi buta karena korneanya rusak. Sudah ibu bawa ke dokter spesialis mata di Semarang, juga tidak bisa diobati Nak...katanya hanya bisa dioperasi dengan donor kornea mata. Ibu tidak tega melihatmu bertumbuh hanya dengan satu mata yang bisa melihat Nak. Makanya waktu kamu berumur dua tahun, ibu minta ke dokter untuk mendonorkan kornea mata ibu yang kiri untukmu Nak. Ibu bangga bisa melihat segala keberhasilanmu di sekolah dan karirmu melalui mata kiri ibu yang ada di matamu itu Nak...
Salam,
Ibumu yang bermata satu.
Deni tertegun, lalu menangis dan berteriak "Ibuuuuuu.........maafkan akuuuu...."
___________________________________________________________________
Menyambut Hari Ibu 22 Desember 2013.
- widdiy's blog
- Login to post comments
- 3967 reads