Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Bagaimana milioner hidup ? bagian 1

Sri Libe Suryapusoro's picture

Beberapa hari yang lalu, ketika saya ke Semarang, saya terlibat pembicaraan dengan beberapa teman. Temannya tentang seorang milioner. Siapakah seorang milinoner itu? Pertanyaan tersebut saya tanyakan ke beberapa teman. Walaupun mereka berasal dari keadaan yang berbeda-beda tetapi mereka menjawab dengan jawaban sama: mereka yang mempunyai uang banyak sekali. Jadi bagaimana supaya menjadi seorang milioner? Pertannyaan lanjutan yang saya ajukan. Jawabannya pun nyaris sama, mempunyai pendapatan yang besar, tinggal di rumah yang mewah, memiliki mobil dan hidup berkelimpahan.
Bagaimana dengan Anda? Apakah memiliki pendapat yang sama dengan teman-teman saya? Sebenarnya saya memiliki pendapat yang sama dengan mereka. Ketika mendengar kata milioner saya pun terbayang uang yang menumpuk di bank, bermilyar-milyar jumlahnya. Saya teringat orang-orang terkaya di dunia seperti Bill Gates atau olehragawan yang kaya seperti David Beckham. Mereka memiliki pendapatan yang luar biasa besarnya. Tetapi pandangan saya berubah ketika saya membaca buku The Millionaire Next Door (Milioner tetangga kita) karangan Thomas J. Stanley dan Willam D. Danko. Buku ini berdasarkan penelitian selama lebih dari dua puluh tahun dengan responden lebih dari sebelas ribu. Tentu penelitian tersebut merupakan bukti bahwa apa yang dinyatakan buku ini benar.
Milioner tidak didefinisikan dengan penghasilan lebih dari 100 juta misalnya. Tetapi milioner lebih ke berapa lama orang tersebut bisa hidup dengan harta yang mereka miliki tetapi mereka tidak lagi bekerja. Perhitungan yang dilakukan sederhana. Rumusnya adalah sebagai berikut:
(Umur x gaji satu tahun)/10
apakah harta yang kita miliki lebih besar dari hitungan tersebut?
Sebagai contoh Amir berumur 30 tahun. Penghasilannya satu bulan sebesar 2 juta. Jadi Amir akan dianggap milioner jika harta yang dia miliki lebih dari 30 x 2 juta x 12 / 10 atau 72 juta. Harta disini adalah sejumlah barang atau uang yang Amir miliki tetapi bukan pemberian atau warisan dari orang lain. Mengapa dengan hanya memiliki 72 juta Amir bisa dibilang milioner? Biaya hidup Amir kurang dari dua juta sehingga dengan uang tersebut dia bisa hidup selama tiga tahun tanpa bekerja. Definisi baru ini membuat saya sadar, bahwa milioner tidak hanya tergantung dengan harta yang saya miliki tetapi juga seberapa besar biaya hidup saya.
Dalam buku tersebut pun dituliskan tentang tujuh ciri khas seorang milioner.
1. Mereka hidup dibawah kemampuan mereka.
Kecenderungan orang akan menaikan pengeluarannya jika penghasilannya meningkat. Coba saja Anda amati dalam hidup Anda, jika ada penghasilan tambahan apakah yang akan Anda lakukan? Beberapa orang membeli baju baru, nonton di bioskop, makan di tempat yang mahal dan sebagainya. Baju pun tidak mau lagi menggunakan baju yang murah. Biaya hidup semakin meningkat bahkan tidak ada peningkatan dalam tabungan. Jika itu terjadi dalam diri Anda maka Anda tidak akan pernah menjadi milioner.
Mereka yang menjadi milioner bersikap sederhana. Mereka membeli rumah bukan di perumahan mewah. Karena posisi rumah menentukan gaya hidup dan bisa menyebabkan hidup diatas kemampuan mereka. Bayangkan kalau kita hidup di perumahan mewah. Disana tetangga memiliki mobil yang bagus maka malu buat kita ketika mobil kita sudah berumur lima tahun. Para tetangga mengecat rumahnya maka kita berusaha melakukan juga. Iuran di lingkungan tersebut juga lebih mahal. Ada untuk keamanan, sampah, pak RT atau iuran lainnya yang besarnya sampai lebih dari seratus ribu (padahal di lingkungan saya cuma tiga ribu lima ratus). Lokasi rumah kita sangat menentukan gaya hidup kita begitu pula teman-teman kita.
Bayangkan saja jika Anda berteman dengan orang yang gaya hidup mewah, bisa dibayangkan berapa banyak pengeluaran yang terpaksa Anda keluarkan. Ketika diajak makan siang bersama maka Anda akan meluncur ke tempat makan yang cukup mahal. Ketika diajak berjalan-jalan pun kita akan menghabiskan banyak uang. Seorang yang benar-benar milioner justru tidak terlalu terbawa gaya hidup teman-temannya. Saya sangat bersyukur karena memiliki teman-teman yang gaya hidupnya sederhana. Saya memang sengaja menghindari orang-orang tertentu karena gaya hidup mereka.
2. Mereka mengalokasikan waktu, energi, dan uang mereka secara efisien, dalam cara yang kondusif untuk mengumpulkan kekayaan. Kebanyakan dari mereka yang kaya akan memilih tempat investasi dengan sangat selektif. Tujuannya supaya kedepannya dia tidak perlu lagi menghabiskan waktu untuk mengontrol atau terlibat dalam bisnis tersebut. Ketika melihat suatu bisnis mereka akan mengevaluasi terlebih dahulu. Mereka tidak tergiur dengan pernyataan cepat kaya atau keuntungan besar. Bahkan mereka melakukan wawancara khusus atau mengiklankan ke surat kabar supaya mereka bisa berinvestasi dengan aman. Susah diawal tetapi akan aman di kemudian hari. Dia sudah tidak perlu lagi menghabiskan energi dan waktunya dimasa yang akan datang.
Saat ini di Indonesia banyak sekali orang yang tertipu dalam investasi. Mereka tidak selektif di awal dan sangat tergoda dengan keuntungan besar yang berujung pada penipuan. Investasi dengan janji bunga 20% setiap bulan misalnya. Sang pemilik perusahaan menepati janjinya di bulan-bulan pertama tetapi tidak lama kemudia segera melarikan uang mereka. Akhirnya mereka kehabisan energi, waktu dan uang mereka karena janji-janji yang tidak ditepati. Mereka mengurus ke kepolisian, pengadilan, atau mencari pemilik perusahaan.
3. Mereka percaya bahwa kemerdekaan dalam keuangan lebih penting daripada memamerkan status social yang tinggi.
Saya mengenal orang-orang yang mengandalkan status social yang tinggi. Mereka tidak mau menggunakan motor yang biasa-biasa, inginnya yang wah. Begitu juga dengan jam tangan, baju, sepatu dan benda-benda lainnya. Merka sering menggunakan kartu kredit, memiliki lebih dari satu dengan harapan bisa pinjam uang lebih banyak lagi. Padahal batas kartu kredit dibuat berdasarkan penghasilan bulanan kita. Jika seharusnya memiliki batas 6 juta dan Anda menaikan dengan cara memanipulasi data menjadi 10 juta maka Anda tidak akan bisa membayar angsuran. Begitulah orang-orang yang mementingkan status social tinggi itu hidup. Tidak lama kemudian, mereka bekerja untuk membayar hutang dan angsurannya. Dia tidak merdeka secara keuangan. Bayangkan kalau suatu hari dia dipecat dari pekerjaannya, apa yang akan terjadi? Bob Sadino tampil dengan sangat sederhana. Bayangkan saja dia kemana-mana dengan menggunakan celana pendek. Atau kalau kitalihat orang terkaya Bill Gates. Waktu awal dia menjadi milioner, dia masih naik pesawat di kelas ekonomi. Dia tidak malu dan tidak mengutamakan statusnya.
Tetapi bagaimana dengan Donald Trump? Tentu Anda mengenal orang yang satu ini. Dia mengajarkan tentang pentingnya status social supaya bisa memiliki bisnis yang bagus. Ketika dia masih miskin dia bergaya jadi orang kaya bahkan mendaftar ke klub orang kaya dengan tujuan mendapatkan bisnis dari mereka. Trump memulai pekerjaan pertamanya dari koneksi tersebut. Dia rela hidup di tempat yang kumuh supaya bisa membayar biaya anggota di klub kaya tersebut. Sampai sekarang pun Trump masih mengutamakan status social yang tinggi. Lihat saja dia datang dengan helicopter atau mobil limosin yang wah.
Tetapi banyak diantara mereka yang mengutamakan status social tersebut yang akhirnya terlilit utang. Mereka berhutang untuk membeli mobil, dirinya memiliki empat mobil dan sering berganti-ganti mobil. Tujuannya supaya kelihatan memiliki status social tinggi. Akibatnya dia tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya. Bukan bisnis baru yang ia peroleh tetapi hutang baru yang semakin hari semakin menumpuk. Akhirnya dia sendiri harus kehilangan rumah dan harta lainnya. Pilihan pada Anda, ingin seperti apa Anda hidup? Apakah seperti Trump dengan resiko menghadapi kegagalan yang sangat besar? Atau seperti kebanyakan milioner hidup yaitu mengutamakan kemerdekaan financial daripada status social?
Sebenarnya masih ada empat hal lagi yang akan saya bahas di bab berikutnya.

__________________

Small thing,deep impact