Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Di Pojokan Piala Eropa

king heart's picture

Pesta itu datang lagi, pesta itu pesta sepak bola, ajang pertandingan negara negara terbaik Eropa. Ajang laga sepak bola Eropa ini sering disebut Piala Dunia minus Brazil dan Argentina serta mungkin Uruguay.

Saya berusaha menepi barang sejenak, berusaha rehat dari godaan melihat pertandingan yang berlangsung sampai dini hari. Stamina memang sudah tidak sebaik tahun tahun sebelum ini. Tapi kadang ketika negara negara yang bertanding menjanjikan pertarungan yang menarik, sulit juga menghindari tarikan dan godaan untuk ber ole ole ria.

Televisi berusaha menyajikan acara dengan semenarik mungkin, meski acara bahkan dimulai jauh sebelum pertandingan dimulai. Tidak hanya komentator bola ( baca : pakar bola ) yang dihadirkan, kuis kuis seperti biasa juga berlalu lalang, komentator bola yang bahkan tidak mengerti dan berhubungan dengan sepak bola pun tidak luput dihadirkan demi memeriahkan suasana. Mulai dari politikus, artis ( baca: selebritas ), budayawan, paranormal juga rohaniwan semua berbicara bola.

Sungguh harus diakui, sepak bola sekarang ini tidak semata mata permainan atau pertandingan bola, tapi jauh lebih luas dari itu. Sepak bola telah menjadi bisnis yang luar biasa menariknya, bahkan barangkali telah menjadi ajang peningkatan prestise bagi orang yang berhubungan secara langsung maupun tidak dengan permainan bola dan pemainnya. Sebuah koran bahkan menceritakan mengenai praktik prostitusi suatu negara berkenaan dengan pemain bola atau pembahasan ledakan “permintaan” pelayanan bagi lelaki hidung belang dari kota atau negara yang menjadi tuan rumah.

Tentu masih hangat diingatan kita bagaimana Wags ( para istri / kekasih pemain bola ) menjadi berita yang tak kalah riuhnya. Ingris sebagai produsen pertama dan utama Wags mungkin bisa dijadikan contoh dan cerita seru. Prestasi sepakbola Inggris bahkan berbanding terbalik dengan “prestasi” Wags ini.

Sebagai penyuka tayangan pertandingan sepak bola, saya berusaha untuk hanya melihat permainan yang disuguhkan. Kadang ulasan komentator pun malas saya dengarkan. Saya hanya ingin melihat permainan sepakbola, menikmati alur pergerakan bola, pergerakan tanpa bola, gol gol indah melalui layar kaca yang tentu sangat terbatas jika tidak boleh disebut sering tak mampu menangkap momen momen penting. Sungguh merupakan anugerah tersendiri buat saya ketika pada siaran langsung tersebut ulasan komentator tak bisa saya mengerti karena berbahasa Inggris.

Saya tak peduli bagaimana formasi masing masing tim 442, 452, 433 dan lain sebagainya sama tak pedulinya dengan gaya masing masing tim entah tiki taka, kick and rush, grendel, ataupun total football. Hanya ingin menikmati permainan yang ada yang menghasilkan kemenangan salah satu tim, lain tidak.

Yang saya tahu, saya akan melupakan bagaimana hebatnya teknik seorang pemain ketika bermain di klub, saya juga akan melupakan umur seorang pemain. Saya hanya akan melihat bagaimana dia bermain sekarang. Pun saya tidak peduli dengan prosentase penguasaan pertandingan sebuah tim terhadap lawannya. Saya ingat bagaimana sedihnya Barcelona yang mengusasai sampai 80% permainan pada dua kali laga melawan Chesea tapi harus gigit jari menelan kekalahan. Sepakbola itu soal yang sederhana dan pragmatis, harus mencetak gol lebih banyak dibanding tim lawan.

Ulasan dan prediksi mengenai tim yang akan bertanding, didasarkan pada pertandingan pertandingan atau tradisi tim yang bertanding sebelumnya. Tentu bukan ulasan atau prediksi tersebut yang akan menentukan jalan pertandingan, meskipun barangkali pertandingan akan berlangsung seperti prediksi dan analisis komentator.

Itu sebab nikmati saja, berteriak jika tim favorit menang dan meratap ketika kalah, itu tidak menjadi masalah. Bahkan ketika tim favorit yang notabene bertabur bintang harus angkat koper karena kalah meski bermain jauh lebih baik, itu harus diterima. Dua tim favorit saya Inggris dan Jerman sama sama ke perempat final namun dengan hasil yang berbeda. Jerman sejauh ini bermain baik dan konstan dengan 100% kemenangan. Berbeda dengan Inggris yang datang dengan kondisi kurang bagus, namun beruntung bisa menjadi juara di poolnya. Banyak ulasan komentator mengenai Inggris yang bahkan pada pertandingan yang sama namun berbeda hasil penilaiannya, beberapa memuji tapi banyak pula yang mengatakan bagaimana jeleknya tim Inggris bermain.

Ulasan komentator dari yang ringan hingga yang masuk ke masalah teknis, tentu bukan sesuatu yang buruk. Kadang untuk menikmati suatu pertandingan bisa menjadi tontonan yang sungguh nikmat jika didahului ulasan yang tentu harus bagus, wawasan penonton akan bertambah. Tidak bijaksana juga rasanya jika ulasan komentator dihilangkan, toh jika tidak suka bisa kita lewatkan ulasan tersebut dengan mengganti chanel . Tetapi jika hanya berdasarkan ulasan ulasan tersebut, kita juga bertindak sebagai komentator dadakan untuk menunjukkan betapa kayanya wawasan sepak bola kita, ini tentu menggelikan. Lebih edan lagi, jika penikmat sepak bola cukup mendengarkan ulasan komentator seorang pakar sepak bola kemudian mematikan televisinya ketika pertandingan berlangsung. Barangkali sama edannya dengan menanyakan hasil suatu pertandingan pada gurita, tikus dan yang terakhir ini namun kalah pamornya dengan pendahulunya, babi

Bagi pencinta sepak bola, selamat menikmati.

__________________

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?