Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
D.O.A.: Nyaris Tiada Maaf (4)
Oleh: John Adisubrata
KUASA D.O.A.
“yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” (Roma 3:22-24)
Masa akhir hidup Ted yang harus dilalui selama bertahun-tahun sebagai seorang narapidana bernama buruk, yang amat dibenci oleh masyarakat, ternyata merupakan suatu jangka waktu berharga yang khusus diberikan oleh Tuhan kepadanya di dalam sel penjara. Di sana ia mendapatkan kesempatan yang ‘singkat’ untuk merenungkan kembali serta mengevaluasi semua perbuatan-perbuatan keji yang pernah ia lakukan.
Banyak penjahat bernama buruk lainnya, yang mungkin perbuatan kriminil mereka, jika dibandingkan, tidak ‘sehebat’ kejahatan yang pernah dikerjakan oleh Ted Bundy. Tetapi mereka tidak mendapatkan kesempatan berharga seperti yang dialami olehnya di dalam penjara. Mereka tidak menyesali tindakan-tindakan yang telah mereka lakukan. Mereka tidak peduli dengan keadaan mereka, bahkan keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat yang lain, tetap berkobar-kobar di dalam pikiran dan hati mereka.
Mengapa bukan hal-hal seperti itu yang dialami oleh Ted Bundy di sana? Apakah karena Tuhan gemar membeda-bedakan umat ciptaan-Nya? Atau, … apakah karena ada ‘sesuatu’ yang terjadi di sorga, yang mendorong dan menyebabkan Tuhan berkenan akan keselamatan hidup Ted? Sehingga Ia mempersiapkan semuanya untuk kebaikan ‘masa depan’ hidupnya, jauh sebelum Ted dijatuhi hukuman mati oleh para penegak hukum negara tersebut?
Keterlibatan pengacara Kristen, John Tanner, dalam proses pengadilan kasus Ted Bundy bukan merupakan suatu hal yang terjadi secara kebetulan, karena Tuhanlah yang mengirimkan hamba-Nya tersebut ke sana! Jalinan persahabatan dengannya selama bertahun-tahun yang pada akhirnya membuahkan pertobatan Ted, juga bukan merupakan hasil upaya pribadi John Tanner dan isterinya, melainkan hasil pekerjaan Roh Kudus yang sudah mampu menyadarkan diri Ted dari semua dosa-dosanya.
Kejadian-kejadian tersebut telah mengawali proses pertobatannya, yang berakhir dengan pengakuan, penyesalan dan kesediaannya untuk menerima Kristus sebagai Juruselamatnya.
Keinginan Ted untuk meninggalkan suatu ‘warisan’ sebelum kematiannya guna memperingati dan menolong orang-orang lain yang mungkin sedang berada dalam situasi dosa yang sama, yaitu melalui jalan sesat mematikan yang pernah ditempuh olehnya selama bertahun-tahun, telah memungkinkan tim ‘Focus on the Family’ untuk datang menemuinya di dalam sel penjara. Semua itu dapat dilaksanakan, juga hanya oleh karena koneksi yang dimiliki oleh John Tanner, si pengacara kristiani yang mengenal Dr James Dobson secara pribadi.
Bagaikan raja Daud yang bertobat di depan nabi Natan, mengakui dan menyesali dosa-dosa perzinahan dan pembunuhan yang telah dilakukan olehnya, yang dicatat dalam keseluruhan ayat-ayat termasyhur Mazmur 51, Ted ingin melakukan hal yang sama melalui pelayanan Dr James Dobson.
Raja Daud menulis di situ: “Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu.” (Mazmur 51:15)
Peristiwa-peristiwa indah yang dialami oleh Ted tersebut tidak terjadi secara kebetulan. Semua itu dapat dilaksanakan, oleh karena ada orang-orang kudus yang sedang memperjuangkan keselamatannya melalui doa-doa syafaat yang mereka panjatkan kepada Tuhan.
Sebelum wawancara singkat tersebut berakhir, Ted Bundy sempat mengikrarkan imannya sekali lagi kepada Dr James Dobson, tentang kekuatan yang sudah diterima olehnya melalui hubungan yang intim dengan Tuhan Yesus Kristus.
Meskipun demikian ia tidak berhasrat untuk berpura-pura di depan umum dengan mengatakan, bahwa ia sama sekali tidak mempunyai rasa kuatir. Ia mengakui dengan terus terang, bahwa pada saat-saat yang amat genting, di mana ia harus berjalan seorang diri dalam lembah kekelaman, sering kali ia merasa tidak mempunyai kekuatan untuk melewatinya.
Perasaan-perasaan seperti itu selalu menghantui dirinya sepanjang tahun-tahun terakhir, di mana ia harus menunggu keputusan pengadilan mengenai ‘nasib’ hidupnya.
Raja Daud menulis salah satu Mazmur yang paling termasyhur mengenainya: “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Mazmur 23:4)
Jelas perjalanan Ted tersebut bukan merupakan suatu hal yang menyenangkan baginya, karena sering kali ia merasa sepi, sendiri dan tak berdaya, terutama di saat-saat terakhir menjelang hari kematiannya. Tetapi ia selalu mengingatkan dirinya sendiri, bahwa pada suatu saat semua orang, bersedia ataupun tidak, pasti akan mengalami perjalanan yang akan dilaluinya tersebut. Suatu kelaziman hukum alam yang tidak akan dapat dihindari oleh siapa pun juga!
Keselamatan hidup yang diterima oleh Ted Bundy, si ‘pembunuh serial berdarah dingin’, sebagai hadiah kasih karunia Tuhan sebelum kematiannya, akan selalu merupakan suatu teka-teki aneh yang tak terpecahkan, suatu misteri yang tidak akan pernah dapat dicernakan oleh akal pikiran manusia biasa seperti kita, bagaikan kisah salah seorang penjahat yang disalibkan di sisi Tuhan Yesus Kristus, di atas bukit Golgota.
Pada menit-menit terakhir sebelum kematiannya, penjahat tersebut bertobat dengan mengakui Yesus sebagai ‘Raja’-nya. Suatu pengakuan tulus yang mengakibatkan dia menerima hadiah karunia keselamatan hidup dari Tuhan.
‘Lalu ia berkata: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Lukas 23:42-43)
Adakah seorang di antara kita yang berani ‘memprotes’, jika Tuhan Yesus menyatakan tawaran-Nya ini di depan kita kepada Ted Bundy, atau orang-orang lain yang sudah pernah melakukan kejahatan yang cukup serius terhadap kita? Dan … oleh karena itu menganggap, bahwa dengan menawarkannya kepada mereka, Tuhan telah bertindak ‘tidak adil’.
Beranikah kita ‘melecehkan’ pertobatan seseorang di hadapan Tuhan, karena menganggap bahwa ‘musuh’ kita tersebut sama sekali tidak layak untuk melakukannya?
Apakah kita juga mempunyai keberanian untuk mengutarakan kejengkelan hati kita di hadapan hadirat Tuhan yang kudus, dengan menggerutu seperti orang-orang (Kristen) yang berterus-terang di depan Dr James Dobson, mencurigai dan memprotes pertobatan Ted, dan … alhasil, … juga keselamatan hidup yang sudah dikaruniakan kepadanya?
Tuhan Yesus datang ke dunia dengan tujuan untuk menyelamatkan SEMUA orang yang berdosa, yang bersedia menerima Dia sebagai Juruselamat mereka. Di mata-Nya, harga keselamatan hidup Ted Bundy, atau mereka yang sudah ‘melukai hak-hak asasi’ kita, sama seperti harga keselamatan hidup orang-orang berdosa lainnya.
Jangan lupa, … kita juga termasuk di dalam kelompok orang-orang berdosa tersebut! Karena dosa segenap umat manusia, Ia rela mati disalibkan untuk menanggung semuanya.
Berjaga-jagalah selalu dengan sikap ‘naruli’ kita, agar jangan sekali-kali kita harus ditegur secara pribadi oleh Tuhan Yesus sendiri, seperti para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang terus-menerus berusaha mencobai Dia. Mereka menganggap tingkat ‘kesucian’ diri mereka begitu tinggi, sehingga merasa berhak untuk menghakimi wanita yang tertangkap basah sedang melakukan dosa perzinahan di suatu siang hari bolong.
‘Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (Yohanes 8:7)
Apakah ada salah seorang di antara kita yang berani melemparkan batu yang pertama? Silahkan!
Syalom,
John Adisubrata
April 2005
- John Adisubrata's blog
- 4857 reads