Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Bab 5: Hanya Melalui Anugerah (Sola Gratia)

Denny Teguh S-GRII Andhika's picture

Bab 5
Hanya Melalui Anugerah (Sola Gratia)

 

 

Keunikan ketiga dari theologi Reformed adalah konsep Sola Gratia yaitu segala sesuatu hanya melalui anugerah Allah. Prinsip ini pertama kali ditegakkan oleh Dr. Martin Luther, reformator gereja besar dari Jerman. Pengertian integratif akan Alkitab membuat kita lebih mengerti kedahsyatan anugerah Allah. Mari kita akan mempelajarinya satu per satu dari Perjanjian Baru.

Rasul Paulus di Surat Roma 3:23-24 memaparkan, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Di sini, Paulus memaparkan realita universalitas dosa (baca mulai ayat 9) menuju pada kesimpulan di ayat 23, di mana semua manusia (tanpa kecuali) telah berbuat dosa dan tidak mencukupi kemuliaan Allah (diterjemahkan dari Alkitab bahasa Inggris). Tetapi apakah berhenti sampai keberdosaan manusia? TIDAK. Paulus melanjutkan di ayat 24 bahwa manusia yang berdosa tidak mungkin menemukan jalan keluarnya, sehingga oleh kasih karunia saja manusia yang berdosa bisa dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan di dalam Kristus. Di ayat 24, Paulus mengulang konsep anugerah dengan pernyataan “oleh kasih karunia” dan “dengan cuma-cuma” (KJV: freely; arti: dengan bebas). Penekanan dua kali oleh Paulus jelas membuktikan bahwa keselamatan kita murni adalah anugerah Allah dan tidak ada sedikit pun jasa baik manusia! Hal ini ditunjukkan dengan jelas oleh Paulus di ayat 27 tentang dibenarkan melalui anugerah Allah di dalam iman kepada Kristus, “Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman!”

Bukan hanya kepada jemaat di Roma, Paulus juga mengajar konsep serupa kepada jemaat di Efesus. Bacalah Efesus 1:7, “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya,” Kata “kasih karunia” di dalam ayat 7 menggunakan bahasa Yunani yang sama dengan Roma 3:24. Mulai ayat 3 di pasal 1 ini, Paulus mengajarkan tentang doktrin Allah yang telah memilih manusia sebelum dunia dijadikan, lalu sampai pada ayat 7, ia menguraikan bahwa umat pilihan-Nya mendapatkan pembenaran dan penebusan hanya melalui anugerah Allah di dalam penebusan Kristus di kayu salib. Hal serupa diajarkan Paulus di Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Efesus 2 dimulai dari ayat 1-7 yang menceritakan keberdosaan manusia, lalu diakhiri dengan jalan keluar dari pihak Allah terhadap keberdosaan manusia, yaitu melalui anugerah saja, umat-Nya diselamatkan oleh iman. Apakah tanpa adanya kata “hanya” di ayat ini tidak cukup jelas mengajarkan kita bahwa manusia itu berdosa dan hanya melalui anugerah-Nya kita diselamatkan? Apakah kurang jelas juga penjelasan Paulus di ayat 9 di Efesus 2 bahwa manusia yang dibenarkan BUKAN hasil pekerjaan orang percaya, sehingga mereka tidak perlu memegahkan diri.

Kepada anak rohaninya, Timotius, Paulus mengajarkan, “Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku-- aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman. Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus.” (1Tim. 1:12-14) Anugerah Allah saja yang telah menarik Paulus dari kesesatan dan kebutaan rohaninya dahulu kembali kepada jalan yang benar di dalam Kristus.

Kepada Titus, Paulus juga mengajarkan hal yang sama, “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata.” (Tit. 2:11) Sementara ini, kita tidak akan membahas penggunaan kata “semua” di ayat ini yang bisa membuat rancu dan salah tafsir. Kembali, kepada Titus, Paulus mengajar bahwa manusia (umat pilihan-Nya) diselamatkan hanya melalui kasih karunia Allah. Meskipun tidak ada kata “hanya” di ayat ini, tetapi hal ini sudah nyata baik dari konteks pengajaran Paulus kepada Titus maupun secara integratif dari pengajaran Paulus serupa di Surat Roma, Efesus, dll.

 

Kita telah menyelidiki empat bagian dari Alkitab tentang doktrin hanya melalui anugerah Allah saja. Apa signifikansinya bagi kita?
1.  Anugerah Allah berbicara mengenai Allah sebagai Sumber
Ketika Firman Tuhan berkata bahwa manusia diselamatkan dan dibenarkan melalui anugerah Allah, itu berarti Allah itu sebagai Sumber Keselamatan sejati. Artinya, Dia yang menyediakan keselamatan itu bagi umat pilihan-Nya. Untuk menyediakan keselamatan itu, Dia telah memilih beberapa orang untuk menjadi anak-anak-Nya yang menerima anugerah keselamatan itu melalui Roh Kudus (Ef. 1:4-6; 1Ptr. 1:2). Selain sebagai Sumber, Allah juga sebagai Pribadi yang berinisiatif aktif menyelamatkan umat pilihan-Nya yang telah berdosa itu. Sebagai Inisiator keselamatan, Allah TIDAK perlu menunggu respon manusia berdosa, baru Ia menyelamatkan. Jika “Allah” bertindak seperti itu, berarti Allah bukan Sumber dan Inisiator keselamatan, tetapi Allah pasif terhadap keselamatan. Sebaliknya, yang benar, Allah bertindak aktif menyelamatkan umat-Nya bahkan ketika umat-Nya masih berdosa (Rm. 5:8). Mengapa Allah menyelamatkan manusia? Karena Ia menciptakan mereka segambar dan serupa dengan-Nya, tetapi dosa telah merusakkan segalanya. Oleh karena itu, Ia memulihkan gambar-Nya yang telah dirusak oleh dosa itu di dalam diri umat pilihan-Nya. Apakah anugerah Allah ini hanya berlaku di dalam hal keselamatan? Tidak. Anugerah Allah berlaku bagi seluruh kehidupan kita. Kalau kita hari ini bisa hidup, bernafas, bahkan telah menerima berkat Firman yang kita baca setiap hari, itu merupakan anugerah Allah yang tidak terbatas, sehingga kita patut bersyukur. Bukan hanya bersyukur, kita pun harus menyebarkan dan menyaksikan anugerah Allah itu di dalam kehidupan kita sehari-hari. Caranya adalah dengan menyaksikan Injil Kristus di dalam kehidupan kita baik melalui pemberitaan Injil, pelayanan di gereja, maupun di dalam pekerjaan/kehidupan kita sehari-hari. Artinya, kita mewartakan anugerah Allah itu dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya Sumber sejati di dalam segala sesuatu. Itulah yang dipaparkan oleh Pdt. Sutjipto Subeno sebagai men-Tuhan-kan Kristus. Beliau menuturkan bahwa banyak orang Kristen hanya mengakui sebagai Kristus sebagai Juruselamat, tetapi melupakan bahwa Ia adalah Tuhan dan Pemerintah hidup kita. Dengan menjadikan anugerah Allah di dalam Kristus sebagai sumber, berarti kita men-Tuhan-kan Kristus atau menjadikan Kristus sebagai Pusat yang harus dijadikan Objek penyembahan semua manusia.

Begitu juga dengan spiritualitas dan konsep pelayanan kita. Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S. di dalam salah satu sesi tentang konsep pelayanan di National Reformed Evangelical Convention (NREC) pernah memaparkan apa bedanya konsep pelayanan Reformed dengan Arminian. Konsep pelayanan Reformed adalah pelayanan karena anugerah Allah, sedangkan konsep pelayanan menurut Arminian adalah pelayanan karena jasa baik (kehendak bebas) manusia. Di dalam theologi Reformed, kami percaya bahwa pelayanan kepada Tuhan adalah respon ucapan syukur kita setelah diselamatkan (bukan untuk diselamatkan atau supaya tidak murtad—seperti pandangan Katolik Roma dan Arminian). Sehingga kalau segala pelayanan kita karena anugerah Allah, berarti di dalam pelayanan, tidak ada lagi tempat bagi ambisi pribadi di dalamnya. Di dalam sejarah gereja, kita mendapati masih adanya ambisi pribadi di dalam gereja. Di zaman Abad Pertengahan, Pdt. Billy Kristanto menceritakan adanya perebutan kekuasaan Paus di Gereja Katolik Roma. Luar biasa, pemimpin gereja bisa berebut kekuasaan. Bukan hanya di zaman dahulu, di zaman sekarang, hal ini terulang kembali. Gereja saling berebut jemaat untuk memperkaya diri, bahkan dengan cara-cara yang tidak etis. Konsep pelayanan ini jelas bukan yang diajarkan Alkitab. Berkali-kali, Paulus mengatakan bahwa hanya melalui anugerah Allah, ia boleh melayani-Nya. Sehingga Paulus tidak pernah berambisi menyaingi Petrus, Yohanes, dll. Perhatikanlah apa yang dipaparkan Paulus di 1Kor. 3:6, “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan.” Paulus juga mengajarkan tentang konsep satu tubuh di dalam Kristus yang saling menolong dan melayani bersama di dalam Kristus (baca: 1Kor. 12). Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengajar satu prinsip yang indah bahwa tidak ada orang yang datang untuk membantu Tuhan, tetapi semua orang pilihan datang untuk melayani dan belajar bersama di dalam pekerjaan Tuhan. Tuhan tidak perlu dibantu manusia, Ia bisa mengerjakan sendiri, tetapi ketika Ia mengizinkan manusia pilihan-Nya melayani-Nya, itu adalah semata-mata anugerah Allah. Sudahkah kita melayani Allah dengan konsep anugerah, bukan dengan konsep ambisi pribadi?

 

2. Anugerah Allah berbicara mengenai ketidaklayakan manusia
Di sisi negatif, anugerah Allah membukakan kepada kita realita bahwa manusia itu sebenarnya tidak layak. Di dalam keselamatan, berkali-kali Paulus mengajar bahwa umat pilihan dibenarkan dan diselamatkan BUKAN karena perbuatan baik yang mereka kerjakan, tetapi hanya melalui anugerah Allah di dalam iman kepada penebusan Kristus (baca: Rm. 3:27; Ef. 2:8-9). Mengapa Allah yang menyelamatkan manusia tidak melihat jasa baik manusia? Karena jasa baik manusia itu dipandang sia-sia oleh Allah. Dari Perjanjian Lama, kita belajar banyak hal tentang standar Allah tentang kekudusan dan kebenaran (kebenaran/truth dan kebenaran-keadilan/righteousness). Allah tidak segan-segan mengatakan Israel munafik karena mereka pura-pura beribadah kepada Allah, tetapi hati mereka busuk. Tuhan Yesus sendiri di dalam Injil Matius 23 dengan keras menuding kemunafikan para ahli Taurat dan orang Farisi. Itu semua mengajarkan bahwa manusia dengan kesalehannya sendiri tidak mungkin bisa melepaskan diri dari kuasa dosa.

Di dalam kehidupan rohani dan pelayanan kita, biarlah konsep ini menjadi pelajaran berharga. Ketika kita mau melayani Tuhan baik di gereja maupun di dunia sekuler, kita harus ingat satu prinsip: kita tidak layak. Dunia akan segera melawan konsep yang Alkitab ajarkan ini. Terlalu banyak tawaran dunia mengancam Kekristenan kita terutama dari psikologi yang ditambah Gerakan Zaman Baru lalu mengajarkan prinsip-prinsip bahwa jangan pernah membicarakan diri ini tidak layak, tetapi bicarakanlah dan doronglah orang dengan kata-kata positif, misalnya, “Kamu bisa”, “Kamu dahsyat”, dll (berpikir positif). Tidak heran, di dunia postmodern, muncullah pikiran-pikiran bahwa yang kita pikirkan itu yang kita dapat. Di dunia sekuler, kita juga sering mendengar, “Di mana ada kemauan, di situ ada jalan”. Semuanya mengajarkan bahwa asal kita ada keinginan, semua pasti berhasil. Yang lebih celaka, pelatihan seperti ini diimpor dan diajarkan oleh/di gereja. Hal ini juga diadopsi di dalam konsep pelayanan “Kristen”. Kita mendapati banyak orang Kristen yang melayani dengan konsep kehebatan diri, membantu sini sana, berfasih lidah di dalam berkhotbah, pintar dalam organisasi, dll, sehingga yang ditonjolkan di dalam pelayanan adalah dirinya yang hebat. Benarkah ajaran demikian? TIDAK. Inilah realita dunia kita yang tidak mau menerima realita negatif. Kekristenan yang beres tidak boleh mengikuti apa kata dunia, tetapi apa kata Alkitab. Realita negatif yang mengajarkan bahwa kita ini tidak layak bukan dengan tujuan melemahkan kita, tetapi berfungsi dua hal: pertama, untuk menyadarkan realita kita yang sebenarnya yaitu benar-benar tidak layak, karena kita telah berdosa dan rusak total, sekaligus, kedua, untuk mendorong kita tidak berfokus pada kehebatan diri kita, tetapi kepada Allah yang memimpin kita di dalam melayani-Nya. Dengan semakin memandang ketidaklayakan kita, kita semakin terus bergantung mutlak/penuh (total surrender) kepada-Nya.

__________________

“Without knowledge of self there is no knowledge of God”

(Dr. John Calvin, Institutes of the Christian Religion, Book I, Chapter I, Part 1, p. 35)

anakpatirsa's picture

BAB Tegus vs BAB JF

Dulu kukira BAB-nya teguh sama seperti BAB-nya JF, ternyata beda.