Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Aborsi: tinjauan alkitabiah dan aplikatif
Pengantar
Ribut soal terbongkarnya praktek aborsi dikalangan pasangan di luar nikah, memantik debat panas: etiskah praktek aborsi itu? Jika etis, dapatkah klinik aborsi beroperasi dengan leluasa? Kalangan agamawan, etikus, para medis, dan para wanita pemilik rahim perlu dipertimbangkan secara cermat pendapatnya. Dengan sengaja saya mengangkat pandangan teologis Norman L. Geisler (2001) tentang Aborsi dan memberikan tanggapan pribadi yang kiranya dapat menjadi masukan bagi siapa saja yang berminat pada soal hidup atau matinya janin yang dikandung seorang wanita. Saya percaya seorang wanita diberi anugerah terbesar oleh Allah sehingga dengan rahimnya, seorang wanita dapat secara pribadi mengalami karya Allah yang ajaib. Kiranya para Kartini modern mengucap syukur atas kodratnya yang mulia saat mengandung, melahirkan dan menyusui.
Tiga sikap dasar
Geisler mengajukan pertanyaan etis: dapatkah dibenarkan untuk mengakhiri kehidupan dalam kandungan melalui aborsi? Pertanyaan sekitar status janin terkait aborsi memunculkan 3 sikap dasar. Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa janin adalah bagian dari tubuh manusia sehingga mereka menyetujui aborsi sesuai permintaan. Kedua, kelompok yang berpendapat bahwa janin itu berpotensi menjadi manusia sehingga mereka menyetujui aborsi dalam situasi tertentu. Dan ketiga, kelompok yang berpendapat bahwa janin itu benar-benar manusia sehingga mereka menolak sama sekali aborsi. Ketiga kelompok ini membangun sikap dasarnya dengan argumentasi alkitabiah maupun ilmiah.
1. Aborsi yang dilakukan kapan saja: Keyakinan bahwa janin itu bagian tubuh manusia
Kelompok pro-aborsi atau ”pro-choice” (kebebasan memilih) memberi tekanan utama pada hak seorang ibu memutuskan apakah dia ingin memiliki bayinya. Seorang wanita tidak dapat dipaksa memiliki anak yang bertentangan dengan keinginannya. Keputusan Pengadilan Tinggi AS (1973) yang mengabulkan permintaan aborsi dalam kasus Doe vs Bolten dan Roe vs Wade dengan alasan hak kebebasan pribadi wanita berlaku melebihi kepentingan Amerika di dalam mengatur aborsi. Akibatnya, aborsi dengan alasan apapun dilegalkan di seluruh 50 negara bagian Amerika Serikat.
Argumentasi alkitabiah yang dibangun berdasarkan Kejadian 2:7, Ayub 34:14-15, Yesaya 57:16, Pengkhotbah 6:3-5 dan Matius 26:24 yang semuanya ditafsirkan janin bukanlah manusia sebab belum dapat bernafas. Argumentasi ilmiahnya: (1) Argumentasi karena kesadaran diri, bahwa bayi hanyalah bagian dari tubuh manusia dan bukan manusia sampai dia memiliki kesadaran diri; (2) Argumentasi karena ketergantungan fisik, bahwa bayi adalah gangguan bagi daerah kekuasaan fisik seorang ibu sehingga seorang ibu berhak mengaborsinya; (3) Argumentasi karena keselamatan sang ibu, bahwa aborsi legal lebih aman dan menyelamatkan ribuan ibu dari kematian dibandingkan aborsi yang dilakukan diam-diam, sembarangan dan tidak bersih; (4) Argumentasi karena siksaan dan penyia-yiaan, bahwa kehamilan yang tidak diinginkan berakibat anak-anak menga-lami penyiksaan dan disia-siakan orang tuanya dan aborsi merupakan solusi efektif; (5) Argumentasi karena cacat, bahwa kemajuan ilmu kedokteran dapat mengidentifikasi sejak dini bayi cacat yang dapat ditolak kelahirannya daripada menjadi beban keluarga dan masyarakat. (6) Argumentasi karena kebebasan pribadi sebagaimana keputusan Pengadilan Tinggi AS yang menghormati hak kebebasan pribadi wanita atas tubuhnya sehingga berhak mengeluarkan seorang bayi yang tidak diinginkan dari rahimnya sama seperti hak mengusir tamu dari rumah. (7) Argumentasi karena pemerkosaan, bahwa mempertahankan kehamilan dalam kondisi terhina akibat perkosaan merupakan sikap tidak bermoral dan wanita tidak harus dipaksa memiliki seorang bayi yang bertentangan dengan kemauannya.
Geisler menilai argumentasi alkitabiah yang memandang janin sebagai bagian dari tubuh manusia sama sekali tidak benar sebagaimana yang dimaksud Alkitab. Nafas tidak dapat menjadi ukuran dimulainya hidup manusia. Kehidupan manusia sudah ada sebelum adanya nafas saat kelahiran, yaitu dari saat pembuahan misalnya, Mazmur 51:7 “dalam dosa aku dikandung ibuku” atau Matius 1:20, “anak yang dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus”. Kelahiran merupakan permulaan kehidupan yang dapat dilihat orang, tetapi bukan permulaan kehidupan itu sendiri sebab seorang ibu dapat merasakan kehidupan dalam kandungannya saat bayi bergerak, kadang bahkan melonjak (Lukas 1:44). Kisah penciptaan Adam adalah kasus unik dan hanya Allah yang memberikan kehidupan bagi manusia dan bagaimana kehidupan diberikan pada saat pembuahan (Kejadian 4:1).
Anak-anak yang mati karena keguguran memang tidak memiliki pengetahuan apapun (Pkh 6:3-5), tetapi bukan berarti mereka bukan manusia. Orang dewasa pun kelak akan mati dan mereka tetap manusia “sebab tidak ada pengetahuan dalam dunia orang mati kemana engkau akan pergi” (Pkh 9:10). Demikian juga bahwa tingkat pengetahuan bukan ukuran menilai bahwa seorang individu itu manusia atau bukan manusia. Kesadaran diri benar belum dimiliki oleh janin, tetapi juga pada mereka yang sedang tidur, koma, anak-anak kecil yang berumur satu setengah tahun maupun mereka yang kurang pendidikannya. Karenanya, kesadaran diri tidak dapat dijadikan patokan untuk tindakan aborsi.
Embrio bagi Geisler, bukanlah suatu perluasan dari sang ibu, sebab setelah 40 hari setelah pembuahan embrio itu sudah memiliki ilham, golongan darah dan sidik jari sendiri. Dan akhirnya, embrio itu hanya “bersarang” di dalam kandungan ibunya. Menyikapi legalisasi aborsi, Geisler berpendapat bahwa legalisasi aborsi justru membunuh jutaan bayi (1.500.000 bayi/tahun) di AS. Aborsi dapat dinilai sebagai bentuk penyiksaan anak yang paling buruk, penyiksaan melalui kematian yang kejam. Data Departemen Pelayanan Kesehatan dan Manusia sejak aborsi dilegalkan tahun 1973 sampai 1982, penyiksaan anak meningkat lebih dari 500 % dan 91 % dari mereka disiksa orang tua yang menginginkan anaknya. Aborsi terhadap janin cacat tidak dapat dibenarkan sebab sama seperti pembunuhan terhadap bayi atau eutanasia karena alasan genetik. Organisasi orang cacat pun tidak menyetujui aborsi terhadap bayi-bayi yang kemungkinan cacat.
Hak kebebasan pribadi, menurut Geisler tidaklah mutlak sebab janin adalah manusia sejak pembuahannya dan aborsi jelas tindak pembunuhan. Aborsi merupakan tindakan lepas tanggung jawab setelah melakukan hubungan seksual bebas sebab “si tamu” datang karena diundang dan diusir karena tidak diinginkan. Benar kita semua menaruh simpati terhadap korban pemerkosaan, tetapi mengaborsi janin jelas tindak pembunuhan. Seharusnya kita menghukum pemerkosa yang bersalah, bukan bayi yang tidak berdosa. Daripada diaborsi, bayi itu lebih baik diadopsi oleh orang lain yang mau merawatnya.
2. Aborsi yang dilakukan sekali-sekali: Keyakinan bahwa janin berpotensi menjadi manusia
Pendapat mereka bahwa sifat manusiawi dari individu berkembang secara ber-angsur-angsur di antara pembuahan dan kelahiran. Janin itu mulai sebagai sesuatu yang mungkin menjadi manusia dan menjadi manusia secara berangsur-angsur. Umumnya, mereka menyukai aborsi untuk menyelamatkan nyawa sang ibu, karena pemerkosaan, incest dan cacat genetik. Argumentasi alkitabiahnya, Keluaran 21:22-23 ditafsirkan bahwa kematian janin karena kecelakaan harganya tidak sebanding dengan kematian sang ibu sebab janin tidak dianggap benar-benar sebagai manusia. Atau, Mazmur 51:7 ditafsirkan bahwa dalam kandungan, janin berdosa dan karena itu janin berpotensi sebagai manusia berdosa. Begitu juga Mazmur 139:13,16 memperlihatkan bahwa janin tidak sepenuhnya manusia karena masih dalam proses “ditenun” dan disebut “belum berbentuk” (bakal anak). Roma 5:12 ditafsirkan bahwa janin hanyalah berpotensial sebagai manusia sebelum dilahirkan dan Ibrani 7:9 ditafsirkan bahwa janin itu hanya secara potensial manusia ketika mereka berada di dalam tubuh sang ibu.
Argumentasi ilmiahnya: (1) Kepribadian manusia berkembang secara berangsur-angsur, karenanya janin hanyalah sesuatu yang berpotensi menjadi manusia; (2) Perkem-bangan manusia saling berhubungan satu sama lain dengan perkembangan fisik, karenanya janin berpotensi menjadi manusia sebab belum lengkap fisiknya sebagai manusia; (3) Analogi dengan makhluk hidup lainnya seperti biji pohon ek atau sebutir telur yang memiliki potensi untuk hidup, karenanya janin memiliki potensi hidup sebagai manusia; (4) Argumentasi legal sebagaimana keputusan Pengadilan Tinggi AS yang mengacu kepada Keempatbelas Amandemen AS yang memberikan hak kewarganegaraan hanya kepada mereka yang sudah dilahirkan dan berarti konstitusi menyatakan secara tidak langsung bahwa bayi yang belum lahir tidak sepenuhnya manusia.
Keluaran 21:22-23 menurut Geisler tidak dapat dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa janin berpotensi sebagai manusia. Tafsiran yang benar bahwa janin yang gugur karena kecelakaan tetaplah seorang manusia yang sama harganya dengan nyawa sang ibu. Mazmur 51:7 harus ditafsir sejak dari pembuahan manusia berdosa dan menjadi bagian dari keturunan Adam yang berdosa. Mazmur 139:13,16, bahwa bayi yang belum terbentuk adalah manusia yang diciptakan Allah dan telah dikenal Allah sebelum dilahirkan. Roma 5: 12 tidak dimaksudkan bahwa janin berpotensi sebagai manusia sebelum dilahirkan, melainkan kita semua terwakili berada di dalam Adam dan bertanggung jawab di dalam dosanya. Ibrani 7:9 sama sekali tidak berbicara tentang embrio manusia, melainkan secara kiasan mau dikatakan persekutuan Lewi dengan Abraham secara iman.
Geisler berpendapat bahwa kepribadian adalah konsep psikologi dan pribadi merupakan sebuah kategori ontologi, karenanya janin adalah pribadi/manusia yang diciptakan Allah yang kelak setelah kelahirannya kepribadiannya akan berkembang seturut pertambahan usianya. Jiwa manusia tetap sama sejak dari pembuahan sampai mengalami perkembangan tubuh sehingga jiwa dapat hadir secara keseluruhan dan komplit. Tidak dapat dibenarkan jika dikatakan bahwa biji buah pohon Ek maupun embrio berpotensi memiliki kehidupan. Biji pohon Ek merupakan satu pohon Ek hidup yang sangat kecil di dalam sebuah tempurung dan embrio adalah seorang manusia kecil yang hidup dengan potensi besar. Keputusan pengadilan Tinggi AS dinilai Geisler keliru sebab dengan jelas konstitusi AS melindungi hak hidup seorang anak yang belum lahir sebagaimana Deklarasi Kemerdekaan (1776) maupun keputusan pengadilan federal (1970) dalam kasus Steinberg vs Brown.
3. Tidak ada aborsi: Keyakinan bahwa janin itu benar-benar manusia.
Argumentasi alkitabiah yang dibangun antara lain: Lukas1:41,44; 2:12,16; Keluaran 21:22 bahwa bayi yang belum dilahirkan disebut anak-anak dan diciptakan Allah (Maz139:13) menurut gambarNya (Kejadian 1:27). Hidup mereka dilindungi undang-undang (Kel 21:22) sama seperti orang dewasa (Kej 9:6). Yesus sendiri menjadi manusia sejak dalam rahim Maria (Mat. 1:20-21; Luk 1:26-27). Secara ilmiah sejak dari pembuahan jenis kelamin pria atau wanita sudah ditentukan dan sesuai dengan kesaksian Alkitab (Kej 1:27). Anak-anak yang belum lahir memiliki karakteristik pribadi seperti dosa (Mazmur 51:5,7) tetapi dikenal dekat dan pribadi oleh Allah (Mzm 1349:15-16; Yer 1:5) bahkan sudah dipanggil Allah sebelum dilahirkan (Kej. 25:22-23; Hak 13:2-7; Yes 49:1,5; Gal 1:15). Anak yang belum lahir disebut secara pribadi dengan kata ganti orang yang sama seperti manusia lainnya (Yer 1:5). Secara ilmiah, bahwa ilmu pengetahuan lewat teknologi kedokteran membuktikan bahwa hidup manusia individual dimulai pada saat pembuahan di mana seluruh informasi genetik ada. Pada saat terjadi pembuahan, ketika sperma laki-laki (23 kromosom) dan sel telur wanita (23 kromosom) bersatu, manusia baru yang kecil yang terdiri dari 46 kromosom muncul dan sejak saat itu sampai kematiannya tidak ada informasi genetik baru yang ditambahkan. Semua yang ditambahkan di antara pembuahan dan kematian adalah makanan, air dan oksigen. Secara sosial, jelas bahwa embrio yang dikandung adalah manusia yang memiliki orang tua manusia. Tindakan aborsi adalah tindakan pembunuhan sama seperti pembunuhan anak bayi atau eutanasia karena melibatkan pasien yang sama, prosedur yang sama dan berakhir dengan hasil yang sama.
Aborsi telah dinyatakan bersalah oleh banyak masyarakat dan orang-orang moralis, baik orang Kristen maupun tidak, sejak permulaan peradaban. Kode Hammurabi (abad 18 SM), hukum Musa (abad 16 SM), Tiglath-pileser (abad 12 SM), Hippocrates (dengan sumpah kedokterannya), Santo Agustinus ( abad 4), Thomas Aquinas (abad 13), John Calvin (abad 16), serta konstitusi AS (sebelum keputusan 1973), menentang praktek aborsi dan menjatuhkan hukuman kepada pelakunya. Jika aborsi diterima maka kita mengakui diskriminasi dan berarti kita juga dapat menyingkirkan mereka yang cacat jasmani, para lansia, korban AIDS, pecandu obat-obatan maupun mereka yang terlantar. Kritik dilontarkan atas pandangan bahwa janin benar-benar manusia. Misalnya, bagaimana jika hidup sang ibu terancam? Bagaimana jika janin tidak sampai ke uterus untuk berkembang? Tidakkah kita berkewajiban menyelamatkan semua sel telur yang dibuahi agar tidak terjadi aborsi spontan, karena janin tidak sampai ke uterus? Bukankah hidup kembar identik dimulai sesudah pembuahan? Bagaimana dengan bayi yang tidak sempurna secara genetik, karena hanya mempunyai 45 kromosom (Syndrome Turner) atau yang memiliki 47 (Syndrome Down) ? Embrio bukanlah seorang pribadi manusia, tetapi hanya dalam keberadaan sebagai manusia.
Jawaban Geisler atas kritik itu sangat jelas. Aborsi secara medis dapat dibenarkan untuk kasus kehamilan tubal dimana pilihannya nyawa ibu atau bayinya. Kematian atau aborsi spontan dimana janin tidak sampai ke uterus, bukanlah tanggungjawab moral kita dan berbeda dengan aborsi buatan (karena permintaan). Aborsi spontan atau kematian alamiah karena keguguran bukan tugas moral kita mencampurinya. Kembar identik manusia sejak pembuahannya sampai pembelahannya tetap manusia 100% dengan masing-masing yang memiliki 46 kromosom. Akhirnya tidak ada perbedaan mendasar antara keberadaan sebagai manusia dan menjadi pribadi manusia, yang ada hanyalah perbedaan fungsional. Geisler menutup uraiannya dengan menyimpulkan bahwa kekudusan hidup merupakan fokus utama perdebatan soal aborsi sehingga kewajiban kita melindungi kekudusan hidup manusia.
TANGGAPAN
Kekudusan Hidup
Penting terlebih dahulu menjelaskan definisi aborsi agar diperoleh pemahaman yang sama. Aborsi (abortion, Latin) ialah pengeluaran hasil konsepsi dari uterus secara prematur pada umur di mana janjn itu belum bisa hidup di luar kandungan. Secara medis janin bisa hidup di luar kandungan pada umur 24 minggu. Secara medis, aborsi berarti pengeluaran kandungan sebelum berumur 24 minggu dan mengakibatkan kematian; sedangkan pengeluaran janin sesudah umur 24 minggu dan mati tidak disebut aborsi tetapi pembunuhan bayi (infanticide). Dalam terminologi moral dan hukum, aborsi berarti pengeluaran janin sejak adanya konsepsi sampai dengan kelahirannya yang mengakibatkan kematian.
Geisler dengan cermat telah mengidentifikasi segala persoalan aborsi dan memberikan penilaian yang tepat bahwa aborsi tidak dapat disetujui karena melanggar kekudusan hidup yang ditetapkan Allah. Saya sepakat dengan Geisler bahwa kehidupan manusia harus dihargai lebih utama (pro-life) dibandingkan memperjuangkan hak kebebasan memilih (pro-choice) yang mengakibatkan kematian janin dan kemungkinan si ibu.
Janin sejak pembuahan adalah manusia dan karena itu proses perkembangannya sampai kelahiran tidak dapat diintervensi oleh siapapun, karenanya kita harus sehati menyetujui prinsip kekebalan janin terhadap gangguan. Uskup Agung Canterbury, Lord Ramsey menjelaskannya dalam Sidang gereja tahun 1967: “Kita harus nyatakan dengan tegas prinsip kekebalan janin terhadap gangguan, yang harus diberlakukan secara normatif … Adalah baik untuk melihat selaku salah satu pemberian Kekristenan yang besar kepada dunia, kepercayaan bahwa janin insani harus dijunjung tinggi sebagai embrio kehidupan yang suatu ketika bakal mampu mencerminkan kemuliaan Allah.”
Geisler dalam uraiannya tidak menjelaskan bagaimana teknik aborsi yang digunakan untuk mengakhiri kehidupan janin. Penjelasan John Stott (1994: 420-421) berikut ini menggambarkan aborsi adalah tindakan brutal yang tidak menghargai martabat manusia. Metode aborsi yang tertua adalah ‘D dan C’ (Dilation and Curettage, Pelebaran dan Pengikisan). Leher rahim diperlebar untuk memudahkan pemasukan ‘curette’ (alat pengikis) dengan mana dinding rahim dikikis hingga janin hancur terpotong-potong, atau tabung penyedot melalui mana janin itu disedot ke luar setelah tercabik-cabik dalam potongan-potongan kecil. Atau teknik injeksi racun ke dinding perut si ibu ke dalam kantung amniotik (cairan yang terdapat antara janin dan dinding rahim) yang membungkus janin itu sehingga saat terkena racun, hangus lalu mati kemudian didorong ke luar secara spontan. Bisa juga dengan metode histerotomi (semacam Caesar tetapi bukan bertujuan menyelamatkan si bayi, melainkan membunuhnya) atau histerektomi lengkap ( janin dan rahim diangkat untuk dihancurkan bersama-sama).Yang terakhir, teknik prostaglandin, suatu hormon yang langsung mengakibatkan kelahiran prematur, dengan tujuan mengakhiri kehidupan si bayi.
Penjelasan medis seperti ini perlu dikemukan secara terbuka kepada orang-orang muda atau pasutri sehingga mereka dapat mengurungkan niat aborsi. Dalam kaitan ini penting juga meminta pertanggung jawaban moral seorang tenaga medis, seperti dokter atau bidan agar tidak menyalahgunakan keahliannya semata-mata demi keuntungan finansial.
Berbagai alasan meminta aborsi, antara lain korban pemerkosaan, incest, janin cacat, aib karena hamil di luar nikah, kemiskinan keluarga atau kebrutalan si ayah.Tentunya kita turut bersimpati dengan penderitaan itu, namun aborsi bukan solusi ampuh dan dapat dibenarkan secara iman kristiani. Jalan keluar terbaik adopsi atau menyerahkannya kepada panti asuhan. Tindakan aborsi illegal mengakibatkan 80.000 jiwa wanita mati setiap tahunnya dan sungguh aborsi sangat berbahaya bagi kesehatan wanita secara fisik dan psikis.
Benar bahwa kaum pria tidak dapat merasakan bagaimana penderitaan seorang wanita hamil yang menginginkan bayinya diaborsi. Namun sebagai pengikut Yesus, kita harus percaya bahwa Allah berkarya dalam rahim seorang ibu (Mazmur 139:13-16; Ayub 10:10-11) dan Allah bahkan berkenan menggunakan rahim seorang wanita (Maria) untuk mewujudkan rencana keselamatan bagi manusia. Jelas janin/anak adalah anugerah Tuhan dan kita berkewajiban melindunginya dengan kasih. Kepentingan utama kita adalah memelihara dan mempertahankan kekudusan hidup sehingga tindakan aborsi semata-mata dapat dilakukan hanya untuk kasus di mana pilihannya menyelamatkan nyawa si ibu atau sibayi seperti kasus kanker rahim (aborsi terapeutik). Saya setuju dengan sikap pimpinan Majelis keagamaan Indonesia yang dengan tegas melarang aborsi dan mengajak semua umat beragama menjunjung tinggi nilai luhur perkawinan dan keluarga (Kusmaryanto, 179). Dalam era keterbukaan dan kemajuan teknologi komunikasi, sudah sewajarnya pendidikan seksualitas diajarkan kepada kawula muda dan pasutri, sehingga mereka tidak jatuh dalam kehidupan seks bebas dan melakukan aborsi karena ketidaktahuannya.
DAFTAR PUSTAKA
AWRC, Transforming attitudes towards sexuality: A module for asian women, Kuala Lumpur: Asian Women’s Resource Centre for Culture and Theology, 2002.
Geisler, Norman L. Etika Kristen: pilihan dan isu, alih bahasa Wardani Mumpuni & Rahmiati Tanudjaja, Malang: Departemen Literatur SAAT, 2001.
Grenz, Stanley Sexual Ethics: A biblical perspective, United Kingdom: Paternoster Press, 1998.
Kusmaryanto, C.B. Tolak aborsi: Budaya kehidupan versus budaya kematian, Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Stott, John Isu-isu global menantang kepemimpinan kristiani, terj. G.M.A. Nainggolan, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1994.
- Stephen's blog
- 19144 reads
Pro choice
Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)
Lebih biadab
Jesus Freaks,
"Live X4J, die as a martyr"
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
jahat, biadab, tidak punya nurani!!!!!!
We can do no great things; only small things with great love -- Mother Theresa
Pyokonna, bagaimana kalau kemauan kamu dituruti?
Pyokonna, bagaimana kalau kemauan kamu dituruti? Seperti masyarakat akan dengan sukarela menerima perempuan-perempuan hamil diluar nikah itu apa adanya, bisa sekolah, bisa hidup bebas tanpa cercaan ataupun gunjingan masyarakat sekitar. Bukannya malah menakutkan? Menurutku sih malah lebih menakutkan jika tidak ada "hukuman" dari masyarakat. Orang akan cenderung lebih bebas kawin sana-sini tanpa mengindahkan norma "gunjingan" masyarakat. Kayak ayam aja. Lha wong dibatasi saja masih pada nekad, apalagi tidak dibatasi.
Nah, buat semua aja neh, lebih mikir seribu kali lah sebelum melakukan hubungan / free seks, nahan bentar sampai nikah apa susahnya sih ..
*yuk comment jangan hanya ngeblog*
*yuk ngeblog jangan hanya comment*
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
si A, si B, dan si C
Mas Ari_thok saya adalah orang yang menentang segala bentuk aborsi. Entah yang pake dukun, pake obat, pake jamu, pake pijit, pake dokter yang ga punya klinik, pake dokter yang punya klinik, pake obat datang bulan, dan segala bentuk cara lain yang bisa digunakan untuk mematikan janin.
Saya menentang berbagai alasan tindakan aborsi, apakah itu alasan sekolah, masa depan, umur, pekerjaan, uang, keluarga, KECUALI jika kehamilan tersebut membahayakan ibu maupun janinnya, itupun harus dilakukan dengan ijin dan prosedur yang benar, dengan kata lain LEGAL (Seperti yang diterangkan pada blog diatas, poin ke tiga).
Saya punya beberapa teman yang harus hamil diluar nikah karena mengambil pilihan yang salah dalam pergaulan, bahkan klo boleh jujur sebagian besar teman saya mengalami hal ini.
A: Hamil ketika sedang kuliah, karena alasan ekonomi, masa depan dan malu pada keluarga/masyarakat, dia dan pasangannya memutuskan untuk mengaborsi kandungannya (Ayahnya seorang dosen, kekasihnya hanya seorang pelayan restoran). Ketika dia hamil lagi, mereka memutuskan untuk menikah dan membesarkan anak keduanya. Jangan dikira perjalan mereka mulus. Mulai dari hujatan, pengusiran, sampe disuruh cerai setelah menikah sudah mereka alami. Kini anaknya sudah berusia tiga tahun.
B: Kebetulan merupakan adik A yang mengalami hal yang sama. Malah ketika B hamil ayahnya yang notabene seorang dosen menyuruh anaknya menggugurkan kandungannya, alasannya malu pada keluarga dan masyarakat. Walau kini dia sudah menikah dengan pasangannya, tapi mereka terpaksa tinggal pisah rumah.
C: Dia adalah teman kerja sewaktu di warnet dulu. Ketika dia masuk tidak ada yang tahu masa lalunya. Waktu kami main ke rumahnya, dia ternyata sudah memiliki seorang anak yang lucu berusia 2 tahun. Dengan bangga dia berkata "Ini anakku" dan kami semua bangga padanya.
**Untuk menjaga nama baik, maka nama saya tulis dalam bentuk inisial
Saya hanya berandai2, jika masyarakat tidak memiliki pandangan yang senegatif ini terhadap single parent, maka A dan B tidak perlu mengalami hal seperti ini.
Mas Ari_thok pernahkah Anda berpikir, jika mereka tetap boleh sekolah maka mereka tetap akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang baik, pada akhirnya akan membuat mereka menjadi SDM yang lebih berkualitas di masyarakat, dan tidak menjadi generasi sampah. Saya yakin pendidikan yang baik merupakan salah satu cara menekan angka kemiskinan (Tentu ini akan menjadi masalah yang kompleks untuk dibahas mengingat mutu pendidikan dan mahalnya sekolah yang menjadi isu rutin menjelang pemilu).
Saya setuju dengan Anda, untuk mereka yang belum "terlanjur" please please please, mikir seribu kali sebelum melakukan sex before mariage. Apalgi klo ga siap nerima konsekuensi-konsekuensi yang sangat mungkin terjadi.
Selain itu sex before mariage juga memperkecil kemungkinan terjangkitnya penyait menular seksual. Ingat, safe sex ga selalu soal kondom, safe sex also means no sex at all, sebelum waktunya.
jadi kayak sex education sih..
We can do no great things; only small things with great love -- Mother Theresa
Saya Berpikirnya Sebagai Calon Pelaku
Pyokonna, saya mencoba berpikirnya sebagai "calon" pelaku atau kemungkinan "akan" melakukan. Semisal saya melihat ternyata orang-orang yang hamil di luar nikah, free seks dimana-mana, mereka diperlakukan seperti masyarakat biasa, dan orang gak terlalu peduli akan hal itu, dan menjadi suatu yang biasa dalam masyarakat, itu justru menjadi celah untuk orang tidak akan takut-takut lagi melakukannya. "Hukuman" dari masyarakat seperti itu memang kelihatannya cukup kejam, tapi itu salah satu hal efektif yang bisa menghambat orang untuk tidak melanggar norma-norma keasusilaan. Hanya salah satu.
Nah semisal sudah terlanjur, ya itu risiko yang harus dia tanggung sebagai akibat dari perbuatannya. Efek itu harusnya bisa membuat dia jera, paling tidak dia tidak melakukannya lagi. Kalau menuntut masyarakat harus menerima dia apa adanya, kayaknya gak mungkin, kecuali jika memang lingkungan sekitar sudah rusak dan menganggap itu sudah menjadi hal yang biasa.
*yuk comment jangan hanya ngeblog*
*yuk ngeblog jangan hanya comment*
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
Halaman rumah orang
We can do no great things; only small things with great love -- Mother Theresa
Penerimaan dan Hukuman
Pyokonna, lingkungan rusak yang saya maksud adalah semisal lingkungan lokalisasi, dimana di situ orang-orang sudah biasa dengan keadaan seperti itu, jadi tidak ada efek hukuman masyarakat sekitar yang bisa mengganjal perbuatan asusila. Saya kira perlu kita bedakan antara "penerimaan pribadi" orang tersebut dengan "hukuman" yang harus diterima. Sebagai seorang pribadi, saya setuju menerima mereka apa adanya (menolong, mendampingi, dst), dalam artian pribadi mereka, bukan perbuatan mereka. Tetapi saya juga setuju harus tetap ada "hukuman" dari masyarakat sekitar agar perilaku asusila bisa ditekan.
Pyokonna, saya tidak menuduh kamu menganggap hal itu sudah biasa. Yang saya tahu di masyarakat tertentu, hal-hal itu sedang menuju menjadi hal yang biasa, itu yang harusnya kita cegah.
*yuk comment jangan hanya ngeblog*
*yuk ngeblog jangan hanya comment*
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
emang susah yah..
emang susah yah memberikan pengertian terhadap pendapatku ini. Pas ngobrol langsung ak butuh waktu semalaman di HIK membicarakan hal ini sama temanku, mulai dari ngobrol, tanya jawab sampe debat panas, akhirnya selesai dengan segelas teh hangat.
Ketika post komentar ini ak hanya ingin post pendapat saja, sebuah pengandaian yang sepertinya mustahil.
We can do no great things; only small things with great love -- Mother Theresa
Makanya Dibicarakan
*yuk comment jangan hanya ngeblog*
*yuk ngeblog jangan hanya comment*
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
BIADAB !!
*Shallom4Ever@all
Dear Pyokonna, temen2 gw
*Shallom4Ever@all
Teman dan Anggota Keluarga
*yuk comment jangan hanya ngeblog*
*yuk ngeblog jangan hanya comment*
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
nyesel
We can do no great things; only small things with great love -- Mother Theresa
To Pyokonna: Jangan menyalahkan masyarakat
Debu tanah
Debu tanah kembali menjadi debu tanah...
Membatasi kelahiran janin . . . "
Halo semua,
Jangan marah ya aku pernah aborsi, ketika anak pertamaku usia 7 bulan aku sudah positif hamil anak yang kedua, lalu ketika anakku yang kedua lahir dan berumur 2 bln, aku juga sudah positif lagi, karena jaraknya terlalu dekat, maka dokter menyarankan untuk dikuret.
Sebenarnya aku juga merasa bersalah, karena masih muda dan tidak bisa mengatur frekuensi kehamilan maka saya ikutin saja saran dokter untuk mengeluarkannya, waktu itu baru berusia 1bln 10 hr, tapi sudah positif.
Ketika saya tahu bahwa itu dosa, saya menyesal dan sejak itu saya ikut KB sampai anak ke 2 ku dewasa.
Kalau firman Tuhan dalam Alkitab mengatakan untuk beranak cucu dan bertambah banyak, jadi membatasi kelahiran dengan ber KB bagaimana?
Apakah itu dosa saudara2 ku?
Salam"
Aborsi VS Kontrasepsi
Aborsi adalah PEMBUNUHAN manusia oleh manusia lainnya. Aborsi adalah pembunuhan SADIS karena orang yang dibunuh tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri. Tindakan Aborsi menjadi makin sadis karena tindakan itu dipicu oleh KEINGINAN orang tua atau disetujui oleh orang tua yang seharusnya melindungi dan merawat manusia itu. Apapun ALASAN-nya, ABORSI adalah PEMBUNUHAN seorang manusia oleh manusia.
Aborsi MUDAH dilakukan karena yang melakukan maupun yang mengusulkan atau yang mengizinkan TIDAK MELIHAT korban dan tidak ada PERLAWANAN maupun jerit tangis dari sang korban. Aborsi mudah DILUPAKAN karena antara korban dan orang tuanya belum terjalin ikatan cinta kasih.
Semua orang yang melakukan aborsi memiliki alasannya sendiri. Namun apapun alasannya, ABORSI tetap ABORSI. Aborsi adalah PEMBUNUHAN seorang manusia oleh manusia lainnya. Pembunuhan seorang manusia yang tidak mampu membela diri oleh orang-orang yang seharusnya MELINDUNGI dan MERAWAT-nya. Bagi mereka yang ingin melakukan ABORSI, saya hanya ingin mereka menyadari KENYATAAN itu. Bila harus ABORSI maka lakukanlah itu dengan SADAR dan lakukanlah itu sebagai PILIHAN terakhir.
Bagi mereka yang telah melakukan ABORSI, saya hanya ingin mereka menyadari KENYATAAN itu namun Terlebih lagi mereka harus SADAR bahwa waktu tidak bisa diputar ulang. PENYESALAN tidak akan mengubah apapun, jadi jangan MEMACU diri untuk terus hidup dalam penyesalan itu. Biarkan waktu melarutkan peristiwa itu. MEMACU diri untuk terus hidup dalam penyesalan TIDAK akan membuat kita lebih suci!
KONTRASEPSI adalah usaha manusia untuk mencegah seorang manusia lahir kedunia melalui keduanya. Cara pertama dilakukan dengan mencegah BERPADU-nya sel telur dan sperma. Cara kedua dilakukan dengan MEMBUNUH manusia (janin) sebelum dia tumbuh sempurna. Bagi mereka yang mempraktekkan kontrasepsi, pahamilah kedua prinsip itu lalu pilihlah.
SEX di luar nikah semakin hari semakin mudah untuk dilakukan. Semakin hari semakin banyak orang yang melakukannya. Hal itu terjadi karena semakin banyak orang yang menyangka bahwa SEX adalah kebutuhan biologis, sex adalah hiburan, sex adalah sebuah cara untuk saling menghibur diri. Bila anda termasuk salah satu orang dengan keyakinan demikian, maka saya hanya berpesan, "JANGAN SAMPAI HAMIL supaya anda tidak terpancing untuk MEMBUNUH!"
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Erick jualan
Ok untuk itu, kali ini Erick mau jualan Kalender dan Kondom.
Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)
Terima Kasih Dokter....aborsi
hamba uang
We can do no great things; only small things with great love -- Mother Theresa
siburukrupa,pernah berfikir tuk aborsi....///ala bule