Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Cotton Buds
Aku kembali ke rumah sakit ini lagi. Kali ini bukan karena radang tenggorokan seperti yang kualami empat bulan lalu. Kali ini harus antri di ruang pendaftaran RSUD karena sebuah kejadian yang sedikit memalukan. Sebuah kapas cotton buds murahan tertinggal di telinga kiri.
Kejadiannya tadi malam. Setelah mandi, seperti biasa, sambil tangan kanan bermain di atas mouse yang pointer-nya bergerak di halaman SABDA Space, tangan kiri asyik memainkan cotton buds di telinga. Sedikit meniru gaya si Kabayan ketika lagi mengorek-ngorek kupingnya dengan sejenis rumput.
Tiba-tiba terasa ada yang tidak enak di telinga. Ketika akhirnya cotton buds-nya kutarik, salah satu ujungnya sudah kehilangan kapas. Semua baik-baik saja kalau aku langsung berteriak minta tolong. Tetapi entah apa yang membuatku memasukkan ujung yang sudah bersih itu, berharap bisa menarik kembali kapas yang tertinggal. Malah jadinya bertambah parah, kapasnya makin masuk kedalam. Dengan bantuan dua cermin dan flash kamera hp pun, kapasnya sama sekali tidak kelihatan.
Aku bertambah panik lalu ingat waktu kecil. Terlalu sering main di sungai sehingga kemasukkan air di telinga bukanlah masalah besar. Bila ini terjadi, cukup memiringkan kepala, sehigga telinga yang kemasukkan air berada di atas, memasukkan sedikit air ke situ, lalu memalingkan telinga tersebut ke bawah. Bila cara ini tidak berhasil, maka telinga yang sehat yang harus diisi air.
Berharap cara ini bisa dipakai pada telinga yang tersumbat kapas, akupun memasukkan air ke telinga. Bukannya membaik, malah sekarang kapasnya menjadi basah. Rasanya benar-benar tidak enak, serasa ada yang berdenging. Rasanya lebih menyiksa daripada sekedar kemasukkan kapas atau air. Sama sekali tidak berniat lagi mencoba cara kedua, menuangkan air ke telinga yang sehat. Tidak ingin merasakan satu telinga tersumbat kapas basah dan satunya tersumbat air.
Aku juga teringat kalau di kampung tidak ada cotton buds. Adanya hanya alat korek telinga berbentuk sendok kecil. Tiba-tiba terpikir mungkin bisa menggunakan alat seperti ini untuk mengeluarkan kapasnya. Jadi, dengan kepala berdenging aku pergi ke apotik.
"Mbak, ada korek telinga yang dari besi?" tanyaku kepada penjaga apotik yang lumayan manis.
"Tidak ada." jawabnya singkat. Agak heran karena seolah-olah ia sedang menjawab pertanyaan pelanggan yang mau membeli beras di toko besi.
"Di mana orang biasa menjualnya, Mbak?" tanyaku lagi. Siapa tahu memang harus mencari alat seperti ini di toko besi.
"Di toko kecantikan." jawabnya singkat.
"Terima kasih." kataku sambil meninggalkan apotik 24 jam itu.
Tidak ada jalan lain, malam ini aku harus tidur dengan sebuah ketidaknyamanan. Memang benar, tidur dengan telinga tersumbat sangatlah tidak menyenangkan.
Teman serumah mengusulkan aku menghembus nafas sambil menutup mulut dan hidung. Katanya cara ini membuat udara keluar lewat telinga, sehingga kapasnya terdorong keluar. Sama sekali tidak mau mengambil resiko lagi, lebih baik menyerahkan hal seperti ini kepada ahlinya saja.
***
Tiba-tiba lamunan buyar karena namaku dipanggil. Akupun bangkit dari bangku ruang tunggu bagian THT. Memasuki bangsal berisi deretan kursi mirip punya dokter gigi. Paling tidak ada lima dokter dan sepuluh perawat atau calon perawat di situ. Tanpa disuruh, aku duduk di kursi yang kosong. Di sampingku seorang bapak tua sedang menjalani perawatan telinga dan hidung. Sekilas bisa kulihat cairan kekuningan keluar dari telinganya.
Sebenarnya aku berharap dokter di depanku melakukan tugasnya diam-diam. Cukup kami berdua saja yang tahu penyebab mengapa aku duduk di depannya.
"Masalah apa?" tanyanya cukup keras. Benar-benar aku berharap ia bertanya lebih pelan.
"Ada cotton buds di telingaku." jawabku setengah berbisik sambil menunjuk telinga kiri serta sedikit memalingkan badan.
"Cotton buds ketinggalan?" tanyanya seolah-olah memastikan ia tidak salah dengar. Bisa mendengar nada menggoda di situ dan suara itu cukup keras untuk menarik perhatian para perawat yang sedang memperhatikan bapak di samping. Dalam hati mungkin mereka berkata, "Mungkin yang itu lebih menarik" atau "Mungkin yang itu tidak terlalu menjijikkan."
Dokterku lalu menekan pedal di bawah kursi, kursi inipun naik sedikit.
"Duduk santai saja," katanya karena aku mendekatkan telinga ke arahnya serta juga karena posisi dudukku yang agak miring, "jangan terlalu menunduk, rileks saja, lihat saja muka mbak-mbak yang cantik itu."
Para perawat yang mendengar perkataan inipun mulai meperhatikan kami. Dokter menghidupkan senter di kepala serta menyorotinya ke lubang telingaku. Setelah beberapa saat, mematikan senter lalu mencari-cari sesuatu di meja samping. Sepertinya tidak menemukan apa yang dicari sehingga memanggil seorang perawat yang cukup tua. Memintanya mencari sebuah alat.
Alat itu tidak ternyata tidak ditemukan, tetapi perawat berkata sambil menunjuk ke arah bapak di sampingku, "Ada satu, tetapi masih dipakai"
Aku berharap janganlah mereka memakai alat yang itu. Tetapi sepertinya tidak ada pilihan lain. Apalagi perawat yang sedang mengurus bapak itu berkata kalau sudah tidak memerlukan alat itu lagi.
"Ya, cuci dulu, Mbak." kata dokterku kepada perawatnya.
"Ya cuci dulu bersih-bersih, pakai alkohol." kataku dalam hati.
Sambil menunggu alat sejenis tang itu dibersihkan, dokter memasukkan sebuah alat penyedot ke telingaku. Terasa sesuatu tertarik keluar dari telinga. Benar-benar lega rasanya ketika kapas itu akhirnya tertarik keluar.
"Ini ya kapasnya?" kata dokter sambil menyodorkan alat berbentuk selang baja ke depanku. Aku bisa melihat kapasnya masih tertahan di ujung karena daya sedot alatnya belum dilepas.
"Ya!" jawabku diantara rasa syukur dan malu.
"Sudah keluar Mbak." kata dokter, menurutku lebih cocok disebut teriakan.
"Lha... halah..." kata si perawat tua. tidak jelas apakah ungkapan senang atau kecewa, "mengapa tidak mencobanya dari tadi dengan alat itu."
Lima perawat lalu mendekat untuk melihat kapas cutton buds-nya. Mereka juga memperhatikan bagaimana caranya dokter mengisi laporan rekam medis. Para perawat ternyata bukan hanya belajar bagaimana memeriksa seorang pasien, tetapi juga belajar bagaimana menulis laporan rekam medis seorang pasien.
Aku juga bisa melihat apa yang tertulis situ, walaupun hanya sebuah cakar ayam. Bisa kutebak apa yang tertulis di situ, "Kapas tertinggal di telinga."
Seorang perawat protes, berkata, "Bukankah seharusnya Bapak menulis 'Telinga kemasukkan kapas.'"
"Ya... Ya... benar." kata dokternya sambil tertawa. Iapun mencoret catatannya dan menggantinya dengan "Telinga kemasukkan kapas."
Aku pura-pura asyik dengan hp-ku, tetapi akhirnya aku bertanya, "Sudah selesai Pak?"
"Belum," katanya, "kami masih belum selesai tertawa."
Ia hanya bercanda. Menutup mapnya dan berpesan, "Lain kali kalau memakai cotton buds di telinga, jangan dikorek-korek, cukup diputar-putar saja, kalau tidak memang pasti lepas."
"Ya!" jawabku.
Dalam hati akupun tidak mau lagi mengorek-ngorek telinga dengan sebuah cotton buds seharga 500 rupiah dari warung sebelah. Apalagi setelah menyadari total biaya untuk mengeluarkan kapas dari telinga ternyata Rp. 27.000.
***
- anakpatirsa's blog
- 34163 reads
Aku tertawa
Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)
Pernah Waktu Remaja
*yuk comment jangan hanya ngeblog*
*yuk ngeblog jangan hanya comment*
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
Masih mending
Aku juga pernah
Walang Sangit dalam mata??
Kalo aku bukan telinga, tapi mata.Entah sehabis main sepeda atau badminton di jalanan saat maghrib waktu SD dulu, tiba-tiba mataku sakit luar biasa
kemasukan walang sangit katanya. Aku sendiri tidak percaya ada sejenis kumbang masuk mata..semut sih ok lah, tapi kata temanku yang meriksa: baunya memang khas bau walang sangit. Pada saat itu belum tahu betul apa itu walang sangit. Setelah tahu, wow serem dan macho juga tuh kumbang. Aku berpikir, entah berapa banyak kotoran dan serangga yang masuk ke dalam mata manusia. Tapi kebanyakan bisa sembuh dengan di diamkan saja, tentunya sambil bersabar menahan rasa sakit. Ajaib !!
Tapi lebih baik lagi ke spesialis, untuk mencegah hal-hal yang mungkin lebih buruk dan bisa menyebabkan masalah PERMANEN. Hebat juga lu Ri, kalo kecoa yang masuk di diamkan saja..sesuai dengan ceritamu bisa-bisa sampai beranak cucu..cicit wehehe. katanya ada yang mati karena pas tidur telinganya kemasukan kecoa. wuiih syereem man!!
*Shallom4Ever@all
*Shallom4Ever@all
Sadis Terhadap Kecoa
Wah .. khusus kecoa aku perlakukan sadis, entah injek pake kaki atau tampar pakai sendal. Gak bisa tidur lah kalo ada kecoa masuk kamar, pasti ku cari sampai tuh kecoa tewas baru bisa tidur, mending pindah kamar atau begadang sekalian. We .. emang telingaku goa tak berpenghuni Sid ..
*yuk comment jangan hanya ngeblog*
*yuk ngeblog jangan hanya comment*
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
Telingaku juga pernah...
"You can do everything because you're The Hero"
Ga mau kalah
We can do no great things; only small things with great love -- Mother Theresa
Itu Infeksi serangga....
"You can do everything because you're The Hero"
ZZZZZzzzzzzZZZZ
Lakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia ...
Dulu waktu saya kecil..
Debu tanah kembali menjadi debu tanah...
cotton bud haram!
but the one who endure to the end, he shall be saved.....
aneh-aneh n nggk kapok aja
Kadang aku berpikir kenapa namanya cotton bud dan bukannya ear bud. akhirnya aku menarik kesimpulan bahwa cotton bud itu ya bukan buat bersihin telinga (bagian saluran telinganya).
Kalo tidak percaya coba saja liat kemasannya, kebanyakan tidak mencontohkan untuk digunakan untuk membersihkan saluran telinga. Karena pabriknya pun nampaknya tahu kalo cotton bud bukan buat membersihkan saluran telinga (paling banter buat bersihin daun telinga). Setahuku cotton bud itu buat ngolesin iodine, salep, alkohol dan sejenisnya ke permukaan kulit, bukan buat korek kuping (dan memang betul kalo cotton bud jika dipakai buat bersihin saluran telinga malah bikin kotoran makin padat dan keras).
Pengorek kuping (bentuknya kayak sendok mini bertangkai panjang bisanya terbuat dari baja anti karat) mungkin oke untuk digunakan. Namun harus digunakan oleh ahlinya (spesialis THT). Sebab jika kita melakukannya sendiri, kita tidak dapar melihat kemana alat kita pergi (kecuali kita punya mata buat ngingtip ke lobang telinga).
Telinga sendiri sebetulnya memiliki mekanisme pembersihan sendiri yang unik (Tuhan kita memang luar biasa menciptakan kita). Jadi pada kondisi normal tidak perlu dikorek-korek (namun kadang ada kondisi pengecualian pada orang tertentu dan atau kondisi tertentu). Sehingga kadang harus dibersihkan, dan sangat disarankan ke dokter spesialis THT.
Jika kondisi keuangan tipis, pergi ke puskesmas yang ada THT-nya menurut pengalaman, butuh Rp.17.500,00 (tahun 2007). Mungkin tetap lebih mahal dari bersihin sendiri ^_^, tapi tetap saja, jangan bersihkan saluran telinga sendiri, lebih baik puasa makan daging beberapa hari dari pada kehilangan pendengaran normal.
Gbu