Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Aku jadi Orang Bijak

Purnawan Kristanto's picture

Sehari sebelum batas akhir penyerahan Laporan SPT, saya mengurus pajak ke Kantor Pajak Pratama (KPP) Klaten, bersama isteri. Ini adalah pengalaman pertama sejak kami menjadi makhluk di Indonesia yang ber-NPWP dengan memanfaatkan sunset policy 2008. Isteri saya lebih dulu mengurus NPWP karena semua pendeta di lingkungan GKI harus ber-NPWP. Saya memutuskan untuk mengikut isteri saja, karena untuk satu keluarga dimungkinkan untuk memiliki satu NPWP saja.

Akan tetapi kemudian datang surat dari penerbit Andi yang meminta nomor NPWP saya. Jika tidak punya, maka mereka akan memotong royalti yang saya terima sebesar 30 persen! Maka saya memutuskan untuk mengurus NPWP sendiri. Proses pengurusannya sangat mudah. Tidak sampai setengah jam dan tidak berbelit-belit.
Usai mendapat NPWP muncul persoalan baru. Kami kebingungan apa yang harus kami lakukan selanjutnya. Ketika mendaftar, petugas pajak memberitahu bahwa setiap bulan kami harus mengisi Surat Setoran Pajak. "Tidak boleh terlambat!" tandas petugas, "Soalnya Anda bisa kena denda."
Bulan Januari, Februari dan Maret kami lalui dengan perasaan cemas karena kami belum mengisi dan menyetor pajak. Kami lalu bertanya kesana-sini, tapi informasinya simpang siur. Istri saya malah mengikuti cara pengisian formulir SPT, tapi dia malah tambah bingung. Contohnya masih ada silang pendapat tentang formulir mana yang harus diisi: Apakah formulir 1770 (tanpa kode S) atau 1770 S. Ada satu pendeta yang mengisi menggunakan formulir 1770, ternyata diterima oleh kantor pajak. Sementara pendeta yang lain mengisi dengan formulir 1770 S, dan itu juga diperbolehkan.
Saya pun juga tak kalah bingungnya. Ketika mendaftar, saya dikenai PPh pasal 25 dan 29. Saya tidak tahu ini apa artinya. Saya memutuskan untuk mengisi formulir di kantor pajak saja karena di sana disediakan petugas konsultan untuk mengisi pajak. Pukul 10.00 kami memacu sepeda motor ke kantor pajak meski sebenarnya masih mengantuk. Semalaman kami tidak bisa tidur nyenyak karena menempuh perjalanan pulang dari Malang menggunakan mobil travel.
Kami mendatangi petugas pajak yang duduk di belakang meja memanjang di bawah tenda yang dididirkan di depan kantor pajak. Setelah 10 menit menunggu, saya mendapat giliran untuk menyerahkan SPT. Dengan panduan dari petugas, saya mengisi menggunakan formulir 1770 (tanpa S). Tak lupa saya tunjukkan surat bukti pemotongan pajak yang telah dilakukan oleh penerbit atas royalty yang saya terima. Setelah dihitung-hitung, ternyata hasilnya NIHIL. Artinya, saya tidak perlu menyetor pajak lagi karena sudah dipotong oleh pihak lain. Saya bahkan berhak mendapatkan lebih bayar atau pengembalian pajak.
"Kalau Bapak menggunakan formulir 1770, Bapak mendapat pengembalian pajak," kata petugas, "tapi prosesnya agak ribet. Nanti akan ada pemeriksaan dari petugas pajak."
"Apa saja yang diperiksa?" tanya saya, "Apakah kebenaran laporan SPT ini?"
"Tidak hanya laporan saja, "jawab petugas pajak," tetapi petugas juga akan memeriksa pembukuan, rekening koran dan harta kekayaan bapak."
Saya sebenarnya tidak keberatan jika diadakan pemeriksaan karena harta dan tabungan saya juga tidak banyak. Namun saya kemudian membayangkan prosesnya yang mungkin agak ribet. Saya lalu ingat untuk mengklaim dana pensiun saja, prosesnya bisa berbulan-bulan karena urusannya sampai ke Jakarta. Nilai uang yang akan dikembalikan mungkin tidak seberapa, tapi waktu, pikiran dan perasaan yang tersita untuk menjalani proses itu mungkin jauh lebih besar.
"Apa ada alternatifnya?" tanya saya.
"Bapa mengisi menggunakan formulir 1770 S saja," saran mereka, "dengan begitu, laporan Bapak akan nihil."
Saya setuju. Dengan bantuan petugas, maka saya mengisi formulir itu. Tidak sampai 15 menit prosesnya selesai. Saya lalu melirik di meja sebelah. Istri saya ternyata belum selesai mengisi formulir. Rupanya ada perdebatan kecil antara dia dengan petugas tentang jenis formulir yang harus diisi.
Menurut istri saya, pendeta-pendeta yang lain menggunakan formulir 1770. Sedangkan menurut petugas, formulir 1770 itu untuk wajib pajak yang tidak punya penghasilan tetap. Padahal isteri saya punya penghasilan tetap. Untuk itu harus menggunakan formulir 1770 S, tapi nilai pajak yang harus dibayarkan sangat besar.
"Sudahlah, kamu gunakan cara yang benar saja, "kata saya, "jadilah teladan dengan membayar pajak dengan benar." Dia menuruti saran saya dan berjanji untuk datang lagi keesokan hari.
***
Pada hari terakhir penyerahan SPT, kami kembali datang ke kantor pajak untuk mengurus laporan SPT istri. Yang pertama dilakukan, kami harus membayar pajak terhutang dulu di Bank BRI. Antrenya ternyata sangat banyak karena hari ini adalah hari terakhir. Saya sebenarnya sudah menyarankan untuk membayar di kantor pos saja yang letaknya di sebelah tempat tinggal kami, tapi istri saya menolaknya saran itu. Akibatnya kami harus menunggu antrean selama tiga jam lebih. Capek, bete, bosan, kesal, kemrungsung, lapar, haus itulah perasaan kami selama menunggu antrean membayar pajak ke bank. Itu masih ditambah perasaan bingung dan panik karena saya kehilangan kunci sepeda motor. Untungnya, kunci itu ditemukan seseorang dan diserahkan ke pos satpam.
Akhirnya, hari ini kami sudah menjadi orang yang bijak, sebab kata Kantor pajak "Orang Bijak, Taat Pajak". Saya teringat ucapan mas Arie Saptaji. Waktu itu saya tanya, kalau kita golput itu berdosa atau tidak? Dengan diplomatis mas Arie menjawab, kewajiban kita pada negara adalah membayar pajak.

 

***

[Untuk melihat video klip suasana penyerahan SPT di KPP Klaten tanggal 30 Maret 2009, silakan klik di sini]

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Debu tanah's picture

@ Purnawan, waktunya mepet

Hehehe ada kawan nih Pak Pur, ternyata bukan saya saja yang ngisi SPT waktunya mepet begitu.

Saya baru ngisi SPT kemarin tanggal 31, saya tidak ngantar langsung ke kantor pajak, tapi diposkan saja. Soalnya tahun lalu pernah langsung ke kantor pajak, tapi antre nya bukan main. Satpamnya malah nganjurkan di kirim lewat pos saja. Gak tau kalo terlambat nyampe didenda 100 rb ya?

Tapi saya sih sudah dibayarin kantor tempat kerja jadi tinggal ngisi2 doang. Kantor saya pun bayar pajaknya juga mepet tanggal 30 Maret!

Tapi kalo boleh jujur, kita diberi waktu 3 bulan lho buat ngisi SPT pajak tahun lalu, tapi kenapa ngisinya hari-hari terakhir ya?

Dasar orang Indonesia ! Hehehe...

__________________

Debu tanah kembali menjadi debu tanah...

Purnawan Kristanto's picture

Saya baru tahu kalau SPT

Saya baru tahu kalau SPT bisa dikirim via pos. Saya dan istri sengaja datang ke kenator pajak untuk memastikan apa yang kami lakukan sudah benar. Maklum ini yang pertama sekali dan kami masih buta cara mengisinya.

Sekarang sudah bisa tidur nyenyak.

 


“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”

Wawan

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Debu tanah's picture

@ Pak Pur, kalo sudah tahu..

Kalo di daerah mungkin antrinya tidak banyak ya? Kalo di BEKASI tempat saya,  antre nya luar biasa, parkir aja susah! Bisa seharian ngurus gitu aja.

SPT memang bisa dikirim via pos. Malah amplop yang digunakan juga amplop yang dari kantor pajak juga kan? Asal sudah tahu cara ngisinya, supaya gak salah.

 

__________________

Debu tanah kembali menjadi debu tanah...

dennis santoso a.k.a nis's picture

masak yah?

masak yah? kalo gitu gue emang hoki... gue ngurus langsung ke KPP Tanah Abang, cuma 10 menit langsung beres :-)

sandman's picture

@deta & pak pur

Saya juga mengisi SPT cuma tanda tangan dan mengisi alamat rumah serta kpp mana saya mengisi npwp, beres semua diatur sama accounting kantor.

Pak pur emang via pos itu enak dan tidak repot harus mengantri, tapi dengan birokrasi seperti di indonesia ini ada baiknya langsung saja datang ke tempat pembayaran.

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________