Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
dengan segenap akal budimu
"Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu."
Shalom, selamat siang saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan. Baru-baru ini saya terlibat dalam suatu diskusi via surel dengan seorang profesor fisika asal Italia, namanya Prof. Adriano Orefice.
Saya lupa persisnya apa diskusi yang mengawali, kalau tidak salah saya menyinggung tentang perlunya semua orang bertobat, termasuk juga para ilmuwan. Saya lalu menyitir teks Mat.22:37, yaitu bahwa kita mesti mengasihi Tuhan "...dengan segenap akal budi."
Namun kemudian rekan saya tersebut mengajukan pendapat yang agak mengherankan. Kira-kira dia berpendapat begini, kata asli yang digunakan untuk "kasih" dalam teks Mat. 22:37 itu adalah "agapeisis," yang artinya adalah bersimpati atau menyambut. Jadi, menurut dia, dia dapat mencintai istrinya (yang sudah almarhum), dia mencintai anaknya, namun dia bersimpati kepada Tuhan. Dia tidak dapat mencintai Tuhan. Lalu, saya membandingkan beberapa terjemahan teks Mat. 22:37 dalam bahasa Inggris, dan hampir semua menggunakan kata "love." Jadi saya sampaikan kepadanya memang itu maksudnya ayat ini, yaitu bahwa kita mesti mendahulukan Tuhan di atas rasio atau akal budi kita, bukankah Tuhan yang menciptakan semua kapasitas berpikir kita? Terlebih jika kita membandingkan teks ini dengan Ulangan 6:5. Ayat ini menggunakan kata Ibrani "aw-hab", yang menurut kamus Strong artinya adalah "to have affection to..."(1)
Dengan kata lain, saya tidak menemukan rujukan apapun baik untuk kata aw-hab atau agapeisis, yang dapat diterjemahkan sebagai "bersimpati."
A. Beberapa kisah Alkitab
Baiklah kita mengingat sejenak beberapa kisah tentang para sahabat Tuhan:
1. Simon Petrus. Kata "to have affection to" merupakan padanan dari kata "philia" (Yun.), dan itu dapat kita temukan dalam dialog antara Yesus dan Petrus dalam Yoh. 21.
Ketika Yesus menanyakan kepada Petrus: "Apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada semua ini?", Ia menggunakan kata agapas (ay. 15). Dan saya kira yang Yesus maksudkan adalah merujuk kepada Ulangan 6:5 (pada waktu dialog tersebut Injil Matius belum ditulis). Jadi frase "lebih dari semua ini" lebih menyatakan kualitas kasih itu mesti melampaui apapun, yakni Yesus menuntut kasih dengan segenap hati Petrus dan dengan segenap jiwa Petrus dan dengan segenap akal budi Petrus. Dan Petrus menjawab Dia dengan kata philo. Memang banyak tafsiran tentang ketiga pertanyaan Yesus ini, mengapa Dia bergeser dari agape menjadi philia dalam pertanyaan terakhir (ay. 17), namun penafsiran yang cukup bertanggung jawab adalah bahwa pertanyaan Yesus itu mengacu kepada Ul. 6:5 yang kemudian dikutip dalam Mat. 22:37.
2. Abraham. Demikian pula ketika Tuhan meminta Abraham mengurbankan anaknya, dan akhirnya itu dibatalkan setelah Tuhan melihat Abraham benar-benar akan melakukan hal itu. Jika kita membaca teks ini dalam terang Ul. 6:5, bukan persembahan anak-anak yang diminta Tuhan (seperti banyak terjadi dalam upacara penyembahan berhala tradisional), namun Tuhan menuntut Abraham meletakkan prioritas kasihnya yang terutama untuk Tuhan, bukan kepada anaknya yang diperoleh setelah penantian yang cukup lama. Saya yakin Abraham juga berat hati ketika dalam perjalanan ke gunung bersama Ishak. Namun ternyata Abraham menunjukkan "aw-hab" kepada Tuhan di atas aw-hab kepada Ishak. Dan iman seperti itulah yang membuat Abraham diperhitungkan sebagai bapa orang beriman. Artinya Abraham menjadi teladan bagaimana kita semestinya menempatkan cinta kepada anggota keluarga kita tetap di bawah cinta kepada Tuhan.
3. Ayub. Dia diberkati dengan kekayaan yang berlimpah dan juga keluarga dan anak-anak yang banyak, namun Iblis menuntut untuk mencobai Ayub dengan mengambil semuanya itu. Ternyata kisah Ayub menunjukkan bahwa dalam keadaan tersulit dan berpenyakit parah pun Ayub tidak mau mengutuki Tuhan, bahkan saat istrinya menyuruhnya berbuat demikian.
Beberapa teladan tokoh Alkitab di atas kiranya menjadikan jelas apa maksudnya frase "lebih dari semua ini" yang diminta Yesus kepada Simon Petrus dan juga itu pertanyaan yang diajukan Yesus kepada kita semua yang mengaku pengikut Kristus.
B. "Dan dengan segenap akal budimu"
Dalam frase ini terletak perbedaan dengan Ul. 6:5 di mana kriteria ketiga adalah segenap kekuatan.
"Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu."
Jika demikian, maka kiranya cukup masuk akal untuk melihat bahwa dalam Mat. 22:37 akal budi dianggap lebih penting daripada kekuatan (tubuh). Mungkin dengan pertimbangan bahwa tidak akan ada kekuatan tanpa kehendak yang kuat, dan kehendak senantiasa diawali oleh akalbudi. Coba misalnya Anda diminta mengangkat sekarung terigu seberat 20 kg. Mungkin ada kekuatan namun tanpa kehendak maka niscaya Anda tidak akan mengangkatnya.
Pertanyaan yang langsung menyergap kita adalah: bagaimana caranya mengasihi Tuhan dengan segenap akal budi?
Izinkan saya memberikan 2 contoh:
1. Bagaimana kita menaati Firman Tuhan tanpa berusaha menundukkannya di bawah rasio. Memang kecenderungan dunia akademis modern terutama sejak era Pencerahan (Aufklarung) adalah segala hal maunya dirasionalisasikan. Misalnya dalam ilmu sejarah, para ilmuwan dilarang untuk memasukkan peran supranatural Tuhan ke dalam narasi sejarah.
Hal ini ikut berimplikasi pada bidang hermeneutik, yang disebut dengan metode "kritik historis"(2), intinya adalah mempreteli teks-teks Kitab Suci dan membedahnya seolah sebagai karya sastra biasa (menolak aspek supranaturalnya). Akibatnya? Ya lalu muncul bermacam teori serba aneh bin mustajab. Misalnya hipotesis JEDP untuk menjelaskan asal-usul 5 kitab Taurat, lalu proyek demitologisasinya Bultmann, dan juga proyek Yesus sejarah seperti yang digaungkan secara ekstrem oleh kelompok Jesus Seminar.(4)
2. Jika Kitab Taurat termasuk Kejadian dianggap merupakan hasil kerja tambal sulam dari kelompok-kelompok yang saling terfragmentasi (JEDP), maka narasi Kejadian lalu dianggap tidak lagi merupakan catatan yang secara historis akurat, melainkan sering disebut sebagai "narasi sakral" (lihat mis. artikel Dr. Anwar Tjen tentang Yerusalem dalam artikel di Kompas baru-baru ini), atau "mitologi sakral." Memang diakui sakralnya, tapi toh derajatnya diturunkan menjadi sekadar mitologi saja.
Kebetulan penulis lumayan menekuni bidang kosmologi, dan dalam salah satu paper terbaru kami (5), kami menunjukkan bahwa adalah mungkin menggagas model penciptaan awal tanpa melibatkan hipotesis titik singularitas di awal penciptaan (Georges Lemaitre). Paper-paper awal Lemaitre jika dibaca teliti lebih termotivasi oleh teori relativitas dan mekanika kuantum ketimbang bersumber dari penafsiran yang setia terhadap narasi Kej. 1:1-5.
Sementara itu, jika kita menafsirkan teks Kej. 1:2 dalam terang teologi Trinitarian, maka dimungkinkan untuk sampai pada hipotesis bahwa alam semesta dulunya memang sudah lama ada (meski tidak berbentuk dan kosong), namun mendadak mengambil bentuk yang mendekati bentuk saat ini (sudden burst into creation). Dengan kata lain, hipotesis "sudden burst creation" ini hendak menunjukkan bahwa penciptaan langit dan benda-benda penerang dalam waktu beberapa hari itu bukan hal yang tidak dapat dimodelkan secara matematis.
Penutup
Demikianlah beberapa contoh telah dipaparkan di atas seputar bagaimana kita semestinya mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi kita. Dengan kata lain, segala bentuk asumsi atau teori yang berasal dari (rasio) mesti ditundukkan di bawah otoritas Firman Tuhan.
Tuhan mengasihi Anda semua.
Versi 1.0: 16 januari 2018, pk. 13:21
VC
Referensi:
(1) http://biblehub.com/lexicon/deuteronomy/6-5.htm
(2) https://christianpublishinghouse.co/2017/01/16/historical-criticism/
(3) https://timeincosmology.com/
(4) http://www.mychristianmind.com/2014/03/the-jedp-theory-is-wrong/
(5) V. Christianto & F. Smarandache. Lihat paper no. 4 dalam buku kami: Let the Wind blow: Physics of Wave and Only Wave. (January 2018). Bisa diunduh secara cuma-cuma di url: http://www.academia.edu/35627925/Let_The_Wind_Blows_PHYSICS_OF_WAVE_AND_ONLY_WAVE
Dari seorang hamba Yesus Kristus (Lih. Lukas 17:10)
"we were born of the Light"
Prepare for the Second Coming of Jesus Christ:
http://bit.ly/ApocalypseTV
visit also:
http://sttsati.academia.edu/VChristianto
http://bit.ly/infobatique
- victorc's blog
- Login to post comments
- 4177 reads