Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Wisata Rohani di Manado
Taman laut Bunaken memang sudah terkenal di manca negara. Tapi saya tidak berani mengatakan bahwa "Anda belum Manado kalau belum ke Bunaken." Mengapa? Karena ongkos dari Manado ke Bunaken sangat mahal bagi yang berdompet tipis. Saya termasuk orang yang beruntung ke Bunaken karena tidak perlu keluar biaya untuk menikmati buaian Bunaken.
Sebenarnya keindahan Manado bukan hanya Bunaken. Dalam perjalanan ke Manado, saya bersama mas Agus dan mbak Tina diajak oleh pdt. Djenni Ratuliu dan pak Esri melihat sisi lain keindahan Manado dan sekitarnya. Kami mengunjungi tempat wisata rohani di Manado
Mobil kami merayap mendaki sebuah bukit yang menjadi kawasan perumahan Cintraland Manado. Di puncak bukit yang paling strategis, berdirilah menjulang patung Yesus dengan posisi tangan terbuka, sekan-akan sedang memberkati seluruh kota Manado. Itu sebabnya, patung ini dinamakan monumen "Yesus Memberkati." Bangsa Indonesia patut berbangga sebab tinggi keseluruhan 50 meter, patung ini menjadi patung terbesar se-Asia dan patung kedua tertinggi di dunia sesudah patung Christ The Redeemer di Corcovado Rio De Janeiro (710 meter).
Patung yang menghabiskan besi fiber seberat 25 ton dan besi baja 35 ton ini dipasang dalam posisi miring 20 derajat. Konglomerat ir. Ciputra merogoh kocek sebesar Rp5 miliar untuk mendirikan patung pada ketinggian 242 meter di atas muka laut kota Manado.
Yang menarik dari monumen ini bukan hanya ukurannya, tetapi prasasti-prasasti yang ditanam di sekeliling patung Tuhan Yesus Prasasti ini berupa lempengan logam berukuran 1,4 m x 1,4 m sebagai emblem yang diletakkan pada patung-patung lebih kecil di sekeliling patung Yesus. Pada masing-masing emblem tertulis angka 1942-1945 dan beberapa hiasan seperti burung manguni yang juga menjadi lambang kota Manado, gambar pohon kelapa dan lambang kerajaan asing. Kehadiran prasasti yang berbentuk emblem ini menunjukkan bahwa ke empat patung ini memang memiliki pesan dengan nilai historis. Prasasti ini menggambarkan penderitaan rakyat Manado selama Perang Dunia II. Dengan meletakkannya di kaki patung Tuhan Yesus hal ini untuk menyampaikan pesan agar setiap orang yang sedang mengalami penderitaan dapat meletakkannya di kaki Yesus, sehingga mendapatkan kelegaan.
Setelah puas mengambil foto, kami melanjutkan perjalanan menuju kota Tomohon, berjarak 26 km arah tenggara kota Manado. Kami melewati pasar Tomohon yang terkenal dengan kuliner ekstrimnya. Namun bukan itu tujuan kami. Kami bergerak ke arah bukit doa Mahawu.
Lokasi Bukit Doa Mahawu ada di jalan lingkar Timur Tomohon. Memiliki dua pintu masuk. Pintu masuk sebelah Utara dikhususkan untuk kendaraan penjemput, apabila rombongan diturunkan atau drop off di pintu masuk sebelah selatan. Jadi, diturunkan di pintu masuk sebelah selatan, lalu kendaraan menuju ke pintu utara dan masuk ke jalan mendaki sampai di puncak bukit menunggu rombongan yang tadi di drop offdi pintu Selatan. Memang pintu Selatan untuk pejalan kaki karena jalanya naik dan bertangga-tangga.
Untuk ke sana disarankan menggunakan mobil yang masih prima. Setelah membayar tiket di pintu masuk, seorang petugas mengetuk kaca mobil. "Maaf, mohon matikan AC karena jalan di depan mendaki curam," katanya dengan sopan. Memang benar, mobil harus bekerja keras untuk merayapi kaki gunung Mahawu. Sesampai di tempat landai, petugas mengarahkan kami masuk ke tempat parkir.
"Kalau kita parkir di sini, kita masih harus berjalan kaki cukup jauh," kata pdt. Djenny. Dia kemudian turun untuk membujuk petugas agar diperbolehkan parkir di dekat tempat doa. Petugas pun luluh oleh bujukan pdt. Djenny. Mobil kami diizinkan melanjutkan perjalanan yang memang cukup jauh untuk ditempuh dengan perjalanan kami.
Setelah parkir, kami berjalan turun menuju sebuah kapel yang menjadi ikon tempat ini. Bangunan ini berbentuk kubah, mirip dengan hangar pesawat. "Lihat!" kata mas Agus menunjuk ke atas.
Saya medongak mengikuti telunjuknya dan melihat seekor elang melayang-layang anggun di atas kami. Saya segera mengarahkan kamera untuk mengambil foto yang jarang saya lihat di Jawa. Terakhir, saya memotret foto Elang Jawa paska erupsi Merapi.
Selain kapel, pengunjung dapat melakukan perziarahan pada jalan salib (via Dolorosa) dan gua Maria. Usah beribadah, pengunjung dapat menikmati keindahan taman yang dihiasi pohon-pohon dan bunga-bunga khas Sulawesi. Di bukit ini juga terdapat Taman Pieta (replika karya Micheal Angelo ketika Ibu Yesus memangku jenasah PutraNya) dan Amphiteater.
Di ujung taman, pengunjung dapat menyaksikan kota Tomohon dari ketinggian. Di belakang kota Tomohon terlihat gunung Lokon yang masih aktif. Selain bau asap belerang, juga kadang abu vulkanik tipis disemburkan pada radius 5 km. Kawah gunung Lokon ternyata tidak berada puncak gunung, tetapi berada di punggung gunung.
Kota Tomohon dilihat dari bukit doa Mahawu
Gunung Lokon diselumuti kabut
Foto: Agus Dwi Cahya
Kisah perjalanan kami belum selesai sampai di sini. Saya akan mengisahkan perjalanan kami ke danau Tondano dan Bitung pada tulisan berikutnya
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 7408 reads