Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Tribute: Bapa Yang Setia (2)
Oleh: John Adisubrata
MY FATHER, MY SAVIOUR
“Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa.” (2 Korintus 6:18)
Ayah saya bukan seorang ayah yang sempurna. Seperti kebanyakan ayah-ayah orang lain, ia juga mempunyai banyak kekurangan. Kendatipun demikian, tabiat-tabiatnya yang baik dan positif tidak bisa dihitung jumlahnya. Salah satu di antaranya yang tampak menonjol sekali adalah kesetiaannya di dalam setiap perkara.
Selama saya mengenalnya, tidak pernah sekalipun saya melihat dia menyeleweng dengan perempuan-perempuan lain, mengkhianati atau bertindak tidak sopan terhadap ibu saya. Tidak pernah ia memperlakukannya dengan kasar. Ia mendidik kami untuk mengasihi dan menghormati ibu kami dengan memberikan contoh-contoh praktis yang dikerjakan olehnya sendiri. Ketika ibu saya meninggal dunia lebih dari 20 tahun yang lalu, kesetiaan ayah saya kepadanya dibuktikan kepada kami dengan kesediaannya untuk tidak menikah lagi. “Tidak ada wanita lain yang bisa menggantikan kedudukan Mama di dalam hidupku!” Itulah persis kata-kata yang diucapkan olehnya kepada kami. Tidak lebih dan tidak kurang! Bagi dia ibu kami adalah pendamping hidupnya yang tidak bisa ditandingi oleh siapapun juga!
Di balik penampilannya yang tampak serius dan berwibawa tersebut, sebenarnya tersembunyi hati yang amat lembut, hati yang mulia yang selalu rindu untuk menolong dan memperhatikan kehidupan orang-orang yang berkedudukan lemah dan yang ‘dilupakan’ oleh masyarakat. Mereka yang sedang berada di dalam kesulitan, baik keluarga kami sendiri maupun tidak, selalu diperhatikan olehnya. Rumah kami sering dipergunakan oleh orang-orang yang sedang dilanda oleh badai konflik keluarga, sebagai tempat di mana ayah saya diminta untuk menjadi penengah atau pendamai mereka. Hal seperti itu sudah merupakan suatu kebiasaan yang selalu terjadi jauh sebelum ia bertemu dengan Kristus.
Sepanjang pengetahuan saya, ketika saya masih kecil, kedua orang tua kami tidak memeluk kepercayaan apa-apa. Saya juga tahu karena pernah melihatnya sendiri, bahwa sebelum mereka menikah, ayah dan ibu kami berasal dari keluarga-keluarga yang memiliki altar-altar meja sembahyang di dalam rumah, di mana bejana-bejana yang berisi abu-abu leluhur kami diletakkan di atasnya.
Tetapi suatu hal yang indah terjadi ketika saya masih berumur kira-kira tujuh atau delapan tahun, yang mengubah ‘takdir’ kehidupan kami sekeluarga untuk selama-lamanya. Melalui ibu saya yang diinjili oleh seorang temannya, ayah saya terpaksa mengikutinya pergi ke gereja. Itulah awal mula bagaimana kami sekeluarga akhirnya menjadi orang-orang Kristen.
Tidak memakan waktu terlampau lama, secara bergantian, ayah dan ibu saya ditunjuk menjadi majelis dan melayani di gereja lokal kami di kota Surabaya yang berada di bawah naungan Gereja Kristen Indonesia (GKI). Bakatnya di bidang ‘management’ dan keuangan, menyebabkan ia terlibat di pelbagai macam proyek-proyek penting gereja di daerah-daerah sekitar kota kami, yang sebagian besar adalah hasil karya inisiatifnya sendiri.
Kesetiaan dan ketekunannya di dalam mengerjakan setiap pelayanan yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya menjadi inspirasi bagi banyak orang yang mengenalnya. Ketrampilannya untuk memimpin dan mengorganisasi acara-acara yang berguna bagi pertumbuhan gereja lokal kami, berhasil mengakibatkan banyak sekali gereja-gereja baru didirikan di daerah-daerah pedalaman di Jawa Timur.
Saya teringat akan segala pengorbanannya, moril maupun materiil, yang tentu harus ia berikan demi pelaksanaan pelayanannya. Kedua rumah orang-orang tua ayah dan ibu saya yang amat besar, yang tadinya berisi altar-altar penyembahan berhala, diubah olehnya menjadi dua gereja perdana yang mengawali pertumbuhan gereja-gereja GKI di kota-kota kecil tersebut. Yang direkrut olehnya sebagai jemaat dan pekerja-pekerja di sana adalah sanak saudara kami sendiri. Secara berangsur akhirnya mereka menjadi orang-orang Kristen yang terlibat di dalam pertumbuhan beberapa cabang gereja-gereja lokal GKI di kota mereka masing-masing.
Bakat-bakatnya di dalam memimpin dan mengelola proyek, serta ketekunan dan kegigihannya di dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Tuhan kepadanya adalah ‘asset’ yang sangat berharga bagi gereja lokal kami, dan juga … tubuh Kristus pada umumnya.
Ia memberikan teladan-teladan pelayanan berstandar tinggi sekali. Tidak pernah ia mengeluh ketika melaksanakan tugas-tugasnya. Penentang-penentang dari ‘dalam’ yang berusaha menghalang-halangi segala inisiatifnya selalu dihadapi olehnya dengan kepala dingin. Ia tidak mengenal istilah jam karet. Semua pekerjaan yang dimulai olehnya selalu diselesaikannya dengan sempurna. Selain itu, … ia lebih menyukai untuk bekerja di belakang layar, yang tidak terlihat oleh orang-orang lain. Tidak pernah saya mendengar ia memuji hasil pelayanannya, atau membesar-besarkan dirinya sendiri di depan umum. Tetapi seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, salah satu karakter ayah saya yang paling menggagumkan adalah kesetiaannya di dalam segala perkara.
Ketika kota Surabaya, bahkan Indonesia, pada akhir dasawarsa ke-70 dilanda oleh ‘revival’ tak terduga berkenaan dengan kelahiran sebuah gereja baru yang berkembang menjadi besar dan bertaraf internasional dalam waktu yang amat singkat, banyak sekali orang-orang yang berasal dari gereja lokal kami, dan juga orang-orang Kristen lainnya yang mengenal kualitas pelayanannya, mengajak dia dan ibu saya untuk bergabung dengan tim gereja baru tersebut.
Di sana integritas ayah saya terhadap gerejanya sendiri, dan juga kesetiaannya kepada Tuhan, diuji! Jawaban yang ia berikan pada saat itu membuat saya sekarang, sebagai puteranya yang sudah lahir baru, merasa bangga sekali! Ia menceriterakannya jauh sebelum saya menyerahkan hidup saya kepada Tuhan, ketika saya masih belum mengerti maknanya.
Menurut ayah saya, tidak ada gereja yang sempurna. Semuanya sama saja, yang terpenting adalah umat yang ada di dalamnya! Gereja-gereja yang tampak besar, sukses dan jaya akan mengalami tantangan-tantangan, … semakin besar, godaannya semakin gencar. Ia menolak tawaran-tawaran mereka dengan alasan, bahwa ia dan ibu saya dipanggil oleh Tuhan untuk melayani di gereja lokal kami yang berada di bawah naungan GKI, dan … di situ ia akan meneruskan pelayanannya sampai akhir. Suatu jawaban penuh hikmat sorgawi! What a guy!
Sikapnya yang setia kepada gereja lokalnya, terutama kepada Tuhan, diakui dan diingat oleh banyak orang. Saya sering mendengar ‘feedbacks’ mengenai dirinya dari orang-orang yang mengenalnya. Beberapa tahun yang lalu, salah seorang hamba Tuhan dari gereja besar tersebut, yang sebelumnya pernah melayani bersama dia di gereja lokal kami, bertemu dengan saya di kota Brisbane, Australia. Pada saat itu ia sudah menjadi salah seorang dari hamba-hamba Tuhan gereja tersebut yang mempunyai kedudukan terpenting di Indonesia. Dengan isterinya ia datang mengunjungi kami untuk makan siang di rumah. Pada saat kami sedang berbincang-bincang, dan ia mengingat-ingat masa lalunya ketika masih melayani bersama ayah saya, ia berkata dengan nada haru tapi penuh ketulusan: “Ayahmu benar-benar adalah seorang hamba yang setia.”
Mendengar perkataannya, kali ini hati saya yang diliputi oleh kebanggaan yang tak terlukiskan. Seperti pernyataannya, bahwa ia bangga mempunyai anak seperti saya, saya juga merasa bangga sekali mempunyai ayah seperti dia!
Sering kali saya bertanya-tanya mengenai perjalanan hidup saya sedari kecil sampai sekarang, yang selalu tampak berhasil dan ‘beruntung’ sekali di berbagai bidang. Bahkan ketika masa-masa sekolah dan petualangan saya di negeri orang, saya selalu merasa dilindungi dan diberkati, meskipun tingkah laku dan perbuatan-perbuatan saya pada saat itu sangat memalukan! Saya teringat akan pernyataan raja Daud mengenai kebahagiaan orang yang benar di mata Tuhan: “Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya. ANAK CUCUNYA akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati.” (Mazmur 112:1-2)
Kedua ayat tersebut memang terdengar ‘cliche’ sekali. Tapi ... itulah kenyataan hidup yang saya alami. Tuhan telah membuktikannya sendiri! Ternyata ketaatan dan kesetiaan ayah saya yang rajin menabur benih-benih KASIH (Kristus) di ladang Tuhan tidak diabaikan begitu saja oleh-Nya. Kendatipun kedua anak laki-lakinya sempat lari meninggalkan Dia, bahkan terperangkap di dalam lumpur-lumpur dosa pergaulan bebas, Ia tidak pernah meninggalkan kami! Seolah-olah kami selalu disertai dan dikawal oleh malaikat-malaikat-Nya, di manapun kami berada. Janji-janji Tuhan kepada umat pilihan-Nya benar-benar ditepati!
Nabi Yesaya meneguhkannya dengan menulis: ‘Sungguh, beginilah firman TUHAN: “Tawanan pahlawanpun dapat direbut kembali, dan jarahan orang gagah dapat lolos, sebab Aku sendiri akan melawan orang yang melawan engkau dan Aku sendiri akan menyelamatkan anak-anakmu.” (Yesaya 49:25) Janji yang luar biasa sekali!
Lebih dari sepuluh tahun yang lalu saya mengalami peristiwa kelahiran baru yang amat menakjubkan, yang tidak pernah saya duga bisa terjadi di dalam kehidupan saya. Siang hari itu juga saya bertobat dan berjanji kepada Tuhan untuk mengubah sikap hidup saya dan mengikuti langkah-langkah-Nya. Selama berminggu-minggu saya termangu-mangu tidak mengerti, terus berusaha untuk menelaah sebab-sebabnya: “Why me, Lord?” Apakah gunanya? Apakah tujuannya?
Tiga minggu kemudian saya menulis surat dalam bentuk kesaksian untuk mengisahkan kejadian ajaib tersebut secara detil sekali kepada ayah saya. Saya berharap, agar ia mau menerima dan mengerti, bahwa saya mengalaminya di dalam sebuah gereja dari denominasi yang berbeda dengan gerejanya, yang tidak pernah saya kunjungi sebelumnya. Ternyata ketika ia membacanya, ia menerima semuanya dengan hati gembira, tanpa menghakimi detil-detilnya. Bahwa saya ‘bertemu’ dengan Tuhan di dalam sebuah gereja yang berdenominasi lain, bagi dia bukan merupakan suatu hal yang perlu dipermasalahkan! Hatinya diliputi oleh sukacita sorgawi, menyadari bahwa doa-doanya dan doa-doa ibu saya sudah dikabulkan oleh Tuhan, meskipun prosesnya memakan waktu berpuluh-puluh tahun lamanya.
Di luar pengetahuan saya, ternyata ia juga mengalami kelahiran baru di kota Yerusalem akhir dasawarsa ke-80. Ketika ia dipermandikan di sungai Yordan bersama saudara-saudara seiman lainnya, ia menerima ‘revelation’ dari sorga yang sukar sekali untuk dijelaskan, yang sebelumnya tidak pernah dialami olehnya. Untuk pertama kalinya, setelah berpuluh-puluh tahun melayani di ladang-Nya, ia menerima jamahan dari Tuhan yang mengubah dirinya secara total, dan juga pandangannya mengenai tubuh Kristus secara keseluruhan!
Pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan sebab-musabab kelahiran baru saya yang lama mencekam hati akhirnya dijawab oleh Tuhan melalui suatu peristiwa menyedihkan yang harus kami hadapi bersama beberapa tahun kemudian. Ternyata saya ‘dipilih’ untuk menjadi ‘penengah’, yang menghubungkan kakak laki-laki saya yang amat tersesat hidupnya kembali kepada Pencipta-nya. Di sini kesetiaan Tuhan akan janji-janji-Nya dibuktikan lagi, di mana Ia berkenan akan permohonan-permohonan doa kedua orang tua kami!
Dalam usia yang cukup muda kakak laki-laki saya meninggal dunia tahun 2000 di kota Sydney, Australia. Lebih dari tiga tahun lamanya dengan tekun saya berusaha menginjili dia dengan meyakinkan, bahwa HANYA Tuhan Yesus Kristus saja satu-satunya jalan keselamatan hidup bagi umat yang tersesat. Tepat enam minggu sebelum hari kematiannya, ia lahir baru! Saya yakin sekali, ... semua itu bisa terjadi, hanya oleh karena kasih karunia Tuhan saja! Haleluya!
Saya menyadari, … tidak semua orang mempunyai ayah kandung yang saleh. Jelas ayah saya masih jauh untuk bisa dikategorikan sebagai ayah yang seperti itu. Tetapi melalui kesetiaan dan ketaatannya, baik kepada keluarganya maupun kepada Tuhan, saya juga mengetahui, bahwa Allah Bapa di sorga menawarkan kasih ‘AGAPE’ kepada orang-orang yang tidak pernah mendapat kesempatan untuk menerima kasih dan penghargaan dari ayah mereka. Kasih Allah Bapa yang luar biasa tersebut mampu menghibur dan menyembuhkan kehancuran hati setiap insan di dunia yang sudah diabaikan oleh ayah-ayah kandung mereka sendiri! (Yesaya 61:1)
Dengan iman, KASIH tersebut dapat kita nikmati, jika kita bersedia menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat kita. Karena semenjak darah-Nya yang tak ternilai harganya dicurahkan di atas kayu salib bagi keselamatan hidup segenap umat manusia, kita menerima ‘kehormatan’ untuk menikmati kasih karunia-Nya yang tidak terbatas itu! (Baca: Kasih: 'I Want to Know What Love is' (1))
Saya berani menulisnya berdasarkan pengalaman saya sendiri. Itu adalah kesaksian saya! Terpujilah nama Tuhan untuk selama-lamanya, sebab Ia baik! Sebab Ia sungguh amat baik!
Amin.
John Adisubrata
September 2007
- John Adisubrata's blog
- 5040 reads