Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Sekilas dari Keabadian (4)
Kesaksian Ian McCormack
Oleh: John Adisubrata
MAKHLUK GANJIL BERBENTUK KOTAK
“Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa?” (1 Petrus 2:20a)
Entah mengapa, malam tersebut kami bertiga yang biasanya selalu menyelam bersama-sama, mendadak menjadi terpisah seorang dari yang lain. Menyelam sendirian di dalam air laut yang gelap gulita, saya berenang mengikuti arah sinar lampu senter di dalam genggaman tangan saya yang menyorot panjang laksana sebilah pedang tajam yang berkilau-kilauan.
Sepintas melalui sudut mata, saya melihat bayangan suatu makhluk ganjil yang sedang bergerak-gerak di samping saya. Bentuknya seperti seekor ‘jellyfish’ (ubur-ubur laut), tetapi mempunyai empat sudut persegi bagaikan sebuah kotak yang digantungi oleh ‘tentacles’ (alat-alat peraba) yang amat panjang. Binatang laut berbentuk kotak tembus pandang itu bergerak melaju di hadapan saya dengan cara mengembang dan mengempiskan tubuhnya.
Tanpa mengetahui akibat yang bisa terjadi, saya meraihnya menggunakan tangan kanan saya. Tetapi dengan mudah sekali ia melejit melalui genggaman telapak tangan saya yang terlindung oleh sarung tangan selam. Penuh keheranan saya memperhatikan binatang air tersebut menggeliat-geliatkan dirinya, berenang menjauhi diri saya.
Tanpa memikirkannya terlebih lanjut, saya meneruskan rutin selam di dalam laut, sampai pada suatu ketika, … sesuatu hal yang amat mengejutkan terjadi!
Bagian lengan tangan kanan saya yang tidak terlindung oleh lapisan baju selam mendadak mendapat sengatan tajam yang amat menyakitkan, seolah-olah lengan tersebut terkena setruman aliran arus listrik yang bervoltase tinggi sekali. Hal itu mengakibatkan seluruh tubuh saya tergetar kejang di dalam air dengan dahsyatnya! Seandainya saya tidak berada di dalam laut, tentu saya sudah berteriak sekeras-kerasnya!
Karena merasa tercengang sekali, saya tidak bisa memahami lagi rasa sakit yang disebabkan oleh sengatan itu. Dengan menggunakan lampu senter di tangan kiri, saya berusaha menyelidiki asal mula kejadian tersebut. Sinar lampu yang menyorotkan cahaya tipis memanjang itu berhasil membantu mengamat-amati keadaan air laut di sekeliling saya. Tetapi saya tidak bisa melihat sesuatu apapun yang mencurigakan, … semuanya tampak tenang seperti biasa.
Kemudian perhatian saya alihkan pada lengan tangan kanan saya. Seperti sebelumnya, saya tidak bisa melihat sesuatu apapun yang perlu dikuatirkan, kecuali rasa nyeri yang aneh sekali di permukaan kulitnya. Tanpa menyadari akibatnya, saya mengurut kulit lengan tangan kanan saya. Ternyata hanya rasa ‘numb’ (kebal) sedikit saja yang diderita olehnya. Oleh karena itu saya tidak merasa kuatir lagi untuk meneruskan rutin penyelaman saya.
Setelah cukup lama berenang kian kemari di dasar lautan tanpa menghasilkan sesuatu apapun, saya mengambil keputusan untuk kembali saja ke atas permukaan air laut.
Tetapi pada saat saya hendak meluncurkan diri saya ke atas, terlihatlah untuk kedua kalinya makhluk laut berbentuk persegi tersebut. Kali ini ada dua ekor jellyfish yang sedang menggeliat-geliatkan tubuh mereka berenang maju menyongsong diri saya dari depan.
Tanpa menyadari bahwa ubur-ubur laut itulah yang menjadi penyebab penderitaan rasa sakit yang baru saja saya alami tadi, saya tidak berusaha untuk menghindari mereka. Salah satu dari kedua jellyfish tersebut berenang dekat sekali di samping tubuh saya! Samar-samar saya menyaksikan sendiri bagaimana alat perabanya yang transparan dan berdiameter sebesar jari-jari tangan, tetapi amat panjang, menyentuh kulit lengan tangan kanan saya dengan lembut sekali.
Akibatnya sungguh mengejutkan! Sekali lagi, ... nyaris saya melupakan posisi diri saya yang ketika itu sedang menyelam di dasar lautan. Hampir saja saya berteriak sekuat tenaga! Karena untuk kedua kalinya saya merasakan suatu sengatan menyakitkan pada kulit lengan tangan kanan saya, yang serupa dengan sengatan aliran arus listrik yang bervoltase tinggi sekali. Seketika itu juga seluruh tubuh saya menjadi tergoncang kejang di dalam laut dengan dahsyatnya!
“Apakah sebenarnya yang sedang terjadi?” Saya bertanya-tanya di dalam hati: “Binatang apakah ini yang bisa mengakibatkan diriku menderita rasa sakit yang sebesar ini?”
Sebagai sukarelawan ‘lifesaver’ (1) yang pernah bekerja di pantai-pantai New Zealand, pengetahuan saya mengenai binatang-binatang yang harus dihindari di dasar lautan cukup luas. Saya tahu, di pesisir-pesisir pantai negara saya dan Australia sudah ditemukan berbagai-macam jenis ubur-ubur laut. Sebagian besar diakui oleh umum sebagai binatang-binatang air yang sangat berbahaya. Tidak jarang sengatan mereka yang beracun bisa mengakibatkan konsekuensi yang amat fatal bagi korban-korbannya. Sayang sekali, jenis ubur-ubur laut yang saya temui malam itu tidak pernah saya ketahui sebelumnya.
Secepatnya saya kembali ke atas permukaan air. Saya ingin mencari keterangan dari Paul mengenai binatang yang baru saja menyengat lengan tangan kanan saya tersebut. Sambil menyilangkannya di belakang punggung, saya meluncurkan diri ke atas menggunakan ketrampilan kedua kaki saya mengikuti sinar lampu senter yang ada di dalam genggaman tangan kiri saya.
Tetapi baru saja saya melajukan diri saya ke atas, sekali lagi lengan tangan kanan saya yang tersilang rapi di belakang punggung menerima sengatan menyakitkan yang sama, yang sudah saya alami dua kali sebelumnya. Penuh penderitaan, kembali tubuh saya tergoncang kejang di dalam laut dengan dahsyatnya! Yang amat mengherankan, sengatan tersebut terjadi lagi tepat di bagian permukaan kulit yang sama, yang sudah dua kali disakiti oleh mereka!
Oleh karena kejutan tersebut, lampu senter di tangan kiri saya menjadi tertungging ke bawah. Dan, … pemandangan yang saya saksikan di sana membuat hati saya membeku sejenak, … tertegun penuh kengerian! Ternyata di sekitar dan di bawah tubuh saya berenang tak terhitung banyaknya ubur-ubur laut tersebut, yang sedang berkeliaran di mana-mana, bahkan di antara batu-batu karang jauh di dasar lautan.
Pada waktu itu saya masih belum mengetahui, bahwa dunia marinir menamakan mereka: ‘Box Jellyfish’ (Ubur-Ubur Berbentuk Kotak), sedangkan oleh para penduduk lokal Creole pulau Mauritius mereka dijuluki: ‘Le Invisible’ (Yang Tidak Kelihatan)!
Setelah berhasil mencapai permukaan air laut, saya segera berenang menemui Paul yang sedang menunggu di atas perahu kami. Ia tampak terkejut sekali melihat ekspresi air muka saya. Seketika itu juga ia tahu, sesuatu yang tidak terduga telah terjadi pada diri saya di dasar lautan!
Sambil menyanggahkan lengan tangan kiri di samping tubuh perahu, menggunakan bahasa Perancis yang terputus-putus, saya berusaha untuk menggambarkan kepadanya binatang berbentuk aneh yang sudah beberapa kali menyengat lengan tangan kanan saya. Tetapi sayang sekali, ia tidak bisa memahami uraian saya tersebut. Mungkin oleh karena keterbatasan bahasa Perancis yang kami kuasai, atau … oleh karena ia sendiri belum pernah melihat ubur-ubur laut itu.
Memberi isyarat Paul menunjuk ke dalam danau Reviere Noir, seolah-olah ia ingin menganjurkan kepada saya untuk menanyakan hal itu kepada Simon atau temannya saja. Saya mengerti maksudnya dan menyetujui usul yang baik itu!
Seperti biasa kami selalu menggunakan cahaya lampu senter sebagai salah satu tanda untuk menghubungi para penyelam yang lain, jika kami ingin bertemu di dasar lautan. Oleh karena itu, setelah menyelam kembali, saya menggoyang-goyangkan sorotan sinarnya yang memanjang jauh ke arah di mana saya yakin sekali mereka berdua sedang berada.
Rasa sakit yang menyengat kulit lengan tangan kanan saya sudah mulai menjalar dan mempengaruhi ketrampilannya. Bahkan bahu dan dada sebelah kanan saya juga sudah mulai ikut terasa sakit.
Karena situasi di dalam air yang tidak memungkinkan bagi saya untuk mengamat-amati kulit lengan yang sudah tersengat tiga kali tersebut, saya berenang menuju ke tepi danau, ke arah batu-batu karang yang bermunculan di atas permukaan air laut di dekat perahu kami.
Dengan menggunakan tangan kiri untuk menyanggah tangan kanan saya yang sudah mulai menjadi lumpuh, sambil berenang saya menyorotkan sinar lampu senter tepat di depan kepala saya. Alangkah terkejutnya, ketika saya melihat dua ekor ubur-ubur laut berbentuk kotak tersebut sedang berenang menyongsong wajah saya yang kulitnya sebagian besar tidak terlindung sama sekali, kecuali kedua mata saya yang tertutup oleh ‘goggles’ (kaca mata selam) yang saya kenakan.
Saya menjadi panik sekali, dan mempunyai satu pilihan saja, yaitu … melindungi kulit muka saya menggunakan tangan-tangan saya yang sedang berada di depannya. Saya menyadari, apabila binatang-binatang beracun tersebut menggeserkan salah satu saja dari alat-alat peraba mereka pada kulit wajah saya, maka musnahlah harapan saya untuk bisa mencapai permukaan air laut lagi.
Sungguh mengherankan, … sekali lagi bagian kulit lengan tangan kanan yang sama menerima sengatan menyakitkan seperti yang sudah saya derita tiga kali sebelumnya. Salah satu dari ubur-ubur laut tersebut ternyata berhasil menggeserkan dengan lembut sekali alat-alat perabanya di sana.
Untuk keempat kalinya, diliputi oleh kesakitan yang sudah tidak dapat diuraikan lagi dengan kata-kata, kembali tubuh saya menjadi kejang dan digoncangkan di dalam laut dengan dahsyatnya oleh sengatan aliran arus listrik yang bervoltase tinggi sekali! (2)
(1) Catatan kaki: Sukarelawan yang ditugaskan untuk mengawasi daerah-daerah pantai laut serta menjaga kesejahteraan dan keselamatan para turis dan pengunjung-pengunjung yang sedang berlibur di sana, melewatkan waktu untuk berjemur diri, berenang atau menyelam di dalam laut.
(Nantikan dan ikutilah perkembangan kesaksian bersambung ini)
SEKILAS DARI KEABADIAN (5)
Kesaksian Ian McCormack
LIMA KALI HUKUMAN MATI
- John Adisubrata's blog
- 4511 reads