Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Hidup Adalah Pertempuran
Dalam kehidupan ini setiap kita pasti pernah mengalami kepahitan dalam hidup dan merasakan ketidakberdayaan dalam menghadapi suatu persoalan kehidupan. Sejak awal, satu hal yang menjadi sangat jelas bagi kebanyakan dari kita adalah bahwa hidup ini penuh dengan konflik, perjuangan dan perang. Banyak orang menerima ini sebagai fakta, tanpa mengajukan pertanyaan apa pun. Namun, apabila kita mulai merenungkan hal ini kepada diri sendiri akan muncul beragam pertanyaan, apa alasan terjadinya semua konflik di dalam hidup kita? mengapa ada perang di dalam dunia kita? mengapa ada perjuangan, pergumulan, dan perselisihan? Apakah Alkitab memberi kita keterangan yang jelas mengenai alasan yang sebenarnya untuk semua konflik ini?
Perjanjian Baru, mengajarkan kepada kita bahwa perang dan memiliki sikap “Prajurit Rohani” adalah suatu bagian normal dari kehidupan Kristen. Konflik bukanlah sesuatu yang luarbiasa yang dihadapi hanya oleh sedikit orang Kristen. Alkitab mengajarkan bahwa semua orang Kristen harus siap menghadapi konflik dan peperangan di alam rohani.
“Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi. Karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlaengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus”. (2 Kor. 10:3-5).
Prajurit Kristen
Dalam pasal 10 ayat 3-5 pada kitab Korintus di atas, Paulus berbicara tentang semua orang Kristen. Ia mengatakan kita berjuang bukan secara duniawi melainkan di alam roh. Kita mempunyai senjata untuk peperangan dan kita menyerang serta meruntuhkan benteng-benteng. Paulus menggunakan empat ekspresi militer dalam tiga ayat ini: perang, senjata, meruntuhkan benteng-benteng, menawan. Inilah suatu yang sangat esensial dan tak terpisahkan dari kehidupan Kristen. Perjanjian Baru tidak memaparkan orang Kristen pada posisi bertahan, tetapi pada posisi menyerang. Inilah yang seharusnya menjadi penekanan dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen, yang harus aktif dalam berperang di dalam alam rohani, intinya kemalasan dalam rohani adalah hal yang harus diwaspadai dan harus menjadi hal utama yang wajib didahulukan kita perhatikan dan senantiasa kita melakukan perbaikan serta senantiasa bertumbuh dalam pertumbuhan yang baik dan terus meningkat.
“Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini. Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya”. (Mat. 16:18)
Yesus mengajarkan kepada kita untuk menjadi kokoh dan kuat, sekuat batu karang yang tahan oleh hempasan gelombang ombak laut yang menerpa. Kita disini diharapkan berperan aktif dalam melaksanakan peperangan ini, Allah telah mengulurkan tangan-Nya dan menunggu kita merengkuh tangan-Nya dan bersama “menggempur” musuh kita.
“Tugas ini kuberikan kepadamu; Timotius anakku, sesuai denga apa yang telah dinubuatkan oleh nubuat itu tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engakau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni”. (1Tim. 18)
Dengan kata lain Paulus mengingatkan kepada Timotius akan nubuat yang sudah diterima, dan sesuai nubuat itu ia diminta untuk mengobarkan peperangan yang baik. Ia harus melayani dengan sepenuh hati, dengan keberanian dan dedikasi dalam perang rohani yang merupakan akibat langsung dari komitmennya dalam melayani Yesus Kristus.
“ Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya” (Tim. 2:3-4).
Sebagai seorang prajurit yang terlibat dalam peperangan rohani, yang dipilih untuk peperangan ini oleh Tuhan Yesus Kristus. Oleh karena itu, ia harus berperilaku sesuai dengan posisinya sebagai prajurit.
Kehidupan orang Kristen bukanlah sekedar kehidupan yang manis dengan alunan musik harpa; setiap orang Kristen yang berkomitmen akan mendapatkan peperangan sebagai dari pengalaman totalnya. Pemerintahan surgawi kita sedang berperang melawan kerajaan Iblis. Jadi, kita diminta untuk mengambil tempat sebagai prajurit dalam perang ini. Kebenaran mengenai peperangan rohani ini ditegaskan melalui cara Alkitab berbicara tentang Allah (diri-Nya sendiri) sebagai panglima militer, dapat kita lihat di keluaran 15:3-4, Yosua 5:13-15 dan masih banyak lagi ayat-ayat dalam Alkitab yang menyatakan tentang itu.
Bagaimana Perang Dimulai?
Hingga kini kita mungkin belum juga mendapatkan jawaban dari latar belakang yang menyebabkan konflik sering terjadi di dunia ini? apakah akar penyebab peperangan dan kerusuhan dimana-mana? Siapa sajakah kekuatan berlawanan yang terlibat? Kita sudah melihat bahwa Allah adalah panglima perang, dan kita adalah bagian dari bala tentara di bawah perintah-Nya. Akan tetapi dengan apa dan dengan siapa Ia berperang?
Latar belakang atau akar penyebab dari semua kerusuhan, konflik dan perang adalah karena satu sebab yaitu pemberontakan. Inilah akar permasalahan di alam semesta ini yaitu: pemberontakan melawan pemerintahan yang benar dari Allah, dunia kita sekarang penuh dengan pemberontak.
Bagaimanakah kita dapat menyelesaikan persoalan tersebut? Masalah manusia dapat digambarkan dengan tiga bagian utama dari sebuah pohon: cabang, batang dan akar. Jika kita berharap menyingkirkan sebatang pohon, tetapi hanya memotong beberapa cabang, kita belum benar-benar mengubah banyak hal. Batanglah yang menopang cabang dan akarlah yang memberi makan batang.
Sebagai contoh: apabila ada seorang wanita yang menjadi pencandu alkohol, kecanduan alkohol hanyalah gejala atau cabang. Kita perlu meneliti lebih jauh ke bawah batang dan akar, yaitu, sikap dan hubungannya dengan suaminya. Barangkali suaminya tidak setia, menghabiskan uang dengan cara yang tidak ia setujui dan menganiaya anak-anaknya secara emosional. Kegetiran dan kemarahan yang ia timbun terhadap suaminya adalah batang dan akar. Kita harus menangani sikap dan hubungannya dengan suaminya, apakah ia bersedia mengampuni suaminya dan menerimanya? Kalau tidak, walaupun ia berhasil melepaskan diri dan kecanduan alkohol, ini akan disusul dengan kecanduan lain atau masalah serupa.
Dalam memperkenalkan pesan Yesus dan Injil kepada manusia, Yohanes pembaptis membuat pernyataan tegas: “Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik pasti ditebang dan dibuang ke dalam api” (Mat. 3:10). Suatu pesan Injil yang terkesan radikal, dimana apabila kita terus menerus menolak dan memberontak maka bersiaplah untuk ditebang dan dicampakan ke dalam api yang menyala.
Marilah kita lihat sejenak Doa Bapa Kami, sebuah perikop yang sangat tidak asing lagi dalam Kitab suci.
“Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kepada kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin). (Mat. 6:9-13)
Frasa pada pembuka dari perikop ini mendifinisikan keseluruhan atmosfer doa ini. Pertama, kita berdoa sebagai anggota dari satu tubuh. Kita tidak berdoa Bapa “ku”, kita mengatakan Bapa “kami”, ada orang lain disamping diri kita yang terlibat dalam hubungan ini dengan Allah. Salah satu masalah terbesar yang orang alami adalah mereka berpikir tidak ada orang lain yang menderita seperti yang mereka alami!. Alkitab mengajarkan kepada kita untuk memandang diri kita sebagai satu anggota bersama dalam satu tubuh. Kata kami sangat penting; “Bapa kami”, kita diingatkan bahwa kita adalah anak laki-laki dan anak perempuan Allah. Kita berhak datang kepada Dia sebagai Bapa, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa kita mempunyai saudara dan saudari di dalam keluarga surgawi kita.
Kemudian, kita harus belajar kagum dan hormat: “Dikuduskanlah nama-Mu”. Namun hanya sebagian kecil dari kita sekarang ini yang masih menaruh penghormatan yang murni kepada Allah. Kita mungkin menuntut penyesuaian perilaku sebelah luar, tetapi itu sangat berbeda dengan menaruh hormat kagum dan takut kepada Allah yang Mahakuasa.
Frasa berikutnya adalah “Datanglah Kerajaan-Mu” Allah mempunyai sebuah Kerajaan dan maksud-Nya yang tertinggi dalam masa ini adalah membawa Kerajaan-Nya supaya berwujud di bumi. Ketika kita mengatakan “Datanglah Kerajaan-Mu”, kita menyiapkan diri untuk maksud Allah . ini bukan sekedar sebuah frasa religius yang bagus. Disini berarti kita mengatakan, “Allah, datanglah Kerajaan-Mu, dan disinilah aku, siap untuk memainkan bagianku dalam kedatangan Kerajaan-Mu”. Dengan kata lain kita telah mengidentifikasikan diri kita dengan maksud Allah.
Lalu, kita berkata “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga”. Bagaimanakah kehendak Allah terjadi di surga? Ini dilaksanakan secara sempurna. Tidak ada rintangan, tidak ada frustasi dan tidak ada penundaan, kehendak Allah berjalan sempurna di surga. Yesus mengajarkan kita untuk mendoakan hal yang sama terjadi di bumi . jika Yesus mengajarkan kita untuk mendoakan itu, maka kita harus percaya bahwa semua itu akan terjadi. Kita tidak percaya bahwa Yesus akan mengajarkan kita untuk mendoakan sesuatu yang sama sekali mustahil. Akan tetapi ketika kita berdoa “Jadilah kehendak-Mu di bumi” kita tahu dimana itu harus dimulai? Pada diri kita! kita harus menundukkan diri tanpa syarat pada kehendak Allah. Kita mendapatkan bahwa itu berarti, “Tuhan, saya tidak akan memberontak lagi”. Namun, banyak orang yang terus mengucapkan doa Bapa Kami tidak pernah menyadari apa yang menjadi komitmen mereka. Kita mendapatkan bahwa orang tidak akan pernah memiliki kedamaian batin yang dalam, mantap dan permanen sebelum mereka menundukkan diri sepenuhnya kepada Allah yang Mahakuasa. Inilah pesan yang tersirat dalam pesan Yesaya 57:19-21 “Aku akan menciptakan puji-pujian. Damai sejahtera bagi mereka yang jauh dan bagi mereka yang dekat- firman TUHAN – Aku akan menyembuhkan dia!. Tetapi orang-orang fasik adalah seperti laut yang berombak-ombak sebab tidak dapat tetap tenang, dan arusnya menimbulkan sampah dan lumpur. Tiada damai bagi orang-orang fasik itu” firman Allahku.
Allah menawarkan damai sejahtera yang hakiki dan kesembuhan kepada semua orang tidak terkecuali. Tetapi sebagian tidak pernah menerima damai sejahtera tersebut karena mereka tidak pernah menyerahkan senjata pemberontakan mereka. Selama kita mempertahankan sikap memberontak, kita tidak dapat tenang, kita sama seperti ombak laut yang terus bergulung dan pecah, menimbulkan sampah dan lumpur di tepiannya. Bukti paling meyakinkan bahwa kita menjalani kehidupan yang benar adalah, kita mempunyai kedamaian batin yang dalam, mantap dan permanen.
Kesombongan Awal Dari Kehancuran
Kesombongan adalah sebuah awal dari pemberontakan kepada Tuhan, dalam Alkitab telah banyak dikisahkan akhir dari orang-orang yang bersifat sombong. Kesombogan yang muncul dari berkat yang Allah sendiri adalah pencipta-Nya. Allah yang telah memberi kekuasaan, otoritas, kecakapan, kecantikan, hikmat dan semua karunia yang tak dapat kita sebutkan satu persatu namun semua itu malah mengubahnya menjadi alat untuk kehancuran bagi diri sendiri. Dimana dengan semua yang telah Dia berikan malah membuat kita lupa dan menjadi melupakan siapa yang telah memberikan dan menjadikan kita “takabur” serta melupakan nikmat yang telah diberikan.
“Engkau sombong karena kecantikanmu, himatmu kaumusnahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya” (Yeh. 28:17).
Hati Lucifer yang telah menjadi sombong telah menjadikan ia lupa akan segalanya, segala berkat yang telah Allah berikan malah membuat mata hatinya menjadi silau dan membutakan pikirannya oleh karena itu, Allah melemparkan ke bumi dan menjadi bahan “tontonan”. Sebelumnya, Lucifer adalah seorang makhluk yang baik dan tak bercela namun manakala semakin ia di tinggikan semakin ia menjadi angkuh.
“Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikamat dan maha indah. Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh dengan segala batu permata yang berharga: yapis merah, krisolit, dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tahtanya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu. Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptamu sampai terdapat kecurangan padamu” (Yeh. 28:12-15)
Inilah sebuah gambaran hidup dari Lucifer jauh sebelum ia di buang dari gunung kudus Allah, dimana ia di tempatkan pada sebuah suasana yang begitu indah dan megah serta ditambah dengan kemegahan yang ia peroleh pada dirinya yang Allah berikan. Namun sayang Lucifer tidak dapat memegang “amanat” yang telah Allah berikan kepadanya malahan ia memberontak kepada Allah dengan sifat keangkuhannya. Dalam hal ini Yesus menggambarkan kepada murid-murid-Nya sebuah adegan yang telah Ia saksikan di langit berabad-abad yang lalu. Ia memperingatkan mereka tentang bahaya keangkuhan, “Lalu kata Yesus kepada mereka: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu” (Luk. 10: 18-19)
Ketika Lucifer di buang dari langit, ia tidak menghentikan pemberontakannya, tetapi ia melanjutkannya dengan mendirikan kerajaannya sendiri yang berlawanan dengan Kerajaan Allah. Yesus mengungkapkan bahwa Iblis memiliki kerajaannya sendiri: “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan?”.
Kesombangan berasal dari hati yang telah tercemar dan berlanjut pada perkataan, kemudiaan perbuatan kita menjadi jauh dari cerminan kemuliaan Allah. Jagalah hati kita dengan penuh kewaspadaan jangan sampai terjatuh dalam bahaya keangkuhan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Ams. 4:23). Jiwa adalah ego individual yang ada di dalam setiap kita, jiwa dapat mengatakan “aku mau” atau “aku tidak mau”. Jiwa mengoperasikan “kemudi” yang kita gunakan untuk mengarahkan jalan kita melewati hidup, kemudi dalam dri kita tak lain dikemudikan oleh “lidah” sesuatu benda yang kecil namun dapat menjadi alat yang sangat membahayakan bagi kita dan juga orang lain. “Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang yang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. Kita mengenakan kekang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota tubuh yang kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar” (Yak. 3:1-5).
Motif dari pemberontakan Lucifer itu sendiri adalah ambisinya untuk menyamakan diri dengan Allah, itulah suatu keangkuhan dan kesombongan yang membawanya kepada jurang kehancuran. “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langi, aku hendak mendirikan tahtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi! Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur” (Yes. 14:12-15).
Kerendahan Hati dasar kesuksesan hidup
Merendahkan diri adalah masalah kehendak, bukan emosi. Ini adalah keputusan yang setiap kita harus buat untuk diri sendiri. Hal ini tidak dapat dipaksakan semua berpulang kembali kepada pribadi lepas pribadi, Allah tak pernah memaksakan kehendak kepada setiap kita. Kita diciptakan oleh-Nya bukan seperti robot yang khusus diprogram untuk mengikuti semua kemauan yang menciptanya. Kita adalah seorang manusia yang telah Allah perlengkapi dengan akal budi dimana ia dapat mengendalikan dirinya ataukah membiarkan dirinya di kendalikan oleh akalnya sendiri. Butuh kerelaan hati dalam melaksanakan hal ini, dimana manusia sendiri memiliki ego yang tertanam dalam dirinya. Paulus dengan jelas menggambarkan Yesus yang merendahkan diri.
“Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak mengganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp. 2:6-8)
Ayat-ayat ini mengikhtisarkan bagi kita tujuh langkah besar ke bawah yang Yesus ambil dari kemuliaan surga menuju kematian-Nya di kayu salib:
1. Ia menjadikan diri-Nya tanpa reputasi, Ia mengosongkan diri-Nya.
2. Ia mengambil rupa seorang hamba. Ia adalah Tuhan segala kemuliaan, tetapi Ia melangkah turun untuk menjadi seorang hamba.
3. Ia menjadi sama dengan manusia. Ia menjadi anggota ras Adam, dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat.
4. Dan dalam keadaan sebagai manusia. Ia tampak persis seperti manusia normal pada masa-Nya. Tidak ada penampilan luar yang membedakan-Nya dengan orang-orang yang hidup di sekelilingnya.
5. Ia telah merendahkan diri-Nya. Ia adalah seorang manusia yang sederhana. Ia bukan seorang imam atau penguasa, melainkan seorang anak tukang kayu.
6. Ia taat sampai mati. Ketaatannya yang sempurna akhirnya membawa Dia pada kematian-Nya yang menebus dosa manusia.
7. Bahkan sampai mati di kayu salib. Penyaliban adalah hukuman mati paling menyakitkan bagi orang paling jahat yang telah melakukan kejahatan yang paling keji.
Itulah ketujuh langkah besar ke bawah yang Tuhan Yesus ambil. Akan tetapi, ketujuh langkah besar ke bawah itu membawanya ke tujuh langkah besar menuju ke atas yang digambarkan di dalam:
“Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp. 2:9-11)
Disini kita mempunyai tujuh langkah naik yang meninggikan Yesus:
1. Allah sangat meninggikan Dia.
2. Allah mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama.
3. Dalam nama Yesus, semua bertekuk lutut.
4. Segala yang ada di langit, yaitu, semua penghuni ciptaan yang melayani Allah di langit.
5. Yang ada di atas bumi. Semua makhluk di atas bumi akan tunduk pada kuasa Kristus.
6. Yang ada di bawah bumi. Ini mencakup maut, neraka, kubur dan juga orang tidak benar yang sebelumnya sudah menolak kemurahan Allah.
7. Segala lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Ke-Tuhanan Yesus akan dinyatakan di semua wilayah alam semesta.
Di dalam semua ini, pola sempurna yang ditetapkan di hadapan kita adalah Yesus. Paulus mendorong kita sebagai pengikut Yesus untuk merendahkan diri:
“Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hdiupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp. 2:3-5)
Motivasi yang Paulus tidak anjurkan adalah mencari kepentingan diri sendiri dan puji-pujian yang sia-sia. Hanya ada satu jalan untuk ditinggikan yaitu dengan merendahkan diri. Dalam Lukas 14:11, Yesus menyatakan prinsip ini dengan sangat jelas: “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan”. Inilah prinsip tetap yang mutlak, tidak ada pengecualiaan! Seperti dinyatakan dalam Amsal 18:12 “Kerendahan hati mendahului kehormatan”
Pada saat ini, setiap kita dihadapkan pada kebutuhan untuk membuat keputusan pribadi akankah kita menjadi sesorang yang rendah hati ataukah sebaliknya semua tergantung kepada diri kita. sebagai respon mungkin kita terdorong untuk berdoa, “Tuhan, aku perlu merendahkan diri. Tolong buat aku menjadi rendah hati”. Namun, betapa mengejutkannya bagi kita karena Allah menjawab, “Aku tidak dapat melakukan itu. hanya engkau yang dapat merendahkan hatimu sendiri”. Dalam hal merendahkan diri ini, Yesus memberikan contoh pada saat Ia berbicara tentang para tamu yang diundang ke pesta perkawinan:
“Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempay ini kepada orang itu. lalu engkau dengan malu pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engakau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Luk. 14:8-11)
Thank and GBU
- arharahadian's blog
- Login to post comments
- 4416 reads
@arharahadian : kayaknya ini blog bantahan untuk RDF ya
hehehehehehe just kidding
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
@Jesus Freaks: jangan suuzon
Jesus Freaks, jangalah suuzon (berprasangka buruk) terhadap karya tulisan orang lain. Tulisan arharahadian mengajarkan pembacanya untuk memiliki kerendahan hati dan ketaatan kepada penciptaNya. Walaupun menyinggung-nyinggung mitos Lucifer namun intinya bukan pada keabsahan kebenaran kejatuhan Lucifer.
Buat saya, mengambil rujukan sebuah mitos untuk mengajarkan kebaikan bukanlah perbuatan melanggar hukum. Hingga abad teknologi maju sekarang ini saja, saya masih juga mendengar seorang ibu dengan galak menyuruh anak umur 6 tahunnya untuk tidak bermain-main dengan payung di dalam kamarnya dengan alasan nanti bisa kesambar petir. Masih juga saya mendengar seorang Oma intelek menyuruh cucu gadisnya untuk menghabiskan makan siang buatan Omanya dengan alasan kalau tidak habis nanti dapat pacar jerawatan.
Lagi-lagi mitos, kan? Tetapi ... semuanya ditujukan untuk perbuatan yang baik dan terpuji. Atau ... di era kuntilanak dan pocong sudah dibuat menjadi 'dolanan', masih juga saya mendengar di komplek belakang rumah, seorang Ibu yang dengan sengit meminta anak lakinya yang masih kelayapan di luar rumah menjelang adzan maghrib untuk pulang ke rumah dengan alasan nanti dibawa 'wewe gombel'. Mitos, kan? Namun, maksudnya baik. Daripada kelayapan jam maghrib, lebih baik sholat maghrib menumpuk pahala.
Namun, ... akan jauh lebih bijaksana jika sebuah ajaran kebajikan diajarkan sebagaimana adanya, sebagaimana tujuan dan kebenarannya. Toch, di era sekarang ini, anak-anak, dan masyarakat pada umumnya sudah mulai 'melek' ilmu kan? I'm not kidding