Istriku menyatakan akan berhenti bekerja. Wah...berarti pendapatan kami akan berkurang. Aku akui, dengan istriku bekerja, pendapatan kami meningkat. Paling tidak, kami mendapatkan uang untuk sedikit bersenang-senang. Dan lagi, dia memiliki kesibukan. Itu sangat membantuku. Dia tidak kesepian di rumah atau hanya ngobrol sana-sini dengan tetangga tanpa ada artinya. Intinya ketika bekerja sangat membantuku.
Bekerja sering kali membuat orang stress dan frustasi. Tuntutan pekerjaan dan atasan membuat seseorang tidak nyaman ketika bekerja. Mereka tidak menghasilkan pekerjaan terbaik ketika melakukan pekerjaan mereka. Bahkan banyak diantara mereka yang sibuk fastbook atau internet ria. Bekerja sering kali membuat kita bosan. Melakukan hal yang sama tanpa mengetahui esensi pekerjaan tersebut. Bahkan setelah satu tahun atau dua tahun bekerja masih tidak bisa mengerti apa yang selama ini sudah dihasilkan.
Walaupun banyak sekali orang mencari pekerjaan tetapi tidak bisa dipungkiri banyak diantara mereka yang sebenarnya mencari penghasilan. Buktinya ketika penghasilan dihentikan mereka pun berhenti bekerja. Ketika penghasilan menurun mereka pun mengeluh bahkan tidak sedikit yang melakukan unjuk rasa. Ketika penghasilan tetap, mereka mulai enggan ke tempat pekerjaan. Seandainya tidak ada ancaman PHK, bisa dijamin banyak diantara mereka yang memilih tidak masuk kerja. Ketika penghasilan meningkat, mereka tetap melakukan pekerjaannya, tetapi banyak diantara mereka yang melakukan sekedarnya saja. Ketika penghasilan meningkat tajam, barulah mereka bersemangat melakukan pekerjaannya, bahkan kalau perlu lembur. Tetapi tidak membutuhkan waktu lama, satu atau dua tahun, semangat mereka mulai berkurang. Peningkatan tajam penghasilan menjadi biasa dan akhirnya mulai malas-malasan bekerja.
Itulah arti bekerja. Tidak selalu membanggakan ketika kita bekerja di suatu tempat. Banyak orang yang tidak bersemangat ketika bekerja. Jarang saya temukan orang menggebu-gebu menceritakan pekerjaannya kecuali memang dia baru bekerja disana. Seakan-akan pekerjaan hanyalah pekerjaan. Selama harus masuk, yach, mereka akan masuk.
Untunglah istri saya melanjutkan perkataannya,"Saya berhenti bekerja, mulai saat ini, saya akan berkarya." Berkarya berarti menghasilkan sesuatu. Dia sudah menetapkan dirinya, ketika dia mengerjakan pekerjaannya, dia harus menghasilkan sesuatu. Ada karya yang dia hasilkan dan hasil tersebut memberkati orang lain. Walaupun istri saya membuat susu kedelai, tetapi karya dia bukanlah hanya sekedar susu kedelai. Karya dia adalah produk yang menyehatkan setiap orang yang menjadi konsumennya. Ketika istri saya harus mengganti air biasa menjadi air minum distilasi, dia melakukannya. Memang biaya produksi meningkat tetapi harga tidak bisa ditingkatkan. Karena istri saya berkarya, bukan bekerja, maka dia melakukannya. Demi menjamin produknya bagus untuk konsumen.
Istri saya juga membuat produk quilting. Dia membuatnya dengan hatinya. Dia melakukan bukan sekedar mencari keuntungan. Ketika ada proses yang tidak berjalan dengan baik, dia akan memperbaikinya, walaupun sebenarnya tidak akan kelihatan. Istri saya melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan.
Itulah berkarya.Ya, benar. Kita harus berkarya bukan bekerja. Menghasilkan sesuatu yang membanggakan bukan sekedar membuang waktu di kantor sambil menunggu jam pulang.
__________________
Small thing,deep impact
Berkarya dalam bekerja
“Kita harus berkarya bukan bekerja. Menghasilkan sesuatu yang membanggakan bukan sekedar membuang waktu di kantor sambil menunggu jam pulang.” Tetapi bagaimana bisa bila kita “melakukan hal yang sama tanpa mengetahui esensi pekerjaan tersebut” ?
Batas antara bekerja dan berkarya (bila yang dimaksud adalah bekerja sepenuh hati) tidak jelas. Para blogger di sini pasti lebih banyak yang setuju bila menulis artikel atau esai dikelompokkan dalam berkarya. Menulis tanpa imbalan uang hanya bisa dilakukan bila ada gairah dalam hatinya. Ini penilaian berdasarkan titik input. Seperti halnya bila seorang berprofesi sebagai pendeta kita lebih setuju bila menyebut dirinya berkarya karena menjadi pendeta adalah panggilan. Tetapi saya lebih suka menelisik motivasi dari titik output.
Di titik output inilah kesungguhan hati seseorang dalam menulis artikel bisa ditengarai. Walau salah eja bukan kesalahan yang signifikan, ia tidak mau itu terjadi dalam artikelnya. Walau koneksi antarparagrap banyak yang mengabaikannya, ia tidak mau melakukannya. Baginya, ia menulis bukan saja untuk para pembacanya, tetapi juga untuk Tuhannya.
Di titik output inilah para pendeta ditelisik motivasi dasarnya oleh jemaatnya. Biar berulang kali di atas mimbar ia menuturkan kesaksian bagaimana Tuhan memanggilnya sambil berurai air mata, jemaat sulit memercayainya bila ia tak lagi mau keluar rumah pada malam hari untuk menemani jemaatnya yang akan dideportasi ke surga.
Uang itu penting untuk motivasi awal. Itulah yang membuat saya pernah mau meringkas buku-buku yang disodorkan oleh seorang pengusaha sukses yang ingin mengambil S2 Teologi. Bagaimana tidak menggoda bila meringkas 1 buku tebal atau pendek menjadi 20 halaman disediakan uang 250 ribu rupiah? Saya mendapatkan bacaan gratis sekaligus 1 juta rupiah setiap minggu. Tetapi ketika ia menyodorkan setumpuk buku dasar teologi, saya tahu inilah titik perhentian. Meringkas buku-buku ini tidak berbeda dengan memotong-motong Alkitab. Saya senang uang. Tetapi saya selalu berusaha tidak menyingkirkan Tuhan dari pekerjaan yang sedang saya lakukan karena meyakini Tuhanlah yang memberi saya pekerjaan itu.
Selama kita bisa melihat Tuhan dalam pekerjaan kita, tirai batas antara bekerja dan berkarya telah terkoyak.
Salam.
P' Purnomo
Ehm... Ehm...
Pak Pur, boleh ga explain comment Pak Pur diatas with more simply for Min?
Thx a Lot, Pak Pur.
^-^
Menikmati aroma Minmerry
Tulisan Libe dan komen saya bila diringkas bisa menjadi sebuah kalimat sederhana: mari mencintai pekerjaan kita. Libe menunjukkan bagaimana kita bisa mencintainya, yaitu dengan mengetahui manfaat pekerjaan kita bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
Saya ambil contoh waiter kedai kopi di Indonesia. Bila ia bekerja karena melihat manfaatnya bagi diri sendiri, yaitu mendapat honor/gaji, maka ia akan bekerja sesuai jobdes-nya. Itu bukan berkarya, kata Libe. Tetapi bila ia juga membuat pekerjaannya bermanfaat bagi orang lain, yang tidak saja butuh membeli minuman tetapi juga ingin menikmati suasana kedai kopi itu untuk mengurangi kelelahan jiwanya, apa yang dilakukannya? Ia menyapa pelanggannya by name. Ia tahu apa yang harus disajikan sebelum pelanggan memesannya. Bahkan, ketika melihat pelanggannya hanya memandangi cangkir kopi di depannya, ia akan mendekat dan setidaknya menyodorkan koran pagi. Ia tidak berpikir itu tidak ada dalam daftar jobdesnya ketika menolong pelanggannya membelikan meterai di warung sebelah. Keakraban ini pernah saya rasakan di sebuah kedai kopi di daerah pecinan kota Padang. Selama tinggal di kota ini saya tak pernah pergi ke kedai kopi lain.
Extra job Ini dikerjakan tanpa ia mendapat tambahan gaji. Namun ia mendapat sesuatu which much more than money. We call it kepuasan jiwa. Ia tahu ada orang-orang yang butuh kehadirannya di kedai kopi itu. Not for just a cup of coffee which they can buy anywhere, but for a pure friendship, a shoulder to lean, an ear to listen to their sighing, a hand to hold, a gentle touch on wounded heart. Mengetahui eksistensi kita dibutuhkan oleh orang lain, akan membuat kita makin mencintai pekerjaan kita.
Tetapi Min tak perlu menutup kedai Double Esspresso untuk menguji apakah kehadiran Min dibutuhkan. Setiap kedai itu buka, saya diam-diam masuk dan duduk di pojok untuk menghirup aroma Min yang berkhasiat menyegarkan semangat. Kok aroma Min? Karena bila saya hanya bisa menikmati aroma kopi, Min baru sampai ke tingkat bekerja. Tetapi bila aroma Min juga bisa dinikmati – seperti rumusan Libe – Min telah sampai ke tingkat berkarya di mana seluruh pribadi Min telah menyatu dengan apa yang Min kerjakan. Inilah yang saya maksud dengan “di titik output”. Meminjam jargon Clara Anita, Min memakai cobek bukan blender. Kalau pakai cobek bukankah dapat dipastikan apa yang diolah Min juga bercampur tetesan keringat? Jadi, saya menulis tanpa ragu frase ‘menikmati aroma Min’.
Salam.
P Pur
Pengalaman yang dalam dan memang seperti itulah yang sering terjadi. Laporan menjadi sesuatu yang menyebalkan bagi banyak orang karena banyak sistem yang justru mengabaikan laporan yang sudah dibuat. Akhirnya mereka tidak tahu kegunaan laporan mereka lalu malaslah mereka untuk mengerjakan laporan tersebut. Berapa banyak laporan yang ada tetapi justru tidak digunakan maksimal? Hanya menjadi tumpukan dokumen?
Thanks atas sharingnya.
Small thing,deep impact
Kepuasan Bekerja
SLS nulis:
"...Jarang saya temukan orang menggebu-gebu menceritakan pekerjaannya kecuali memang dia baru bekerja disana..."
Setuju bung Libe, saya juga sering diingatkan seperti ini. Konsekuensinya, bekerjalah untuk Tuhan, karena kalau bekerja untuk memuaskan diri, tidak mungkin kesampaian... :)
Ecclesiastes 3:12-13
I know that there is nothing better for men than to be happy and do good while they live. That everyone may eat and drink, and find satisfaction in all his toil—this is the gift of God.
ayatnya?
setuju sdr Rusdy, bekerjalah untuk seperti untuk Tuhan,
ayatnya dimana yaaa...?
tapi kalo sudah gitu,
pokoknya pasti jadi memberikan yang terbaik dech...
___________________________
giVe tHank’s wiTh gReaTfull heArt
www.antisehat.com