Ketika Gandari (versi Mahabharata India) rela menutup matanya dengan kain demi menemani Destarata, suaminya yang buta, mungkin itulah wujud nyata dari istilah cinta itu buta. Tapi, ironisnya, cinta itu buta justru cukup sering berawal dari indera penglihatan. Dari melihat penampilan, merasakan nikmatnya mendapat senyuman atau pandangan iri dari orang-orang, dari melihat betapa kerennya kekasih kita saat berbicara di atas panggung itu, dll. muncullah stimulus yang ditransmisikan mata kita kepada otak dan diterjemahkan sebagai perasaan yang lalu kita sebut cinta. Ini yang namanya dibutakan oleh cinta karena melihat sesuatu. Saya tidak berani bilang kalau dibutakan oleh cinta ini pasti akan menciptakan hubungan yang bermasalah. Bukankah orang buta justru akan makin mahir beraktivitas seiring makin lamanya ia menderita kebutaan? Yang menjadi masalah adalah saat sedang belajar meraba-raba dan beraktivitas dalam kebutaan itu, kita terantuk atau bahkan jatuh. Jika Anda adalah Gandari yang dengan sadar membutakan matanya, ketika terantuk, Anda mungkin akan lebih kesal dari pasangan Anda. Tapi, hal misterius terjadi, dorongan cinta itu membuat orang tersebut tetap rela menjadi buta asal dapat bergandengan dan berjalan bersama.
Cinta dulu atau cocok dulu? Inilah pertanyaan yang sering membingungkan saya. Walaupun tidak semua pria wanita yang memiliki kecocokan dalam banyak hal pasti juga bisa cocok menjalin cinta. Tapi, kecocokan sering dipandang sebagai salah satu faktor agar kita dapat tetap saling mencintai. Siapa yang tidak mau kisah cinta kita seperti pasangan dalam film Before Sunrise dan Before Sunset itu? Cinta dulu atau cocok dulu? Dalam hubungan saya yang sekarang, cinta dulu adalah langkah yang sudah diambil. Jelas, ada risiko yang saya tahu akan cukup sering saya hadapi. Itulah ketika salah satu dari kami terantuk atau bahkan terjatuh. Jika salah satu dari kami adalah ibarat Gandari tadi, tentu dorongan alaminya adalah membuka tutup mata dan menolongnya. Tapi, dalam hal ini, terlalu sering membuka tutup mata justru memicu adanya saling menyalahkan, melecehkan, atau memarahi. Jangan ganggu kebutaanku, aku membutakan diriku demi cinta padamu, mengapa kamu selalu memaksaku membuka tutup mata ini untuk menolongmu? Wajar kalau ada yang berkata, sengaja menutup mata agar bisa mencintai seperti itu adalah hal bodoh. Cinta bisa bikin orang jadi bodoh tapi juga tambah pintar. Saat ini, mencintainya membuat saya paling tidak jadi lebih pintar menabung, berinisiatif, dan bersabar. Tapi, mencintainya juga membuat saya bodoh sehingga membuat tulisan seperti ini, membuat saya tidak cukup punya hati untuk mengatakan bahwa saya ingin bisa kembali berlama-lama berkumpul dengan teman-teman, bermalasan, membuat berbagai proyek ambisi pribadi. Saya kira, ini pun terjadi juga dengan dirinya.
Cinta dulu atau cocok dulu? Terlalu banyak definisi, teori ataupun pendapat tentang cinta, mulai dari yang bernada romantisme Hollywood sampai yang politis atau filosofis. Makin kita tahu, makin kita banyak mengamini tapi juga makin banyak bingung. Cinta dulu atau cocok dulu? Mencintai adalah tentang bagaimana kita memahami manusia. Jika cinta itu datang dengan pemahaman bahwa manusia yang ada di hadapan kita adalah tidak selalu bisa memenuhi keinginan kita untuk sepakat dalam beberapa hal, bukankah itu tidak membatalkan cinta itu? Jika cocok dulu lebih baik daripada cinta dulu, apakah itu berarti mencintai memang lebih mudah dari menemukan objek untuk dicintai? Cinta dulu atau cocok dulu? Jika kini kami sudah melangkah dengan cinta dulu, tapi makin lama konflik akibat ketidakcocokan itu makin meruncing sekaligus makin spesifik dan membuat seolah makin sulit juga untuk memaksa diri untuk menjadi buta demi melangkah bersama, apakah itu berarti cinta dulu adalah keliru? Apakah itu berarti menemukan objek untuk dicintai ternyata lebih mudah daripada mencintai, termasuk mencintai perbedaan kita? Nah, siapa bilang bertanya hanyalah kegiatan blogger baru?
sama sekali bukan jawaban
tulisan / pertanyaan yang sangat menyegarkan buat dibaca.
"Tapi, mencintainya juga membuat saya bodoh sehingga membuat tulisan seperti ini..."
gue berharap lo semakin bodoh dari hari ke hari agar tulisan2 semacam ini keluar terus supaya acara minum kopi gue ada temen nya *egois.com*
:-)
sama sekali bukan harapan :P
enjoy aja Y
hahaha, Y... gue rasa sih lo dah milih untuk cinta dulu baru berusaha agar cocok deh, makanya lo bisa nulis blog ini dengan perasaan yang "menyebalkan" itu *i know "the feeling"*
wacana "cocok dulu baru cinta" emang enak buat dipikirin. kira2 gimana yah kalo bisa gitu. masalahnya kalo cocok dulu kadang mungkin akan bimbang apakah itu hanya sekedar cinta lokasi atau bukan. selain itu bisa juga sudah cocok terus jadi males atau takut untuk mencinta karena resikonya adalah, bila pihak lain tidak merasakan hal yang sama, persahabatan yang baik selama bertahun2 bisa jadi bubar.
jadi... sama aja bro... dua2nya punya resiko yang sama2 ga enak. kata iklan jadul sih, "enjoy aja" ;-)
cocok itu
awalnya, karena terlanjur sayang *weh * gw anggap cocok itu adalah saling mengisi, yg satu kekurangannya ini, yg satu kelebihannya ini.. padahal, mungkin itu justru artinya keduanya banyak bedanya hehe.. tapi, dari komenmu, kayaknya emang betul, cocok yg kompak itu mungkin lebih baik buat teman, sedangkan cocok yg saling melengkapi itu baru bagus buat.. bisnis.. eh dijadiin pasangan.. thanks for the advise, nis
Don't Swallow the Press
Cinta Vs Cocok
Aku lebih setuju Cinta lahir dulu baru diikuti kecocokan. Apakah cinta itu mampu bertahan tergantung pada kekuatan cinta itu sendiri. Cinta bisa mengubahkan banyak hal.
pertanyaanya sekarang apakah ada kata saling?...maksudnya saling mencintai dengan berbagai perbedaan.
KasihSetiaNyaKekalSelamanya
terima kasih
Dear Y-Control, Bu Joli
Dear Y-Control,
Bu Joli menyarankan saya membaca tulisan Anda;
Saya setuju; semua harus dimulai dengan cinta. Mungkin karena dengan cinta kita bisa melihat berbagai perbedaan sebagai hal yang indah dan patut dihargai ya :) Jadi cinta tak harus diawali dengan cocok..
Thanks for the nice blog
GBU
nita